Selasa, 18 Februari 2014

PKS PIYUNGAN

PKS PIYUNGAN


Agar Pintu-Pintu Kebaikan Berlimpah

Posted: 18 Feb 2014 02:44 PM PST


SUATU hari, aku bersimpuh di pelataran Masjid al-Haram sambil menikmati munajat kepada Allah. Demikian Aidh al-Qarni menuangkan kisahnya dalam karya monumental, La Tahzan.

Kala itu kota Makkah sedang dipanggang oleh terik matahari. Kira-kira waktu Dzuhur masih tersisa satu jam lagi. Tiba-tiba seorang laki-laki tua melintas di hadapanku. Kedua tangannya memegang gelas-gelas berisikan air Zam-zam. Tampak jemari keriput itu menggenggam erat. Seolah ingin memastikan, tak ada air yang tumpah dari wadah yang berbahan plastik itu.

Dengan santun, ia lalu menghampiri setiap manusia yang ada di sekelilingnya. Menawarkan seteguk air Zam-zam segar di siang hari yang terik. Demikian seterusnya, pria sepuh itu tak henti membasuh leher-leher tamu Baitullah dengan air Zam-zam. Serta merta orang-orang di sekitarnya turut menatap perbuatan orang itu. Seolah ikut menunggu, kapan kemuliaan itu datang menghampiri mereka. Meneguk air Zam-zam yang mulia dari sodoran laki-laki berhati mulia itu.

Tak jauh darinya, aku hanya bisa membatin. Aidh al-Qarni meneruskan ceritanya. Aku terpana melihatnya tersenyum ketika menawarkan segelas air Zam-zam. Serta menyaksikan senyum itu kembali mengembang lebar kala orang-orang berterima kasih kepadanya. Sungguh, meraup kebaikan itu sangatlah mudah bagi orang-orang yang dilapangkan hatinya oleh Allah. Sebagaimana orang-orang ihsan itu sangatlah banyak di sekitar kita. Semuanya berpulang kepada Allah sebagai Pemilik seluruh kemuliaan di jagat raya.

Bagi orang beriman, tanda kebagusan iman itu, salah satunya terpancar lewat kecintaan kepada kebaikan. Mereka senantiasa menyukai kebaikan dan berharap kebaikan itu juga ada pada saudaranya yang lain. Sebaliknya mereka benci dan turut merasakan lara kala keburukan itu menimpa saudaranya.

Sejatinya, perbuatan baik itu meruahi kehidupan orang-orang beriman. Begitu banyak kebaikan dan sejatinya peluang berbuat ihsan itu selalu ada di hadapan kita. Hanya satu soalan lagi, sudahkah kita benar-benar bermohon kepada Allah agar dimudahkan melakukan kebaikan-kebaikan yang berlimpah itu. Sebab kebaikan serta kemudahan itu hanya milik Allah semata. Dia memberikan hidayah-Nya kepada siapa yang Dia kenan untuk ditunjuki.

Sahabat, mari sejenak menengok lembaran sejarah. Di sana orang-orang shalih terdahulu (salaf shalih) berbaris rapi dengan kumpulan prestasi kebaikan mereka.

Kita awali dengan sahabat Abu Bakar Radhiyallahu anhu. Pemilik gelar ash-Shiddiq ini rela menghabiskan harta demi tegaknya syariat Islam.

Ada putra al-Khaththab, di malam yang dingin lagi pekat, ia justru memilih keluar rumah untuk berpatroli sendirian. Selain memastikan keamanan warganya, Umar juga khawatir jikalau di antara penduduk kota Madinah ada yang masih berbelit kelaparan di saat yang lain sedang menikmati tidur pulasnya.

Juga ada Abdullah bin al-Mubarak Rahimahullahu. Seorang tabi'in yang terkenal dengan berbagai kemuliaan jiwa yang melekat. Salah satunya, ia pernah membatalkan niatan berhaji yang direncanakan sejak awal. Ibnu al-Mubarak tak ingin ada anak tetangganya yang meringis kelaparan. Untuk itu, seluruh tabungan hajinya ludes demi menyenangkan hati sang tetangga.

