Selasa, 30 September 2014

PKS PIYUNGAN

PKS PIYUNGAN


Tidak Sepaham, Jokowi tak Akan Masukkan Kader Demokrat Jadi Menteri

Posted: 30 Sep 2014 07:00 AM PDT

Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla mengungkapkan Presiden terpilih Joko Widodo tidak akan memasukkan kader Partai Demokrat untuk menjadi menteri di pemerintahan mendatang.

"Dimasukkan itu kalau kita paham berkoalisi, kalau tidak berkoalisi tidak satu paham bagaimana," kata JK saat menghadiri Ulang Tahun DPD di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (29/9/2014).

Pihaknya sedang membahas akan memberikan kursi menteri bagi anggota Koalisi Merah Putih. "Ya lagi dipertimbangkan semuanya," ujarnya.

Seperti diketahui, Jokowi sendiri telah mengumumkan jumlah menteri di kabinetnya yakni sebanyak 34. Adapun 16 menteri berasal dari kader partai politik dan 18 menteri berasal dari kalangan profesional. (in/fs)


Darah itu Merah, Jenderal!

Posted: 30 Sep 2014 06:10 AM PDT


Jika di awal kemerdekaan bangsa Indonesia mengenal Soekarno sebagai seorang pahlawan super proklamasi dan revolusi, maka setelahnya bangsa ini mengenal Soeharto sebagai pahlawan super selanjutnya, yang ternyata merupakan anti tesis dari pahlawan sebelumnya. Saat itu, 30 September 1965, Soekarno yang pro Komunis dikudeta oleh anak asuhannya sendiri.

Penumpasan gerakan kudeta Partai Komunis itu melejitkan nama Soeharto, yang kemudian menenggelamkan Soekarno dengan Supersemar yang ia tandatangani sendiri.

Kemudian rezim Soeharto melalui MPR-S menelurkan Tap MPRS XXV/1966 tentang Pelarangan Penyebaran Ajaran Marxisme/Leninisme. Inilah aturan yang melarang segala bentuk kemunculan Komunisme di negeri ini. Dan sejak itulah, Komunis menjadi dosa besar tak terampuni, bahkan dibandingkan pelaku zina di kampung-kampung.

Dan bagi Anda yang masa kecilnya bahagia, saban tanggal 29 September malam akan menyaksikan film Pemberontakan G-30S/PKI yang legendaris itu. Sebuah propaganda apik dari sebuah rezim politik. Mungkin Anda ingat kalimat, "Darah itu merah, Jenderal!"

Komunis terus hidup meski tersengal-sengal di bawah tanah, menanti celah dimana ia dapat kembali tumbuh subur di antara petani dan buruh. Bahkan di awal reformasi yang menumbangkan Soeharto, orangorang berjiwa Komunis mendirikan Partai Rakyat Demokratik, yang kini bubar dan ketuanya menjadi anggota PDI Perjuangan.

Saat Presiden Abdurrahman Wahid mengusulkan untuk 'menghidupkan' Komunisme dengan mencabut Tap MPRS XXV/1966, jagat politik kembali hiruk. Sebagian orang mendukungnya, dan kebanyakan menolak. Komunis adalah sebuah sejarah kelam yang selalu menggunakan arit dan tetesan warna merah untuk mewujudkan tujuannya. Terlebih lagi, komunisme dan atheis seiring sejalan, berlawanan dengan bangsa Indonesia yang (konon) relijius.

Oknum-oknum PDI Perjuangan beberapa kali menyetujui pencabutan aturan yang melarang Komunis tersebut. Di antaranya sesepuh mereka, Frans Seda.

Sementara yang terbaru, Bambang Beathor Suryadi, saat kampanye Pilpres 2014 lalu juga mengusulkan hal serupa. "Hanya dengan mencabut TAP MPRS No XXV/ 1966, bangsa ini kembali "mampu" membentengi bangsa, negara dan rakyat dari rongrongan ideologi dan maksud bangsa lain," ungkapnya.

Selain itu, juga ada Musdah Mulia, tokoh liberal ini di depan publik menjanjikan pencabutan aturan tersebut. Hal itu disampaikannya saat menjadi juru kampanye.

Pada masa presiden Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono, isu pencabutan Tap MPRS XXV/1966 hampir tidak ada. Namun, beberapa manuver partai pemenang pemilu saat ini yang "belajar" ke Partai Komunis China memberikan kekhawatiran tersendiri bagi saya. Terlebih lagi kader-kader Sosialis atau Kiri (biasanya sepemikiran Komunis) memang ada banyak partai tersebut. Termasuk juga yang selama ini aktif dalam pergerakan Kiri, di luar partai, yang kemarin menjadi pembela sejati sang tokoh calon presiden.

Perkiraan saya, isu yang akan digunakan untuk membuka keran formal Komunisme adalah hak kebebasan apapun dalam demokrasi. Oleh karena itu, belajar dari berbagai negara yang berhasil menumpas Komunisme, obat terbaik dalam mencegah penularan dan perkembangan Komunis di sebuah negara adalah agama bagi ummatnya, apapun itu. Baik itu dari sisi fikriyah, ruhaniyah, maupun maliyah.

(Abu Saif Kuncoro Jati)



Enam Fraksi DPRD DKI Sepakat Dukung Pelengseran Ahok

Posted: 30 Sep 2014 05:53 AM PDT



Jakarta - Enam fraksi di DPRD DKI  menerima tuntutan yang disampaikan Forum Betawi Rempug (FBR) agar Wakil Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dimakzulkan.  Keenam fraksi tersebut dari Golkar,Gerindra, PPP, Demokrat, PKS dan PDI-P.

Lucky P dari Fraksi Demokrat mengaku sepakat dengan tuntutan FBR. Dia menilai tingkah laku Ahok memang sudah di luar batas kewajaran sebagai seorang pemimpin.

Pendapat senada juga disampaikan Khotibi Achyar atau H.Beceng dari Fraksi Golkar. Dia bahkan berjanji akan mempertaruhkan jabatannya sebagai anggota dewan demi melengserkan Ahok.

"Saya pertaruhkan jabatan saya untuk menolak Ahok, kalau banyak cerita mengenai Ahok, sebenarnya dari sini semua juga berpendapat sama. Kita akan berjuang menolak Ahok," ujarnya, di DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (29/9/2014). Demikian dilansir aktual.co.

Sedangkan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Triwicaksana mengatakan kalau Fraksi PKS sangat berterimakasih atas dukungan dari ormas dan masyarakat untuk melengserkan Ahok. Dan permintaan melengserkan Ahok, kata dia, bukan kali ini saja dilayangkan oleh ormas.

Triwicaksana pun menyarankan Ahok tidak membuat pernyataan dan kebijakan yang bisa membuat keresahan di tengah masyarakat. "Karena sudah kesekian kalinya keresahan disampaikan masyarakat."

Dia pun meminta masyarakat agar lebih giat lagi mendukung DPRD, terutama kepada ormas-ormas agar tidak berhenti untuk bersama menggulingkan Ahok.

"Laporan-laporan ini membuat DPRD terus melakukan konsolidasi di fraksi-fraksi dan pimpinan. Yang nanti akan diterima, dan dilanjutkan pada pimpinan sebagai amunisi."

Sedangkan dari Fraksi PDI-P menyatakan bisa memahami keresahan yang disampaikan FBR. Mereka berjanji akan membawa masalah ini dalam rapat pimpinan DPRD.  (aktual.co)


Jokowi Ajak Seluruh Rakyat Gugat UU Pilkada ke MK

Posted: 30 Sep 2014 05:30 AM PDT

Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) menilai pemilihan kepala daerah lewat DPRD di UU Pilkada yang sudah disahkan sebagai bentuk perampasan hak-hak rakyat.

"Yang jelas, selain parpol yang merebut hak politik rakyat, tapi juga merebut kegembiraan politik rakyat," ujar Jokowi di Balai Kota, Jakarta, Senin (29/9/2014).

Rakyat berhak menuntut haknya dalam proses tersebut. Untuk itu, Jokowi mendorong seluruh rakyat Indonesia beramai-ramai menggugat UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Saya mendorong masyarakat sebanyak-banyaknya untuk menggugat," katanya.

Sebelumnya DPR telah mengesahkan UU Pilkada lewat sidang paripurna pada Jumat (26/9). Dalam pengesahan tersebut terjadi tarik menarik antara kubu yang mendukung pilkada langsung dan lewat DPRD. (in/fs)


Tak Terima Difitnah, Demokrat Tantang PDI P Buka Rekaman Forum Lobi Fraksi

Posted: 30 Sep 2014 04:45 AM PDT

Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Pramono Edhie mengaku kecewa dengan sikap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P), Hanura, dan PKB, saat sidang paripurna pengesahan RUU Pilkada menjadi UU Pilkada.

Menurut Pramono, ketiga partai tersebut sama sekali tidak mendukung sepuluh opsi pilkada langsung Partai Demokrat saat forum lobi fraksi.

Namun tiba-tiba saat paripurna dimulai ketiga partai itu mendukung opsi Partai Demokrat.

"Mana buktinya kalau menerima, wadahi dong, harus ada bukti," tandasnya di Gedung DPR, Senin, 29 September 2014.