Terakhir, tentu saja, jangan lupakan kisah laki-laki sepuh di atas. Jiwa yang mulia itu lalu memilih kebaikan dengan cara tersendiri. "Hanya" memberi minum sekumpulan jamaah di Masjid al-Haram. Masing-masing diberi segelas air Zam-zam segar, sambil tersenyum ramah.

Jika pintu-pintu kebaikan itu benar-benar melimpah. Lalu apa sebenarnya yang menghalangi diri ini dalam mengerjakan kebaikan? Mengapa terkadang ada waktu yang berlalu, ada hari yang terlewatkan tanpa ada kebaikan yang kita lakukan?

Sungguh, jiwa yang nista ini harus mengaku dan memohon ampun di hadapan Allah. Betapa ia seringkali lalai dari bersyukur kepada Allah. Dirinya berbalut nikmat tapi ia lupa akan titah Sang Pemberi nikmat. Nastaghfirullah wa natubu ilaihi.


*Masykur Abu Jaulah, Hidayatullah


PKS Bantu Warga Bersihkan Abu Jalan

Posted: 17 Feb 2014 09:37 PM PST


suaramerdeka.com - Abu di jalanan kota Kebumen pasca terjadinya hujan abu yang berasal dari letusan gunung kelud sangat mengganggu aktivitas para pengguna jalan di Kebumen. Beberapa kader dan relawan PKS Kebumen terjun ke jalanan bersihkan abu gunung Kelud di beberapa jalan di Kebumen.

Acara yang sebenarnya dimulai pada hari Jumat malam (14/02) ini menjadi pemandangan langka di Kebumen, sehingga banyak warga sekitar dan masyarakat umum yang berlalu-lalang di jalan melihat aksi cepat tanggap kader-kader PKS Kebumen ini.  Tidak hanya melihat pada akhirnya beberapa wargapun bersampur dengan para kader-kader PKS Kebumen turut membersihkan jalan bersamaan.

Pada awalnya Kader dan Relawan PKS Kebumen berniat untuk membersihkan jalan di seputar-alun alun Kebumen. Alat yang digunakan berupa mesin sedot air yang disambungkan ke sumur warga sebagai suplay airnya.

Namun karena air di sumur cepat habis dan juga pada waktu yang sama BNPB Kabupaten Kebumen juga melakukan program yang sama, setelah melakukan koordinasi secukupnya akhirnya kader dan relawan PKS Kebumen memutuskan melanjutkan aksinya di Jalan Pemuda  Kebumen dimana disana terdapat suplay air yang sangat banyak dari aliran sungai di sepanjang Jalan Pemuda Kebumen.

Keesokan harinya kader dan relawan PKS Kebumen melanjutkan aksinya dengan masuk ke salah satu gang di Jalan Pemuda Kebumen dan membersihkan jalan lingkungan di sekitar Masjid Darussalam Desa Panjer Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen.

*sumber: suaramerdeka


Wawancara VIVAnews dengan Presiden PKS Anis Matta

Posted: 17 Feb 2014 05:00 PM PST


Berikut petikan wawancara VIVAnews dengan Presiden PKS Anis Matta.

Setelah kasus mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq di KPK, suara PKS diprediksi turun. Tapi, PKS optimistis meraih tiga besar. Bisa dijelaskan?

Alhamdulillah, sekarang kita sudah kembali ke lima besar, kita nomor 5. Golkar dan PDIP di dua teratas. Gerindra di urutan ketiga, keempat Demokrat.

Di survei ini, ada gejala stagnasi semua partai menengah, jadi jarak antara partai nomor 3-10 itu ada dalam batas margin of error, jadi kemungkinan paling valid diantara 7 partai ini range-nya antara 3-7 persen. Karena selisihnya sedikit, jadi peluang 3,4-10 itu masih ketat. Sehingga kalau diprediksi kami itu ya kira-kira 9 partai parlemen sekarang lolos threshold ditambah satu. Sehingga, suara yang terdistribusi secara merata itu suara di kelompok partai tengah. Tapi juga suara partai di posisi 1 dan 2 ini juga tidak akan ada partai yang suaranya terlalu besar, tidak sampai 20 persen. Pemilu 2009, Demokrat yang memiliki presiden juga suaranya hanya kisaran 20 persen.

Kalau analisis survei kami ini, partai-partai yang di 1-2 ini agak berbeda partai tengah karena mereka tetap eksis di daerah pemilihan (dapil) yang kursinya di bawah 5, ada 7 dapil yang kursinya itu ada 3 seperti Babel, Kepri, Gorontalo, Maluku Utara, Papua Barat. Yang kursinya 4 ada Bengkulu, Maluku. Di tempat-tempat yang kursinya sedikit ini partai 1-2 itu kursinya masih dapat. Tapi, dapil yang kursinya 5-10, susah sekali mendapatkan kursinya lebih dari 2, di sini yang akan menjadi perebutan, partai-partai tengah bertarungnya di sini, seluruh dapil di pulau Jawa dan sebagian di Sumatera.

Ada lagi, faktanya adalah gabungan antara undecided voter dan swing voter. Keyakinan akademik saya, 30 persen masih undecided voter. Tapi, dari 70 persen yang sudah memutuskan ini kemungkinan berubahnya 40-50 persen.

Itu kalau nominal berapa?

Sekarang, kalau ditambah antara yang undecided voter dengan yang swing voter ini kira-kira sekitar 60 persen. Kemungkinan 20-30 juta. Yang undecided sama swing voter kira-kira 50 juta. Itu besar sekali. Tapi, kalau di Pilpres lebih tinggi, di Pilpres swing voter sampai 60 persen. Jadi kalau survei pilpres dengan orang-orang yang ada sekarang, mau dibolak-balik bagaimanapun akan relatif sama. Karena apa, karena tidak ada alternatif, kan? Tidak ada alternatif.

Kalau kita bandingkan dengan 2009, pada 2008 sudah kelihatan Demokrat menang, kan? Bulan-bulan ini sudah kelihatan pemenangnya Demokrat. Kalau sekarang ini kan konsolidasi itu tidak sedahsyat 2009 itu.

Peta ini akan berubah lagi kalau judicial review-nya Yusril di MK diterima, jadi nanti pemilu tidak serentak tapi presidensial threshold dihapus. Kalau itu dihapuskan kemungkinan akan ada banyak capres. Paling sedikit 8.

Faktor Jokowi bagaimana? Ada temuan survei kalau partai mengumumkan akan mencapreskan Jokowi maka elektabilitasnya naik?

Faktor Jokowi ada. Tapi, kami sedang mempelajari apakah faktor Jokowi ini hanya berdampak ke dirinya, ataukah berefek ke yang lain juga.

Maksudnya?

Begini, Jokowi ini dipakai oleh PDIP untuk kampanye pilkada di semua pilkada besar, ini yang sedang kita pelajari ada split atau tidak.

Kalau menurut kami, sebenarnya PDIP itu sudah melakukan dua hal bagus, sebelum adanya fenomena Jokowi ini, yang pertama konsistensi Megawati sebagai oposisi. Harus kita akui. Dalam sepuluh tahun ini, PDIP ada di luar pemerintahan, tapi mereka tidak pecah, solid. Padahal suara PDIP terus turun. Dari 30an ke 19 kemudian turun lagi, itu tidak membuat pecah meski dirayu masuk ke kabinet. Dari situ orang respek pada Megawati.