Bahkan, bekas Kepala Staf Angkatan Darat ini menantang untuk membuka rekaman saat forum lobi fraksi. Dia menegaskan tidak ada yang mendukung 10 opsi partainya.

"Kalau iya diterima, pasti ada tiga opsi. Tidak ada satu fraksi lain menyetujui (10 opsi Demokrat)," ujarnya.

"Kenapa (10 opsi pilkada langsung) ditolak? SBY inginkan pemilihan yang semakin baik. Kalau ditolak terus kami lewat mana? Lima jam berkomunikasi (lobi fraksi) tidak ada keputusan," kata Pramono. (fs)


[Banteng Ngamuk] Tak Terima Kekalahan, PDI P Fitnah Partai Demokrat dan Membully SBY

Posted: 30 Sep 2014 04:00 AM PDT

Tak terima kekalahan dari Koalisi Merah Putih,  Partai koalisi PDI Perjuangan (PDI P), memfitnah Partai Demokrat sebagai penyebab hilangnya hak rakyat bila pilkada tak langsung dilakukan.

Padahal menurut Kwik Kian Gie, mantan Menteri di era Gus Dur dan Megawati menegaskan. Tak ada suara rakyat yang hilang karena rakyat masih secara langsung memilih wakil mereka di DPR dan DPRD [ link : ]

Tak puas memfitnah Fraksi PD, koalisi PDI P pun memprovokasi rakyat untuk menyalahkan Presiden SBY sebagai tokoh di balik kegagalan PDI P memenangkan usulan pilkada langsung.

Sejak 26 September 2014, media sosial dipenuhi tagar dan foto-foto yang bernada menghina Presiden.

Fitnah dan hinaan yang ditujukan kepada Partai Demokrat dan SBY sebenarnya tak tepat.

Hal ini membuat Anggota Dewan Pembina  Partai Demokrat, Pramono Edhie bingung.

"Coba katakan, dimana salahnya Demokrat, dimana?" ujar Pramono Edhie di Gedung DPR, Senin, 29 September 2014.

Sebab sesungguhnya, ulah anggota koalisi PDI P lah yang dinilai sebagai pemicu atas aksi walkout Partai Demokrat, dari sidang paripurna DPR dalam pengesahan RUU Pilkada.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Agus Hermanto mengatakan, meski ada dukungan dari partai koalisi PDI P dalam paripurna, namun tidak dibuktikan secara tertulis.

Menurutnya, dukungan partai koalisi PDIP terhadap usulan Partai Demokrat terhadap pilkada langsung dengan 10 point perbaikan dinilai hanya sebatas wacana.

"Dukungan itu tidak bisa hanya omongan, tapi semestinya dilakukan secara tertulis," kata Agus, di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 29 September 2014.

Sebab, kata Agus, di dalam lobi pimpinan fraksi yang berlangsung selama empat jam itu tidak dipenuhi kesepakatan antara PDI P dan koalisinya dengan Partai Demokrat.

"Partai lain tidak menerima secara utuh, opsi ketiga ini tidak bisa diterima atau belum diterima secara tertulis," jelasnya.

Atas dasar itulah, lanjut Agus, ketua Fraksi PD, Nurhayati Ali Assegaf mengambil sikap untuk walk out dari sidang paripurna.

"Ketua fraksi berinisiatif untuk melaksanakan atau untuk melakukan netral (walk out). Karena ini terlalu lama dan terlalu jenuh," kata Agus.

Partai Demokrat juga menuding balik PDI P dan koalisinya yang tidak mendukung aksi walk out itu.

"Jangan cuma bisa nyalahin Demokrat. Kalau mau dukung, ikut WO dong. Demokrat kan dukung pilkada langsung, tapi PDI P tidak mau tampung 10 syarat Demokrat", ujar Nurhayati, ketua Fraksi Demokrat.

Apapun yang terjadi, PDI P semestinya menerima dengan legowo keputusan ini dan tidak menuding KMP atau Demokrat sebagai penyebab gagalnya opsi pilkada langsung. (fs)

Baca juga: Kwik Kian Gie - Hak Rakyat Mana yang Dirampas?


Muhaimin Iskandar : Gubernur Sebaiknya Dipilih Presiden

Posted: 30 Sep 2014 03:15 AM PDT

Senada dengan Jusuf Kalla, Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar pun pernah menegaskan, gubernur sebaiknya dipilih oleh Presiden berdasarkan nama yang diusulkan DPRD.

Hal ini dikatakan Muhaimin dalam berita yang disiarkan Liputan 6 SCTV tanggal 14 Agustus 2010 lalu.

"Ke depan direncanakan gubernur ini perpanjangan tangan pemerintah pusat. Baru bupati atau wali kota mungkin yang dapat dipilih oleh rakyat," kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar di Cilacap, Sabtu, 14 Agustus 2010.

Dengan demikian,  gubernur punya kewenangan yang nyata.

"Tak seperti sekarang, kewenangannya tidak ada, kegiatannya tidak besar. Tapi proses pemilihannya terlampau mahal," kata Muhaimin.

Menurut dia, wacana ini sebenarnya muncul karena keprihatinan dalam pemilihan gubernur yang terlampau berbiaya tinggi kalau dilaksanakan secara langsung.

Dalam hal ini, kata dia, seorang calon gubernur dapat menghabiskan puluhan miliar rupiah tapi kewenangannya terbatas.

Terkait hal itu, Muhaimin mengatakan, analisis mengenai pemilihan kepala daerah khususnya pemilihan gubernur yang berbiaya mahal jika dilaksanakan langsung ini masih perlu dimatangkan.

"Dalam koalisi pun sudah muncul tetapi belum serius," katanya.

Sumber : Liputan6
------

Serupa dengan JK, Muhaimin pun kini berada di pasukan Jokowi yang membela pilkada langsung.

Apa yang mereka teriakkan dulu, berbeda dengan yang mereka perjuangkan hari ini. Masihkah harus percaya pada politisi-politisi pembohong ini? (fs)


Berkebalikan Dengan Jokowi, JK Ternyata Dukung Pilkada Tak Langsung

Posted: 30 Sep 2014 02:30 AM PDT

Jusuf Kalla, Wakil Presiden yang terpilih mendampingi Jokowi, ternyata pernah menyatakan mendukung Pilkada tak langsung.

Untuk membantu mengingat, berikut penggalan langsung berita bertanggal 2 Oktober, 2011.

"Jenjang Demokrasi Terlalu Panjang, JK Dukung Pilgub Langsung Dihapus"

Wakil presiden Republik Indonesia periode 2004-2009, Jusuf Kalla (JK), mendukung usulan pemerintah menghapus pemilihan gubernur (pilgub) secara langsung.

Menurut pendapat JK, gubernur lebih baik dipilih DPRD provinsi sebab posisinya merupakan kepanjangan pemerintah pusat di daerah.

Model demokrasi di Indonesia, kata dia, sangat tidak efektif. Sebab, jenjang pemerintahan pemilihan pemimpin mulai desa, kabupaten/kota, provinsi, hingga negara, dilakukan secara langsung. Hanya tingkat kecamatan saja yang ditunjuk melalui pejabat karier pegawai negeri sipil (PNS).

"Jenjang demokrasi di Indonesia terlalu tinggi. Gubernur lebih baik dipilih DPRD," kata JK, Minggu, 2 Oktober 2011.

Dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda), pemerintah mengusulkan penghapusan usulan pemilihan langsung.

Sebagai gantinya, gubernur dipilih lewat mekanisme pemilihan DPRD. Adapun gubernur terpilih menunjuk wakil gubernur yang berasal dari birokrat dengan jenjang pangkat dan jabatan tertinggi.

Meski banyak kalangan menilai usulan pemerintah itu bentuk kemunduran demokrasi, JK mengapresiasi kebijakan pemerintah soal RUU Pemda itu. Pasalnya, TIDAK ADA negara di dunia yang menerapkan model pemilihan langsung berjenjang seperti di Indonesia.

Karena itu, ia sependapat gubernur dipilih melalui mekanisme terbatas oleh DPRD. (Republika/fs)



Kalah Lagi Dari Koalisi Merah Putih, PDI P Ancam Gugat Tujuh Hakim Konstitusi

Posted: 30 Sep 2014 01:45 AM PDT

PDI Perjuangan mempertimbangkan akan melaporkan tujuh Hakim Konstitusi ke Dewan Etik Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ditolaknya gugatan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

"Kami mempertimbangkan untuk melaporkan hakim yang di luar dissenting ini ke Komite Etik," kata Ketua Bidang Hukum dan HAM DPP PDI P, Trimedya Panjaitan, usai sidang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin, 29 September 2014.

Trimedya menduga ada kepentingan politik dalam pengambilan keputusan gugatan. Pasalnya, ada dua hakim yang menyatakan dissenting opinion atau berbeda pendapat, yakni Arief Hidayat dan Maria Farida Indrati.

"Ada dua Hakim Konstitusi yang dissenting opinion. Ini jarang terjadi dalam proses uji materi. Ini menunjukkan mereka tidak bulat," ucapnya.

Menurut dia, revisi UU MD3 ini bertentangan dengan asas hukum. PDI P, juga mencium ada proses politik di balik penyusunannya.