Yang kedua, ada kebijakan penting Megawati sejak 2009, mendorong kader mudanya maju di Pilkada. Mereka sepertinya tidak hitung soal menang kalah, pokoknya maju saja. Ganjar Pranowo maju, Jokowi, Rieke, Bambang DH, Effendi Simbolon, Puspayoga, semua disuruh maju, kalah menang itu urusan lain. Ini ada hasil, kan? Megawati memberi konfiden besar kepada PDIP. Saya kira dua faktor ini harus kita akui. Jadi kalau misal Mega punya alasan konfiden untuk maju lagi, sebenarnya ini memang kebijakan dia.

Ada prediksi survei PDIP raih 19 persen di Pemilu 2014. Kalau berdasarkan survei PKS itu bagaimana?
Kalau 19 persen mungkin. Itu kan angka mereka di 2004. Pada 1999 dapat 34 kemudian 2004 turun jadi 19 dan turun lagi jadi 14 pada 2009, sekarang dapat angka sama dengan 2004 itu mungkin. Tapi, itu kan survei popular vote, kan? Kalau electoral vote, kaitannya dengan kursi saya kira lebih tinggi Golkar.

Kalau dari kajian yang dilakukan PKS itu ternyata Jokowi punya efek keluar, akankan PKS capreskan Jokowi juga?

Pertimbangan PKS itu sekarang juga akan melakukan uji publik pada semua kader. Karena tahap sekarang ini, sejak diberlakukannya UU Otonomi Daerah, pilkada langsung itu kan umumnya kita mendorong orang lain, kan? Sejak 2009 ke atas, kita mendorong kader. Kita tidak takut soal menang kalahnya tapi uji publiknya. Antisipasi ini, kalau judicial review-nya Yusril diterima.

Kan judicial review-nya itu mirip dengan Effendi Gazali yang sudah diputus?

Mirip. Kalau Effendi kan fokus pemilu serentaknya, sementara yang Yusril ini penghapusan presidensial threshold. 2019 bakal digelar pemilu serentak tanpa threshold. Kalau ini diterima, 2014 ini tidak serentak tapi tidak pakai presidensial threshold.

Kalau itu diterima, PKS mencalonkan pasangan capres cawapres semuanya kader atau koalisi?

Kalau Yusril ini menang kemungkinan semua partai mencalonkan sendiri.

Soal Pilpres, PKS juga membuat semacam konvensi dengan Pemira yang kemudian oleh Majelis Syuro diputuskan 3 kandidat, bukan 1 kandidat saja. Apa pertimbangannya?

Fleksibilitas. Kita belajar dari partai yang sudah menetapkan capres satu sejak awal, itu fleksibilitasnya kurang, karena situasinya memang masih mungkin berubah. Dari situ, kita pertimbangkan tidak satu, nanti setelah April kita putuskan.

Keputusannya nanti bagaimana, suara terbanyak dengan survei atau dengan pertimbangan apa?
Nanti variabelnya banyak. Survei dipertimbangkan, tapi hasil pemilu juga menentukan.

Artinya masih terbuka peluang koalisi?

Kalau koalisi pasti. Karena pertimbangannya nanti mengawal sistem presidensial di parlemen. Koalisi itu tuntutannya bukan untuk menang tapi untuk pengelolaan pemerintahan di parlemen. Kalau di daerah, efek DPRD ke pemerintah daerah itu tidak terlalu, tapi kalau di pusat itu sangat terasa.

Anda bersedia kalau dipilih jadi yang satu itu?

Kalau sekarang kan kita sudah memasuki. Sejak diputuskan kemarin, semua bersedia. Saya secara pribadi siap.

Kalau anda bersaing dengan Jokowi, bagaimana peluangnya?