"Ini cacat hukum. Ini yang kami rasakan dan dirasakan mereka juga. Putusan ini juga menunjukkan (Hakim Konstitusi) tidak bulat dan dipaksakan," pungkasnya.

Menanggapi hal tersebut, MK mengatakan, pembentukan UU yang tidak mengikuti aturan tata cara pembentukan UU tidak serta-merta membuat UU yang dihasilkan dianggap inkonstitusional.

Bisa saja UU yang dihasilkan sesuai aturan, tetapi materinya justru bertentangan dengan UUD 1945. Sebaliknya, UU yang dibuat tidak sesuai aturan justru memiliki materi yang sesuai UUD 1945.

MK berpendapat, perubahan UU MD3 yang dilakukan setelah pilpres juga tidak bertentangan dengan konstitusi. MK menganggap hal itu lazim dilakukan. Bahkan, perubahan UU MD3 dapat terjadi segera setelah pelantikan anggota baru Dewan. (fs)


Koalisi PDI P Kalah Melulu, @Fahrihamzah Minta Jokowi Jangan Takut

Posted: 30 Sep 2014 01:00 AM PDT

Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera Fahri Hamzah menyebut uji materi atau judicial review Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD 3) yang ditolak Mahkamah Konstitusi sebagai kemenangan tambahan untuk Koalisi Merah Putih.

Namun Fahri mengingatkan presiden terpilih Jokowi tidak perlu merasa takut dengan kemenangan-kemenangan yang diraih koalisi merah putih ini.

"Jangan terlalu takut lah. Ini biasa saja. Menguatnya dewan baik untuk rakyat," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 29 September 2014 malam.

Menurut Fahri, Koalisi Merah Putih tidak bertujuan menjegal semua kebijakan yang dilakukan oleh koalisi Jokowi-JK. Fahri menegaskan, kebijakan dan keinginan Jokowi-JK juga akan didukung jika hal tersebut dinilai tepat.

Sayangnya, imbuh Fahri, sejauh ini pilihan dan kebijakan yang diambil Jokowi-JK memang tidak sesuai dengan ideologi Koalisi Merah Putih.

"Jangan karena Koalisi Merah Putih menang lagi, waduh bahaya ini, tidak biasa saja," ujarnya.

Fahri mengatakan, jika dia menjadi Jokowi, dia justru akan senang karena ada kekuatan besar di parlemen yang mengawasi pemerintahannya.

"Kalau saya jadi Jokowi, saya dorong biar DPR di Koalisi Merah Putih semakin kuat. Supaya bisa disiplin dalam pengawasan," ucap dia.

Seperti diketahui, PDI-P mengajukan gugatan terhadap UU MD3 karena keberatan dengan peraturan yang menyebut Ketua DPR tidak lagi dipilih dari partai pemenang pemilu.

Dengan ditolaknya gugatan ini, maka PDI-P tak lagi secara otomatis menempati kursi Ketua DPR, melainkan harus mengikuti proses yang sudah ditetapkan dalam UU Tata Tertib DPR.

Setiap partai nantinya akan mencalonkan lima nama pimpinan DPR dalam satu paket. Selain UU MD3 ini, kubu koalisi Jokowi-JK di parlemen juga sudah kalah suara dalam pengesahan UU lainnya, seperti UU Tatib DPR dan UU Pilkada. (fs)


Jelang Pelantikan Anggota DPR, KPU Minta Tersangka Korupsi dari PDIP Tidak Dilantik

Posted: 30 Sep 2014 12:45 AM PDT


Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi telah mengajukan tiga nama anggota DPR RI tersangka korupsi untuk ditanguhkan pelantikannya pada 1 Oktober 2014 mendatang kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Ketiga Anggota DPR RI terpilih yang menjadi tersangka korupsi adalah mantan Bupati Bantul Idham Samawi dan Herdian Koosnadi dari PDI Perjuangan, kemudian satu lagi mantan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), Jero Wacik dari Partai Demokrat.

Idham menjadi tersangka kasus korupsi dana hibah untuk klub sepak bola Persiba Bantul. Herdian tersangka pembangunan Puskesmas di Kota Tangerang Selatan tahun anggaran 2011 dan 2012. Sementara Jero Wacik tersangka kasus korupsi dan pemerasan di lingkungan Kementerian ESDM.

KPU telah menindaklanjuti surat rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk tidak melantik Anggota DPR RI Terpilih yang menjadi tersangka kasus korupsi. KPU mengirim surat ke Presiden SBY untuk menunda pengucapan sumpah anggotanya.

"Sudah, kan sudah kita tindak lanjuti. Jadi kita sudah kirim surat kepada presiden, dengan memberikan catatan-catatan itu, bahwa ada masukan dari KPK, maka dimohonkan atau diusulkan bisa ditunda pengucapan sumpah janjinya, yang terlibat tindak pidana korupsi. Khusus tindak pidana korupsi, kalau yang lain nggak," kata Komisioner KPU Arief Budiman di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (29/9/2014) malam. Demikian dilansir detikcom.

Arief menjelaskan sejauh ini belum ada jawaban dari Presiden SBY. Para anggota DPR RI terpilih yang menjadi tersangka korupsi itu akan dilantik atau tidak pada 1 Oktober mendatang, sepenuhnya tergantung keputusan presiden.

"Belum. Bukan jawaban, ya tergantung SBY nanti mengeluarkan itu apa nggak, SK. Kalau udah ada jawaban, ya udah. (Kemungkinannya dilantik nggak?)‎ Ya tanya presiden dong, jangan tanya saya," ujarnya.‎

Kendati pengucapan sumpah tinggal sehari lagi‎, lanjut Arief, keputusan akan dilantik atau tidak tetap pada otoritas SBY. Menurut Arief, pasti ada kesimpulan sebelum pelantikan yang akan digelar pada Hari Rabu, (1/10/2014) mendatang tersebut.

"Tanggal 1 (Oktober) pasti ada kesimpulannya siapa yang ikut pengucapan sumpah janji, siapa yang tidak. (Batas akhirnya?)‎ Kemungkinan besok. Bisa saja tanggal 1 sebelum jam 10 pagi, kan pengucapan sumpah janjinya kan jam 10 pagi," tururnya.



Cuma Jago Ribut di Twitter, Relawan Jokowi Tak Punya Nyali Cegat SBY

Posted: 30 Sep 2014 12:15 AM PDT

Salah satu elemen pendukung Jokowi, Bara JP (Barisan Relawan Jokowi Presiden) yang semula akan menghadang kedatangan Presiden SBY di Lanud Halim Perdana Kusuma, batal melakukan aksinya.

Ketua DPP Bara JP Bidang Aksi Syafti Hidayat mengatakan, bahwa aksi menghadang kedatangan SBY yang juga Ketum Partai Demokrat ini, sementara dibatalkan.

"Itu untuk aksi malam ini ditunda," kata Syafti, Senin, 29 September 2014.

Dari jadwal pihak Biro Humas dan Pers Istana Negara, memang Presiden SBY dan rombongan dijadwalkan akan tiba di Lanud Halim pada dini hari nanti pukul 00.30 WIB.

Syafti mengatakan, pembatalan menghadang SBY ini, karena ada beberapa sebab yang tidak memungkinkan.

"Persiapan masih belum cukup. Keadaan juga tidak memungkinkan," katanya.

Alasan utama penghadangan ini, karena SBY dianggap sebagai penyebab pilkada dipilih oleh DPR, berdasarkan Paripurna DPR Jumat 26 September 2014 dini hari lalu.

Keputusan Bara JP ini kontan memicu tawa beberapa warga yang berhasil ditemui tim Piyungan Online.

Idham, seorang relawan kesehatan di Solo mempertanyakan keberanian tim relawan Jokowi untuk melakukan aksi nyata secara massal.

"Selama ini cuma jago ngoceh di twitter. Giliran demo, yang datang cuma 20 ekor. Itu bukti kalau tim relawan Jokowi itu rapuh, kosong", ujarnya sambil tertawa.

Tanggapan serupa diberikan Rea dan Sandra. Keduanya menganggap, relawan Jokowi terlalu lebay dalam merespon momentum politik di Indonesia.

"Bener kata Bang Hans (Hans David, jurnalis sebuah media cetak berbahasa Inggris), aktivis Jokowi tuh cuma keyboard warrior, sekaligus lebay, menurut saya.  Di sosmed berani berkicau, saat turun ke jalan, kalah banyak sama warga yang ikut senam di kegiatan car free day", ucap Rea sambil tertawa.

Sandra, yang mengaku pernah menjadi bagian dari Relawan Jokowi, mengatakan, itikad baik itu ada, namun selalu terbentur pada koordinasi.

"Kalau ngomong di BBM, Whatsapp, Line dan di sosmed, kayanya kompak. Tapi giliran mau turun ke jalan, bingung. Siapa yang nanggung akomodasi, konsumsi dan lain-lain. Ya udah. Bubar duluan deh..", ujar Sandra prihatin.

Sandra berharap, relawan Jokowi harus berani berbuat benar, dan harus berani mengkritisi pemerintah jika salah.