Kita ini punya keyakinan begini, fenomena virtual dalam elektabilitas Jokowi itu pada basisnya adalah rekayasa media. Yang kedua, kalau dia dibanding terus-menerus dengan kader-kader tua, wajah lama, yang rata-rata punya pengalaman kalah di pilpres, dia otomatis kinclong sendiri. Sekarang ini, dia pembandingnya belum ada. Biasanya peta ini berubah begitu calon resmi itu keluar. Ini juga yang sedang kita pelajari fenomena itu. Yang menarik di survei kita, faktor-faktor primordial itu sudah tidak mendominasi pertimbangan pemilih.

Maksudnya Jawa non-Jawa tidak berpengaruh? Maksud anda, itu sudah tidak berpengaruh?

60 persen pemilih sekarang itu dalam menentukan pilihannya pada seorang calon presiden itu berdasarkan visi misi.

Apakah sudah serasional itu?

Artinya apa? sekarang ini DNA kita itu Indonesia. Ikatan lama Jong Jawa, Jong Sumatera, dan lain-lain itu bergabung semuanya menjadi Indonesia.

Itu peran positif media?

Media mungkin membantu, tapi ada efek lain, dari otonomi daerah.

Kenapa otonomi daerah?

Kita ini punya kabupaten sekitar 250 sebelum pemekaran. Sekarang menjadi 531. Semuanya pakai pilkada langsung. Dan dalam pilkada langsung itu yang paling gampang dijanjikan publik servis. Yaitu, kesehatan dan pendidikan. Tanpa kita sadari, semua bupati yang naik itu menjadikan pendidikan gratis sampai SMA. Nah, ini menciptakan akselerasi.

Kenapa akselerasi? Karena ada peningkatan rasionalisasi pemilih pada pemilu. Orang cepat sekali mengalami rasionalitas karena efek pendidikan itu tadi.

Apakah mereka akan datang ke TPS atau memilih datang untuk berlibur?

Poin saya, alat ukurnya berubah.

Saya memperkenalkan juga, kita melakukan penelitian sosial media. Yang kita survei itu sepuluh juta twit.

Social media tracking, maksudnya?

Ya. Tetapi ini penelitian sosiologis. Penelitian ini tentang preferensi moral, apa yang berubah. Sebelumnya, ciri utama orang Indonesia atau lanskap moral orang Indonesia itu ditentukan oleh unsur tradisi dan gotong royong. Sekarang ada muncul satu patok baru: power dan achievement. Saya kira ini juga efek pendidikan, globalisasi ....

Efek para motivator?

Ya ... hahaha (tertawa bersama)

Jadi achievement orang Indonesia itu tinggi, sekarang naik. Kalau di sosial media, karena ini middle up, politik itu relatif hampir sama dengan preferensi yang sebelumnya, tradisi dan gotong royong. Saya kira ini punya efek pada demand mereka terhadap public officials atau public servant, sehingga permintaan mereka naik dan standar mereka pada kinerja juga tinggi. Ini tidak mudah, tapi memberikan celah.

Dalam survei internal di urutan kelima, bagaimana untuk meraih tiga besar seperti yang ditargetkan. Sebab, jarak ke yang urutan pertama dan kedua sangat jauh?

PKS pada pemilu lalu mendapat kursi di 54 dapil dari 77 yang ada. Dari 54 ini, 3 dapil dapat 2 kursi, jadi dapat 57 kursi. Jadi, kursi yang kita kosong, tidak dapat kursi di DPR RI, ada 23. Fokus kita, langkah pertama adalah pertahankan yang 57, yang kedua isi yang masih kosong. Kemudian kita lihat lagi ada dapil yang jumlah kadernya sangat banyak, sehingga kalau di-push sedikit, pada pemilu 2009 itu ada sepuluh dapil yang suaranya untuk mendapat kursi itu 1,3 tapi tidak cukup untuk jadi 2. Ini yang kita push.

Belakangan banyak kader atau simpatisan yang memilih PKS pada 2004 dan 2009 kemudian kecewa karena banyak sebab, bagaimana penjelasannya?