"Pastiin dulu. Bener gak tujuan (aksi)nya. Jangan kita udah demo, ternyata kita yang salah, kan malu. Dan kalau mau fair, mesti berani kritisi pemerintah Jokowi juga kalau dia salah", tutup Sandra. (fs)


Fahri: Jokowi Tak Perlu Takut

Posted: 29 Sep 2014 11:55 PM PDT


JAKARTA - Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah menyebut uji materi atau judicial review Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang ditolak Mahkamah Konstitusi sebagai kemenangan tambahan untuk Koalisi Merah Putih. Namun dia mengingatkan presiden terpilih Joko Widodo tidak perlu merasa takut dengan kemenangan-kemenangan yang diraih koalisi merah putih ini.

"Jangan terlalu takut lah. Ini biasa saja. Menguatnya dewan baik untuk rakyat," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 29/9/2014) malam, seperti dilansir KOMPAS.com.

Menurut Fahri, Koalisi Merah Putih tidak bertujuan menjegal semua kebijakan yang dilakukan oleh koalisi Jokowi-JK. Dia mengatakan, kebijakan dan keinginan Jokowi-JK juga akan didukung jika hal tersebut dinilai tepat. Sayangnya, lanjut dia, sejauh ini pilihan dan kebijakan yang diambil Jokowi-JK memang tidak sesuai dengan ideologi Koalisi Merah Putih.

"Jangan karena Koalisi Merah Putih menang lagi, waduh bahaya ini, tidak biasa saja," ujarnya.

Fahri mengatakan, jika dia menjadi Jokowi, dia justru akan senang karena ada kekuatan besar di parlemen yang mengawasi pemerintahannya. "Kalau saya jadi Jokowi, saya dorong biar DPR di Koalisi Merah Putih semakin kuat. Supaya bisa disiplin dalam pengawasan," ucap dia.

PDI-P mengajukan gugatan terhadap UU MD3 karena keberatan dengan peraturan yang menyebut Ketua DPR tidak lagi dipilih dari partai pemenang pemilu. Dengan ditolaknya gugatan ini, maka PDI-P tak lagi secara otomatis menempati kursi Ketua DPR, melainkan harus mengikuti proses yang sudah ditetapkan dalam UU Tata Tertib DPR.

Setiap partai nantinya akan mencalonkan lima nama pimpinan DPR dalam satu paket. Selain UU MD3 ini, kubu koalisi Jokowi-JK di parlemen juga sudah kalah suara dalam pengesahan UU lainnya, seperti UU Tatib DPR dan UU Pilkada.


AS Ciptakan Teroris Fiktif Untuk Hancurkan Islam

Posted: 29 Sep 2014 10:45 PM PDT

Jason Ditz, seorang wartawan sebuah portal berita antiwar.com, memiliki kisah menarik soal Kelompok Khorasan.

"Orang-orang di Suriah, terutama mereka yang berafiliasi dengan pemberontakan, bingung karena tidak satu pun pernah mendengar Kelompok Khorasan," tulis Ditz.

"Sebagian berusaha mencari informasi ke Al Qaeda, tapi tidak mendapat jawaban. Lainnya hanya mempergunjingkan, dan berteori," lanjutnya.

Pieter van Ostaeyen, analis politik Suriah, menghubungi semua sumber di kalangan jihadis tapi tak mendapatkan apa-apa kecuali pernyataan kebingungan.

"Saya sampai pada kesimpulan Kelompok Khorasan tidak pernah ada," ujar Ditz.

"Kelompok Khorasan hanya nama yang dibuat AS", tegas Ditz.

Pertanyaannya, mengapa dan bagaimana Presiden AS Barrack Obama harus memunculkan nama baru?

Glenn Greenwald dan Murtaza Hussain, dalam The Khorasan Group: Anatomy of a Fake Terror Threat to Justify Bombing Syria , punya penjelasan menarik mengenai hal ini.

Penjelasan diawali dengan cerita situasi ketika Obama bersiap mengebom Suriah. Saat itu, menurut keduanya, AS tidak mendapat restu Kongres dan otorisasi PBB. Di sisi lain, jika serangan tidak dilakukan, dukungan publik terhadap perang penjang melawan ISIS akan anjlok.

Solusi bagi kedua masalah ini adalah menciptakan ancaman teror baru yang bermerk (branded), dan mempromosikannya sebagai ancaman langsung bagi AS dan Barat. Kelompok itu bernama Khorasan.

Kantor berita Associated Press (AP) menjadi media pertama yang mempopulerkan kelompok ini lewat artikel yang dipublikasikan 13 September 2014.

Sejumlah pejabat AS mengutip, dan menggunakannya untuk meneror warga AS bahwa Kelompok Khorasan lebih buruk dibanding ISIS.

Kelompok Khorasan, menurut AP, adalah campuran jihadis radikal Afghanistan, Yaman, Suriah, dan Eropa. Mereka datang ke Suriah tidak untuk memerangi rezim Bashar Assad, tapi merekrut jihadis AS dan Eropa yang bisa digunakan untuk membajak pesawat terbang.

Tidak ada yang tahu mengapa Khorasan yang dipilih AS untuk nama teroris palsu-nya. Yang pasti, Khorasan adalah wilayah historis yang mencakup Iran, Afghanistan, Turkmenistan, dan Pakistan. Sebelum Dinasti Sassanid berkuasa, wilayah ini bernama Parthia.

Lima hari setelah launching Kelompok Khorasan lewat AP, jarinan televisi CBS News melancarkan perang propaganda dengan menyajikan segmen khusus soal kelompok teroris palsu ini. Bob Orr, news anchor acara itu, berbicara dari Washington bahwa dia mendapat informasi intelejen tingkat tinggi soal kelompok ini.

Pada hari yang sama, Direktur Intelejen Nasional James Clapper juga membuat pernyataan sama. Kelompok Khorasan, katanya, berpotensi menimbulkan bahaya jauh lebih besar dibanding ISIS.

Dua hari kemudian giliran New York Times, lewat artikel panjang bertajuk U.S. Suspects More Direct Threats Beyond ISIS, bercerita tentang kelompok ini.

Pejabat AS, lewat pernyataan di berbagai media, menyebut Muhsin al-Fadhli sebagai ketua Khorasan. Fadhli disebut dekat dengan Osama bin Laden.

Kelompok Khorasan tiba-tiba menghuni belakang kepala seluruh rakyat AS. Nama itu tiba-tiba menghiasi seluruh surat kabar AS, ketika AS menjatuhkan bom pertamanya di Suriah.

Terakhir, ketika AS mengklaim membunuh pemimpin Kelompok Khorasan dalam salah satu pengeboman, Front Al Nusra -- pemberontak moderat yang berafiliasi ke Al Qaeda -- mengecam serangan terhadap mereka yang menewaskan 50 orang.

Khorasan sebagai kelompok fiktif semakin nyata ketika mitra koalisi AS dalam perang melawan ISIS bertanya-tanya mengapa mereka tidak pernah dibriefing soal target serangan.

Mungkin tidak berlebihan jika Presiden Iran Hassan Rouhani menyebut perang AS melawan ISIS adalah sandiwara. (fs)


Kekalahan PDI P di Parlemen Adalah Kesalahan Megawati

Posted: 29 Sep 2014 10:00 PM PDT

Pengamat Kebijakan Publik, MR Khairul Muluk, menilai kekakalah PDI P dalam memperjuangkan Undang-undang MD3 dan UU Pilkada merupakan kegagalan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri merangkul partai politik lain. 

"Lolosnya UU MD3 dan Pilkada tidak langsung di DPR merupakan akibat dari kegagalan Megawati (PDIP) menjalankan komunikasi politik dengan parpol lain," ujar Muluk.

Muluk  membandingkan dengan kepemimpinan Megawati dengan Susilo Bambang Yudhoyono pada 2004 yang sangat berbeda jauh. SBY paham betul dengan parpol lain karena Partai Demokrat tak menjadi pemenang pada Pileg.

"Hal ini berbeda dengan situasi SBY-JK tahun 2004 lalu yang langsung berkomunikasi politik dengan baik dengan parpol lainnya pascakemenangan pilpres," jelas dia.

Seharusnya kata pengajar Universitas Brawijaya Malang itu, kekalahan PDI P pada Pemilu 1999 dijadikan pelajaran berharga bagi Megawati.

"Bu Mega perlu belajar pengalaman tahun 1999, sebagai pemenang pemilu tapi gagal berkomunikasi dengan baik dengan kekuatan politik saat itu sehingga kalah di MPR karena gagal meraih dukungan, dan hal tersebut konstitusional," imbuhnya.

Saat ini kata Muluk, Megawati harus mempertimbangkan betul keberadaan Partai Demokrat dalam Koalisi Merah Putih.

"SBY sebenarnya juga memberi sinyal untung ruginya bagi bu Mega, tinggal disadari atau tidak. Jika sampai waktunya Bu Mega tidak islah dengan SBY, tampaknya SBY dan demokrat akan menjadi bagian permanen KMP dan hal tersebut akan sangat merugikan pemerintahan Jokowi JK. Divided government akan benar-benar tercipta di Indonesia," pungkasnya. (fs)


Netanyahu: ISIS Adalah Hamas

Posted: 29 Sep 2014 08:46 PM PDT


Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengeluarkan komentar kontroversial. Komentar Netanyahu ini terkait dengan kelompok radikal ISIS.

Netanyahu dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut, dia tahu betul tujuan dari ISIS. Menurutnya ISIS adalah gerakan radikal yang ingin mendominasi dunia.

Netanyahu pun menjelaskan tujuan negaranya, menghancurkan Hamas sama seperti apa yang dilakukan Amerika Serikat (AS) atas ISIS. AS diketahui melancarkan serangan udara di Suriah dan Irak untuk membasmi milisi radikal ini.

"Mereka datang dengan tujuan akhir yang sama, Hamas adalah ISIS begitu pun sebaliknya, ISIS adalah Hamas," sebut Netanyahu dalam pidatonya seperti dikutip dari Washington Bureau, Selasa (30/9/2014).

"Kami telah melakukan peninjauan, terlihat milisi radikal tengah bergerak maju," tambah dia.

Tidak cuma menyamakan dengan Hamas, tidak ragu-ragu, tokoh konservatif ini mengatakan ISIS tidak ada beda dengan kelompok radikal lain seperti Pemerintah Iran, Boko Haram, Al Shabab, Hizbullah dan Tentara Mahdi.

"Mereka merupakan kanker, pohon beracun dan Nazi," lanjutnya.

"Milisi radikal tersebut menganggap semua politik di seluruh dunia merupakan persoalan mereka," pungkas Netanyahu. (pm)



Kasus Busway, Hanya Deputi Gubernur DKI yang Diperiksa Kejagung?

Posted: 29 Sep 2014 08:33 PM PDT


Kejaksaan Agung memeriksa Deputi Gubernur DKI Jakarta Sutanto Soehodo sebagai saksi dugaan korupsi pengadaan Bus Busway Articulated (bus gandeng) Paket I dan II senilai Rp150 miliar oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta Tahun Anggaran 2012, Senin.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony T Spontana di Jakarta, Senin malam mengatakan Sutanto Soehodo diperiksa bersama 14 saksi lainnya.

"Semua yang dipanggil 18 saksi, namun yang memenuhi panggilan 14 saksi saja," katanya, seperti dilansir Skalanews.

Ia mengatakan saksi-saksi tersebut merupakan anggota dari Tim Pendamping Pengendalian Teknis Pengadaan Bus Busway Paket I dan II di Dinas Perhubungan DKI Jakarta Tahun Anggaran 2012.

Dia menyebutkan saksi yang hadir lainnya yakni Robinhot Sinaga (Irban Bidang Kesmas Inspektorat Propinsi DKI Jakarta), Sulami (Pensiunan PNS pada Inspektorat Propinsi DKI Jakarta) dan Diana Sherly (Pensiunan PNS Propinsi DKI Jakarta).

Eddy Rachmat (Auditor Penyelia Badan Pengawas Daerah Propinsi DKI Jakarta), Meri Erhanani (Sekretaris Inspektorat Propinsi DKI Jakarta) dan Metra Hayati (Inspektorat Pembantu Bidang Keuangan pada Inspektorat Propinsi DKI Jakarta).

Franky M Panjaitan (Inspektorat Propinsi DKI Jakarta), Wiriyatmoko (Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Propinsi DKI Jakarta).

Wiriyatmoko (Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Propinsi DKI Jakarta), Sri Rahayu (Kepala Biro Hukum Propinsi DKI Jakarta), dan Endang Widjajanti (Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah Propinsi DKI Jakarta).

Sarwo Handayani (Deputi Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Propinsi DKI Jakarta), Budi Hastuti (Kepala Badan Diklat Propinsi DKI Jakarta), dan Fadjar Panjaitan (Sekretaris Daerah Propinsi DKI Jakarta Tahun 2010-2013).

Kapuspenkum menyebutkan pemeriksaan pada pokoknya mengenai keberadaan para saksi selaku Tim Pendamping Pengendalian Teknis yang tidak pernah diketahui oleh para saksi tugas pokok dan fungsinya.

"Namun para saksi menerima honor atas tugas tersebut," katanya.

Kasus tersebut, berbeda dengan kasus pengadaan bus Transjakarta karatan pada 2013 yang salah satunya mantan Kadishub DKI Jakarta, Udar Pristono sebagai tersangka dan ditahan. (pm)



Kekuatan Penyeimbang KMP Terbuka Lebar

Posted: 29 Sep 2014 08:00 PM PDT


Peluang Koalisi Merah Putih (KMP) sebagai kekuatan penyeimbang bagi pemerintahan Jokowi-JK dinilai menjadi semakin terbuka lebar.

Pasalnya, ditolaknya gugatan uji materi terhadap Undang-undang MPR, DPR, DPRD, DPD (UU MD3) oleh Mahkamah Konstitusi (MK), semakin memuluskan jalan KMP untuk merebut kursi pimpinan DPR.

Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin mengatakan, sebagai kekuatan penyeimbang, KMP dapat memanfaatkan posisinya untuk mengontrol kebijakan dari eksekutif yang sekira tidak pro rakyat.

"Apabila ada kebijakan dari eksekutif yang dianggap tidak berkepentingan dengan rakyat, maka legislatif yang didominasi KMP ini bisa lebih berpeluang tidak memuluskan langkah politik Jokowi," kata Said seperti dilansir Sindonews, Selasa (29/9/2014).

Namun, lanjut Said, hal sebaliknya juga akan berlaku jika KMP justru mengambil langkah-langkah yang mengada-ada dan mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan kehendak publik. Maka konsekuensinya, kata Said, rakyat juga tidak akan bersimpati kepada mereka.

"Tidak selalu pemosisian pimpinan (parlemen) itu harus disikapi negatif. Jika KMP ternyata ambil langkah yang misalnya mengada-ada, tentu publik tidak akan memberikan simpati kepada mereka," pungkas Said. (pm)



SBY: Mengapa Saya Bertanya ke Mahkamah Konstitusi?

Posted: 29 Sep 2014 07:32 PM PDT


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belum lama ini menghubungi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva. Komunikasi itu mengenai Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang belum lama ini disahkan DPR lewat sidang paripurna.

Dalam komunikasi melalui sambungan teleon itu, SBY mengaku mengajukan pertanyaan kepada Ketua MK Hamdan Zoelva. Pertanyaan itu, sebagai bentuk konsultasinya selaku presiden ke pimpinan MK.

"Mengapa saya bertanya ke Mahkamah Konstitusi? Karena saya ingin mendapatkan kejelasan tentang tafsir dari Pasal 20 UUD dalam konteks penyusunan undang-undang, yang intinya bahwa RUU menjadi undang-undang manakala mendapatkan persetujuan bersama antara DPR dan presiden," ujar Presiden SBY saat jumpa pers di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Selasa (30/9/2014) dini hari seperti dilansir RMOL.

Hal itu dilakukannya karena UU Pilkada mendapatkan perhatian yang luas dari masyarakat. Yakni ada sikap penolakan yang cukup signifikan terhadap pelaksanaan pilkada melalui DPRD.

"Misalnya, karena secara eksplisit saya selaku presiden belum melakukan persetujuan atas apa yang dihasilkan pada sidang paripurna di DPR kemarin, apakah masih ada jalan untuk tidak memberikan persetujuan," ungkapnya.

Dalam kesempatan itu, SBY juga mengatakan bahwa semula dirinya berencana melakukan pertemuan dengan Ketua MK Hamdan Zoelva.

"Karena kepulangan saya dipercepat, maka tadi di Jepang saya bicara lagi dengan pimpinan MK dan tidak perlu bertemu besok," tuturnya.

Dijelaskan SBY, dalam praktiknya sudah menunjuk sejumlah menteri untuk ikut membahas RUU Pilkada. "Meskipun tidak secara eksplisit bahwa menteri tidak memberikan ampres (Amanat Presiden) persetujuan. Sehingga kesimpulannya tidak ada jalan bagi presiden untuk tidak bersetuju atas hasil rapat paripurna beberapa hari lalu," ungkapnya.

SBY mengaku selaku presiden taat azas dan taat konstitusi. "Apalagi sudah ada pendapat dari MK. Maka siang tadi kami olah lagi untuk presiden tempuh, untuk menyelamatkan sistem pilkada yang saya nilai tepat dari pilkada yang tidak tepat," pungkasnya.(pm)



MIUMI Keluarkan Fatwa Tolak Kesetaraan Gender

Posted: 29 Sep 2014 07:15 PM PDT


Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) menggelar Silaturahim Nasional III di Pondok Pesantren Darul Lughoh wa Da'wah, Bangil, Jawa Timur (Senin, 29/9).

Selain Silatnas, juga sekaligus meresmikan pendirian MIUMI cabang kota-kota di Jawa Timur. Seperti Madura yang akan dipimpin KH. Saifurahman Nawawi, Kediri (Nuruddin Umar), Malang (Faris Khoirul Anam), Jombang (KH. Farid Ma'ruf), Jember (Muhammad Barmawi), Pasuruan (Ahmad Qusyairi), Probolinggo (Idrus Ali), Lumajang (Ishomuddin) dan Mojokerto (Fathurrahman).

"Mohon doa dan dukungannya agar visi misi MIUMI mempersatukan dan memberdayakan potensi ulama muda ahlusunnah wal jamaah diberkahi Allah untuk kejayaan Islam dan umatnya," jelas Pengurus MIUMI Pusat, Ustadz Fahmi Salim, seperti dilansir RMOL Senin malam.

Selain itu, dia menambahkan, dalam Silatnas itu juga MIUMI merilis Fatwa 01/Silatnas-3/MIUMI/IX/2014 tentang Paham Kesetaraan Gender sebagai tindak lanjut Fatwa MUI tentang Paham Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme Agama dan Fatwa MUI tentang Kriteria Maslahat tahun 2005.

Dia menjelaskan, ini adalah fatwa kedua di Indonesia yang menyoroti paham-paham liberal yang merusak sendi-sendi syariat Islam.

Dampak paham yang merusak tersebut antara lain menggugat berbagai aturan dalam warisan, talak, iddah, solat/khutbah jumat, shaf solat, ketentuan kambing aqiqah, batasan aurat, lesbianisme, penghalalan kawin beda agama, yang berbasis pembedaan ketentuan hukum syariat bagi laki-laki dan perempuan.

"Semoga Allah meridhoi dan memberkahi sebagai pedoman umat Islam dalam menolak kesetaraan gender," tandasnya. (pm)



Sri Sultan Minta Semua Pihak Legowo dan Hormati UU Pilkada

Posted: 29 Sep 2014 06:43 PM PDT


Yogyakarta - Gubernur DIY, Sri Sultan HB X meminta agar keputusan soal pilkada oleh DPRD dalam RUU Pilkada yang telah ditetapkan DPR RI dapat dihormati dan diterima. Menurut Sultan, pemilihan lewat DPRD juga demokratis, hanya caranya yang beda.

"Iya, kalau persoalan demokratis itu tetap sama, demokratis," ujar Sultan di Kepatihan, Jumat lalu (26/9). Demikian dilansir media kontan.co.id.

Sultan menegaskan bahwa pemilihan kepala daerah melalui anggota dewan sudah disahkan, maka harus dilaksanakan. Keputusan pemilihan plkada tidak langsung, jangan lalu diartikan dengan kemunduran demokrasi.

"Kan hanya caranya yang beda. Diwakilkan atau tidak, itu aja. Tetap demokratis," tegasnya.
Menurut dia, pilkada dengan cara langsung maupun tak langsung, itu pun masih tetap dalam konteks demokrasi Indonesia. "Demokrasi itu tidak hanya dilihat secara prosesnya saja," ucapnya.

Namun demikian, kata Sultan, dengan pilkada tidak langsung, maka setiap anggota dewan dituntut harus mampu menyerap aspirasi rakyat. Siapa tokoh yang bisa memimpin daerah dan mampu memperhatikan rakyat, dia yang harus dipilih.

"Permasalahannya, anggota dewan berkomunikasi dengan rakyat apa enggak? Jika bisa menyerap aspirasi rakyat dengan dialog, sebenarnya tidak jadi masalah," pungkasnya.

*sumber: kontan.co.id
(foto: JIBI)


[UU APBN 2015 Disahkan] Fahri Hamzah: "Ayo fokus mas Jokowi-JK. ..jangan urus pilkada"

Posted: 29 Sep 2014 06:04 PM PDT


Sidang Paripurna DPR RI akhirnya mengesahkan Undang-Undang (UU) APBN 2015, Senin (29/9/2015). UU ini menjadi modal utama pemerintahan Jokowi-JK yang rencananya akan dilantik 20 Oktober mendatang.

Dalam UU APBN 2015 ini pemerintahan Jokowi-JK mendapat modal besar diatas 2 Triliun setahun, tepatnya sebesar Rp 2.039,5 triliun. Jumlah ini meningkat dibanding APBN 2014 yang "hanya" berjumlah Rp 1.842,49 triliun. Modal besar yang diberikan DPR ini untuk menjalankan roda pemerintahan Jokowi-JK merealisasikan janji-janji mensejahterakan rakyat.

Oleh karenanya, DPR minta agar Jokowi-JK lebih fokus untuk menyiapkan program-program konkrit pemerintahan dan tidak malah terlibat perdebatan seputar Pilkada.

"Ayo fokus mas Jokowi-JK. ..jangan urus pilkada ..siapkan program konkret...uang sudah disiapkan tuh.#ModalJokowi," ujar Fahri Hamzah dalam twitnya usai mengikuti Sidang Paripurna DPR, Senin (29/9).

Fahri menyampaikan modal besar yang diberikan DPR ini cukup untuk mensejahterakan rakyat seperti janji Jokowi.

"UU APBN baru disahkan dan APBN 2015 tembus Rp. 2.039,5Triliun. Dengan modal gede itu Jokowi-JK sebetulnya punya ruang yg lebih besar sejahtera rakyat. #ModalJokowi," lanjut Anggota DPR yang kembali terpilih di periode 2014-2019 ini dari Dapil NTB.

Asumsi-asumsi APBN 2015

Seperti dilaporkan Liputan6.com, Sidang Paripurna dimulai pukul 15.15 WIB. Dihadiri 286 anggota fraksi, rapat ini merupakan pengambilan keputusan atas RUU APBN 2015 yang diketuai Mohamad Sohibul Iman (Wakil Ketua DPR dari PKS).

"Kami sahkan RUU APBN 2015 menjadi UU APBN 2015," kata Sohibul Iman seusai mendapat persetujuan dari seluruh anggota DPR.

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Ahmadi Noor Supit mencatat pertumbuhan ekonomi 5,8 persen, inflasi 4,4 persen, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) Rp 11.900, tingkat suku bunga SPN 3 bulan 6 persen, Indonesia Crude Price (ICP) sebesar US$ 105 per barel.

Sedangkan produksi (lifting) minyak bumi 900 ribu barel per hari, lifting gas bumi 1.248 ribu setara barel minyak per hari. Kuota BBM bersubsidi di 2015 disepakati sebesar 46 juta kiloliter (Kl).

Dari asumsi tersebut, pendapatan negara disepakati sebesar Rp 1.793,6 triliun dan belanja negara sebesar Rp 2.039,5 triliun, dengan defisit anggaran mencapai Rp 245,9 triliun atau 2,21 persen terhadap Product Domestik Bruto (PDB).

Pendapatan negara tersebut sebagian besar berasal dari pendapatan dalam negeri Rp 1.790,3 triliun, yaitu penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.380 triliun, penerimaan negara bukan pajak Rp 410,3 triliun serta hibah Rp 3,3 triliun.

Sementara, belanja negara sebesar Rp 2.039,5 triliun terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp 1.392,4 triliun dan dana transfer ke daerah serta dana desa sebesar Rp 647 triliun. Belanja pemerintah pusat terdiri atas belanja Kementerian Lembaga Rp 647,3 triliun dan belanja non Kementerian Lembaga Rp 745,1 triliun.

Sedangkan subsidi energi dianggarkan sebesar Rp 344,7 triliun, terdiri dari subsidi BBM, BBN, LPG, dan LGV ditetapkan Rp 276,01 triliun dan subsidi listrik Rp 68,68 triliun.

Penerimaan migas Rp 312,97 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) migas Rp 13,99 triliun dan cost recovery US$ 16 miliar, pendapatan mineral dan batu bara Rp 24,599 triliun dan PNBP mineral dan batu bara Rp 16,06 triliun. Dan untuk target dividen BUMN dalam draft tersebut disebutkan sebesar Rp 44 trilun.

Sementara pembiayaan anggaran yang ditetapkan untuk menambal defisit 2015 sebesar Rp 245,89 triliun berasal dari pembiayaan utang Rp 254,8 triliun dan pembiayaan non utang sebesar Rp 8,96 triliun.

Menteri Keuangan, Chatib Basri mengatakan, pengajuan sedikit berbeda karena berbarengan dengan masa transisi, sehingga penetapan RUU lebih awal di September 2014. Kebijakan bisa lebih luas untuk lima tahun ke depan dalam RPJMN 2014-2019.

Dia meyakini beberapa substansi dalam APBN 2015 seperti anggaran bersifat baseline, tingkat defisit yang lebih rendah untuk mempersiapkan antisipasi fiskal dalam kebijakan baru dapat memberikan ruang fiskal yang cukup dan memfasilitasi proses transisi dengan lebih baik.

"Penurunan defisit anggaran memberikan sinyal positif bagi masyarakat, para pemangku kepentingan dan pelaku usaha, baik di dalam maupun luar negeri untuk penetapan APBN 2015 yang lebih sustainable," kata dia.  

Chatib membeberkan beberapa kebijakan penting dalam belanja negara 2015, antara lain adanya efisiensi anggaran subsidi energi dengan didukung kebijakan alokasi subsidi yang lebih tepat sasaran, mengurangi konsumsi BBM bersubsidi secara bertahap serta mendukung pengembangan energi baru dan terbarukan.

Selain itu, sambungnya, mendukung pencapaian sasaran pembangunan yang berkelanjutan, antara lain melalui dukungan pembangunan konektivitas nasional, percepatan penanggulangan kemiskinan, serta peningkatan daya saing ketenagakerjaan.

Kemudian, meningkatkan dan memperluas akses pendidikan yang berkualitas, serta meningkatkan kualitas pelaksanaan SJSN, termasuk peningkatan kualitas dan efisiensi belanja.

Terakhir, pengalokasian dana desa tahun 2015 untuk menjadi stimulus dalam mendorong percepatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa secara efisien dan efektif yang sejalan dengan prinsip governance.

"Pemerintah dalam RAPBN 2015 juga menyiapkan dana untuk belanja prioritas sebesar Rp 8,2 triliun yang terdiri atas cadangan perlindungan sosial kompensasi BBM sebesar Rp 5 triliun dan cadangan penyesuaian anggaran pendidikan Rp 3,2 triliun," ucap Chatib.



FHK2I Daulat Demokrat, PKS, dan PAN Pahlawan Honorer

Posted: 29 Sep 2014 05:37 PM PDT


Suasana di depan gedung DPR RI saat sidang Paripurna DPR, Kamis (25/9/2014) 

JAKARTA -- Forum Honorer Kategori Dua Indonesia (FHK2I) terus mengelu-elukan politisi Komisi II DPR RI khususnya Partai Demokrat, PKS, dan PAN. Forum ini malah menyebut mereka sebagai "pahlawan" honorer.

"Yang terus mendorong diadakan sisipan waktu penyelesaian honorer K2 di raker pembahasan RUU Administrasi Pemerintahan pada 24 September kemarin adalah Pak Khotibul Umam (PD), Pak Gamari Sutrisno (PKS), dan Pak Hakam Naja (PAN)," kata Ketum FHK2I Titi Purwaningsih kepada jppn, Senin (29/9).

Titi yang didamping Ketua I FHK2I Nunik Nugroho mengatakan, para politisi itu yang selalu mereka sambangi ketika di DPR RI. "Ternyata beliau-beliau benar-benar berhati mulia dan bertekad untuk ikut mendorong agar segera menyelesaikan honorer K2," pujinya.

Kalau bukan karena tekad para politisi itu kata dia, tidak mungkin di pembahasan RUU Adpem ada pembahasan tentang K2. Saat ini FHK2I tengah melakukan koordinasi di daerah untuk mempercepat verifikasi validasi (verval) data honorer K2 yang tidak lulus tes. Sebab, masih banyak daerah yang belum melakukannya. Bahkan ada kepala daerah yang menolak untuk melakukan verval.

Sebagaimana diberitakan, rapat paripurna DPR berhasil mengesahkan Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan (Adpem) menjadi undang-undang di hari-hari terakhir masa bhakti DPR periode 2009 – 2014, Jumat (26/9). Setelah berlakunya undang-undang ini, ke depan tidak ada lagi kriminalisasi kebijakan.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Azwar Abubakar mengatakan, kehadiran undang-undang ini diharapkan bisa menjadi landasan hukum untuk mengenali sebuah keputusan dan tindakan sebagai kesalahan administrasi atau  penyalahgunaan wewenang yang berujung pada tindak pidana.

"Pembuat keputusan tidak mudah dikriminalisasi yang melemahkan mereka dalam melakukan inovasi pemerintahan," ujar Azwar saat menyampaikan pendapat akhir pemerintah pada rapat paripurna DPR pengambilan keputusan terhadap RUU tentang Adpem di Gedung DPR, Jumat (26/9).

Selain itu, kehadiran undang-undang tentang Administrasi Pemerintahan  sekaligus menjaga agar badan atau pejabat pemerintahan tidak mengambil keputusan atau tindakan sewenang-wenang. "Masyarakat terlindungi dari kesewenang-wenangan dan praktek mal-administrasi yang dilakukan pejabat," imbuhnya.

UU Adpem ini memuat kejelasan jenis-jenis kewenangan atribusi, delegasi, dan mandat, kejelasan tanggung jawab terhadap kewenangan agar terdapat kejelasan tanggung jawab dan tanggung gugat terhadap pelaksanaan kewenangan. Selain itu, lanjut Azwar, UU ini mengatur larangan penyalahgunaan wewenang, sehingga badan atau pejabat pemerintahan dalam membuat keputusan atau tindakan sesuiai dengan batas kewenangan yang dimiliki.

Sidang paripurna pengesahan RUU Adpem yang semula diagendakan tanggal 25 September, sempat tertunda lantaran pada hari yang sama DPR menggelar sidang paripurna untuk mengesahkan sejumlah RUU. Salah satunya RUU tentang Pilkada yang berjalan alot  dan harus melalui beberapa kali loby serta harus dipambil keputusan melalui voting. (sumber: jppn)



Gara-Gara UU Pilkada, Lembaga Survei Banyak Kehilangan Proyek

Posted: 29 Sep 2014 05:03 PM PDT


Ilustrasi: Rilis sebuah hasil survei (sumber: TEMPO)

JAKARTA – Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada menjadi UU Pilkada memiliki dampak bagi lembaga survei. Salah satu poin dalam UU Pilkada yakni pemilihan kepala daerah oleh DPRD.

Padahal selama ini lembaga survei banyak yang mengandalkan survei politik pemilihan kepala daerah.

"Dampaknya pasti terasa bagi lembaga survei politik, kalau hanya sekadar memenuhi pesanan untuk mensurvei elektabilitas kandidat sebagai kerjaan utama dia akan punah sendirinya," kata Firman Noor pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), seperti dilansir ROL, Senin (29/9).

Namun, Firman menegaskan pekerjaan lembaga survei lebih luas dari sekadar survei politik. Di negara maju, lanjutnya, lembaga survei juga mensurve RUU apakah bisa diterima masyarakat atau tidak. Selain itu juga mensurvei kebijakan pemerintah apakah bisa diterima masyarakat.

"Levelnya bukan pemenangan kandidat tapi program kebijakan pemerintah atau oposisi," imbuhnya.

Jika lembaga survei hanya sekadar pemenangan kandidat, dipastikan akan berakhir. Namun, jika memaknai survei dalam arti luas akan relevan dengan perkembangan saat ini. Tapi juga perlu dikaji apakah ada politisi partai atau anggota dewan butuh lembaga survei dalam mengkritisi kebijakan pemerintah.

Menurut Firman, sejauh ini pemasukan terbesar mayoritas lembaga survei di bidang politik untuk mengukur elektabilitas kandidat.

Oleh sebab itu, lembaga survei harus merespon sebaik mungkin UU Pilkada dan menjadi lembaga survei yang sesungguhnya. Lembaga survei harus menyusun strategi untuk bertahan. Mereka diharapkan tidak sekadar menjadi tim sukses atau instrument pemenangan kandidat.

"Untuk saat ini belum mengarah ke sana. Ke depan lembaga survei harus menjadi instrument akademis untuk mengukur kepuasan public," imbuhnya.


Jokowi Pembawa Masalah dan Pengundang Musibah Bagi Umat Islam

Posted: 29 Sep 2014 04:47 PM PDT



Berikut wawancara Habib Muhammad Rizieq Syihab Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) dengan media Suara Islam yang dipublikasikan Senin, (29/9/2014):

Bagaimana pandangan Habib dengan terpilihnya Jokowi-JK sebagai presiden dan wakil presiden saat ini?

Kemenangan Jokowi sebagai Presiden sudah diduga banyak orang, karena memang sejak jauh sebelum Pilgub DKI semua media habis-habisan menokohkan dan membesarkannya, sehingga Jokowi menjadi "icon" perjuangan rakyat kecil. Dengan modal itu dia memenangkan Pilgub DKI dan dengan modal itu pula dia memenangkan Pilpres 2014.

Ada dua orang dalam Tim Transisi Jokowi-JK beragama non Islam, bagaimana?

Wajib diwaspadai!  Karena itu bisa jadi "Pintu Masuk Emas" bagi kalangan non Islam untuk menguasai dan mengendalikan sistem.

Di Solo dan Jakarta, Jokowi meninggalkan pemimpin non Islam, bagaimana pandangan Habib?

Sudah saya nyatakan sejak lama bahwa Jokowi adalah pembawa masalah dan pengundang musibah bagi Umat Islam, karena untuk meraih jabatan dan kekuasaan, dia tidak peduli  walau harus meninggalkan orang kafir sebagai pemimpin umat Islam.

Di daerah-daerah mayoritas non Islam, Jokowi memenangkan suara. Bagaimana Habib melihat hal ini?

Tentu saja dia menang di wilayah non Islam, bagaimana tidak ?! Dia dikenal sebagai Tokoh Pluralis yang senang membela kepentingan umat agama lain di luar Islam, walau harus mengorbankan umat Islam sendiri.

FPI Jakarta menolak Ahok sebagai gubernur DKI, mengapa demikian?

Bagus ! Sikap FPI DKI Jakarta sudah sangat bagus, karena mengacu kepada AD / ART FPI yang senafas dan sejalan dengan Syariat Islam Alasan FPI DKI Jakarta pun sudah sangat jelas bahwa Ahok kafir, dan orang kafir tidak boleh memimpin umat Islam !

Ditambah lagi Ahok kasar dan tidak bermoral. Lihat saja ucapan dan sikapnya seperti preman. Dia sebut pegawainya sendiri sebagai binatang, dan dia sebut Ormas Islam munafiq, lalu dia hina DPRD seenak waduknya, belakangan dia tantang FPI Jakarta bak Pendekar China Mabok.

Indonesia kan katanya negara demokrasi yang membolehkan orang non Muslim jadi Gubernur bahkan jadi Presiden sekali pun?

Siapa bilang Indonesia negara demokrasi?  Indonesia ini Negara Musyawarah yang berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa. Siapa itu Tuhan Yang Maha Esa?  Dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea ketiga ada keterangan konstitusional bahwa yang dimaksud dengan Tuhan Yang Maha Esa adalah "Allah Yang Maha Kuasa". Dengan demikian arti Tuhan Yang Maha Esa adalah Allah Subhaanahu Wa Ta'aala.

Jadi, secara konstitusional bahwa Dasar Negara RI adalah Tauhid yaitu Ketuhanan Yang maha Esa yang tidak lain dan tidak bukan adalah Allah Subhaanahu Wa Ta'aala. Nah, di NKRI yang Dasar Negaranya adalah Tauhid untuk Allah Subhaanahu Wa Ta'aala, mana boleh orang kafir memimpin umat Islam!

Tapi berdasarkan perundang-undangan Ahok secara otomatis menjadi Gubernur DKI Jakarta manakala Jokowi sudah secara resmi mundur dari jabatan Gubernurnya untuk dilantik sebagai Presiden RI ?

Ya, tapi jangan lupa perundangan-undangan yang di maksud kan hanya sebatas Hukum Sipil, sementara di Indonesia ada tiga Sistem Hukum yang diakui negara, yaitu : Hukum Agama, Hukum Adat dan Hukum Sipil. Nah, Hukum Agama Islam sebagai agama mayoritas warga Jakarta mengharamkan orang kafir jadi Gubernur, begitu juga Hukum Adat Betawi yang menganggap orang kafir sebagai "najis" yang tidak boleh memimpin Betawi. Jadi, walau pun Hukum Sipil membolehkan, tapi Hukum Agama dan Hukum Adat melarang, sehingga posisinya 1 : 2 dong. Karenanya, jangan ngotot untuk memaksakan Hukum Sipil di atas Hukum Agama dan Hukum Adat.

Selain itu, jangan lupa juga bahwa berdasarkan perundang-undangan pun DPRD berhak menolak pelantikan Ahok, bahkan berhak mengajukan permohonan pemecatan Ahok sebagai Wagub DKI Jakarta ke Mendagri, karena penghinaannya kepada DPRD dan sikap sombong dan angkuhnya yang sering menentang dan menantang Mendagri, bahkan arogan dan preman serta tidak bermoral.

Ingat : Bupati Garut Aceng Fikri bisa diberhentikan oleh Mendagri karena penolakan DPRD hanya lantaran persoalan "kawin lagi" yang sangat pribadi, apalagi soal perilaku Ahok yang arogan dan amoral!

Justru, jika DPRD DKI Jakarta tetap "ngotot" melantik Ahok sebagai Gubernur DKI, kami balik bertanya : Ada apa?  Di mana itu Koalisi Merah Putih yang katanya solid? Apa sudah luntur warnanya kena keringat Babi?  Atau apa "Pancasila" sudah berubah jadi "Panca Gila"?

Saya ingatkan kepada seluruh anggota DPRD DKI Jakarta yang beragama Islam, dari partai mana pun : Ini Jakarta Bung!  Masyarakat aslinya Betawi identik dengan Islam. Dan warganya yang sangat heterogen mayoritas juga beragama Islam. Jangan kalian gadaikan Islam hanya untuk "seekor" Ahok!

Bagaimana kalau Ahok masuk Islam?

Alhamdulillaah, kita sambut dengan gembira. Namun perilaku Ahok yang arogan tetap harus jadi pertimbangan DPRD dalam pelantikannya sebagai Gubernur DKI Jakarta, karena Gubernur DKI Jakarta wajib seorang Muslim yang beriman dan bertaqwa serta berakhlaq mulia.  Jadi tidak cukup hanya dengan beragama Islam saja.

CSIS nampaknya akan semakin kuat menjadi tangki pemikir Jokowi, bagaimana pandangan Habib?

CSIS itu berbahaya ! Sejarah mencatat bagaimana saat CSIS menjadi Thinh Tank Orde Baru, membangun Bank Syariah saja dijegal habis-habisan. Dan lebih dari tujuh puluh Perda Syariah disikat habis. Umat Islam pun selalu dihadap-hadapkan dengan Pancasila, dan Ormas Islam dikatagorikan sebagai Bahaya Laten Kanan, sehingga harus selalu diawasi dan dibonsai.

Sebagian kalangan mengharapkan Jusuf Kalla dapat mengerem laju sekulerisme PDIP-Jokowi, bagaimana menurut Habib?

Kita tidak bisa banyak berharap dengan seorang JK, karena JK sendiri selama ini dikenal sebagai seorang yang sangat anti penerapan Syariah Islam.

Sebelum Pilpres, Tim Jokowi melontarkan program-program yang menakutkan bagi umat Islam seperti: penghapusan kolom agama di KTP, penghapusan Perda Syariat dll. Bagaimana prediksi Habib, apakah hal-hal seperti itu akan dilakukan?

Jokowi dan sekutunya tidak mudah melakukan itu semua, karena akan berhadapan dengan Koalisi Merah Putih dari Pusat hingga Daerah, dan juga berhadapan dengan Otonomi Daerah. Belum lagi berhadapan dengan Para Tokoh Habaib dan Kyai serta Ormas-Ormas Islam. Kalau dia paksakan juga, maka dia bisa rontok dan ambruk di tengah jalan.

Kompas dan Metro TV habis-habisan membackup berbagai program Jokowi, bagaimana pandangan Habib?

Itu karena memang Kompas dan Metro berada dalam satu garis dengan Jokowi yaitu Garis Sepilis (Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme), sehingga mudah bersimbiosis, hanya saja Jokowi belum menjadi Liberal sejati, sehingga masih ada harapan "mengislamkannya". Sedang Kompas dan Metro sudah jadi Liberal sejati yang sangat berbahaya, sehingga hanya "keajaiban" dari Allah Swt yang bisa "mengislamkannya".

Di antara berbagai kementerian yang ada, kementerian mana yang umat perlu sangat waspada?

Ada dua jabatan Menko dan tujuh jabatan Menteri vital yang harus diwaspadai, karena jika jatuh ke tangan Kafir atau Liberal atau Aliran Sesat apa pun sangat fatal akibatnya, yaitu : Menko Polhukam dan Menko Ekuin, lalu Menag, Mendiknas, Mendagri, Menlu, Mensesneg, Menkeu dan Menhan.

Kompas dan Jokowi habis-habisan mendukung Pilkada langsung. Apa kira-kira dampak pilkada langsung ini bagi umat?

Pilkada langsung itu lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Oleh sebab itu FPI sejak tahun 2012 sudah mengusulkan ke Pemerintah dan DPR RI agar Pilkada dilaksanakan cukup via DPRD saja. Ada dua belas alasan yang diajukan FPI.

Pertama, sesuai dengan Asas Musyawarah. Kedua, sesuai dengan Sila keempat Pancasila. Ketiga, menekan biaya Pilkada. Keempat, meredam konflik horisontal. Kelima, mencegah pembodohan rakyat. Keenam, mencegah pembudayaan money politic di tengah masyarakat.

Lalu Ketujuh, menjamin Asas Proporsional agar minoritas tidak memimpin mayoritas, sehingga kepemimpinan daerah lebih legitimate. Kedelapan, menjamin kualitas Kepala Daerah karena via seleksi DPRD. Kesembilan, mempermudah pemberhentian Kepala Daerah bermasalah. Kesepuluh, mencegah lahirnya Raja-Raja kecil yang bisa sebabkan disintegrasi bangsa.

Ada pun Kesebelas, mempermudah antisipasi money politic di kalangan DPRD dari pada di kalangan masyarakat luas. Dan keduabelas, mempermudah KPK menyelidiki dan menangkap pelaku money politic di kalangan DPRD daripada di kalangan masyarakat luas.

Apa sikap yang harus diambil umat melihat pemerintahan/kabinet Jokowi nanti?

Kita harus terus berdoa kepada Allah Swt agar Jokowi-JK mendapat limpahan Taufiq dan Hidayah, sehingga tampil sebagai Presiden dan Wakil Presiden Ri yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta cinta kepada negeri dan rakyatnya. Dengan demikian mereka selalu dalam lindungan Allah SWT dalam setiap langkah dan putusannya, termasuk penyusunan kabinetnya, sehingga bisa membawa Indonesia menjadi Baldah Thayyibah.

Dan kita tetap harus selalu mendukung serta mematuhi semua kebijakan Jokowi - JK selama sejalan dengan Syariat Islam. Dan kita juga tetap wajib menolak dan menentang serta melawan semua kebijakan mereka yang bertentangan dengan Syariat Islam.

Ingat Pesan Nabi Saw : "Laa Thaa'ata Li Makhluuqin Fii Ma'shiyatil Khaaliq, innamath Thaa'atu Fil Ma'ruuf." Artinya, tidak ada ketaatan kepada makhluq mana pun dalam maksiyat kepada Khaliq (Sang Pencipta), sesungguhnya ketaatan itu hanya berlaku dalam kebaikan."

[Nuim Hidayat]

*sumber: http://www.suara-islam.com/read/index/12060/Jokowi-Pembawa-Masalah-dan-Pengundang-Musibah-Bagi-Umat-Islam