Di survei internal kita itu memang ada penurunan angka kesetiaan atau loyalitas karena kasus yang ada. Tapi, mereka tidak pindah ke partai lain. Dia tidak memilih partai lain karena kecewa kepada PKS, tapi masuk ke undecided.

Survei kita bulan Juli, waktu kasus LHI (Lutfi Hasan Ishaaq) sedang kuat-kuatnya itu angka kesetiaan turun menjadi 38 persen. Dalam survei terakhir angka kesetiaannya sudah balik, sisanya yang belum balik masih undecided. Istilahnya, pisah ranjang tapi belum talak.

Optimisme seperti ini juga pernah kami dengar tatkala Hidayat Nurwahid maju dalam pilkada DKI Jakarta. Tapi, kenyataannya kalah. Bagaimana menjelaskan ini?

Pilkada itu ada trennya. Tapi, kalau kasus di kita sekarang ini, alat ukurnya itu di Pilkada adalah tingkat kemampuan mobilitas, masih kuat tidak mereka melakukan mobilitas.

Sumber pertambahan suara kita yang banyak itu pertama di Pulau Jawa. 2004, di Jawa Timur kita cuma dapat 2 kursi, 2009 kita dapat 6 kursi. 2004, di Jawa Tengah dapat 3 kursi, 2009 kita dapat 7. Total dapil di Jawa Tengah itu ada 10, jadi 3 dapil yang kosong, kita kejar yang 3 ini. Di Jawa Timur dapilnya ada 11, jadi 5 yang kosong, ini yang bener-bener kita kejar. Bali yang sebelumnya kita tidak dapat, suara kita sekarang lebih bagus, jumlah kader bertambah dan pengalaman mobilisasi di basis-basis wilayah itu terasah setelah pilkada kemarin.

Kemudian, NTT kemungkinan besar juga dapat, karena pertambahan jumlah kader. Maluku Utara setelah menang (Gubernur Abdul Gani Kasuba), Maluku. Titik-titik seperti ini yang kita evaluasi. Pengalaman pemilu lalu, suara hilang di MK. Yang banyak di hitungan ketiga banyak hilang di MK, tapi sekarang kan kursi habis di dapil.

Artinya, popular vote bisa saja sama dengan raihan di Pemilu 2009, tapi jumlah kursi meningkat?

Ya, popular vote bisa stabil, tapi electoral vote naik. Dibanding 2004, dalam Pemilu 2009 suara kita hilang 300 ribu. Tapi, kursi kita naik 12.

Jadi, buat partai perolehan kursi lebih penting dari pada total suara nasional ya?

Betul. Ini masalah efisiensi. Kita belajar dari PAN dan Golkar. 2004, suara kita lebih banyak dari PAN, tapi kursi mereka lebih banyak dari kita sepuluh. Akhirnya kita ubah, semua tokoh partai kita keluarkan dari dapil Jakarta, disebar ke daerah. Saya di Sulsel, pak Hidayat di Jawa Tengah, pak Tifatul ke Sumut. Dari sini kita dapat suara-suara baru. Sebarannya yang kita bikin.

Soal Pilkada, misalnya di Bandung, Jawa Barat, PKS mengajukan Ridwan Kamil yang bukan kader dan akhirnya menang. Berbeda dengan di Banten yang dimajukan kader dan kalah. Mengapa tidak, pola di Bandung dipakai untuk daerah lain seperti Banten?

Pilkada Gubernur Jawa Barat 2008 kita mengajukan kader dan menang. Ada euforia di sana, dan saat Pilkada Kota Bandung mengajukan kader sendiri. Sebenarnya tidak siap sehingga akhirnya kalah. Sebenarnya elektabilitas Ridwan Kamil nol, tapi karena orangnya ada bakat, ada talent.

Barang bagus, kendaraan bagus?

Sekarang, kalau ada tokoh daerah yang bagus, kita dorong.

Itu strategi PDIP dulu mengajukan tokoh eksternal, misalnya Gamawan Fauzi di Sumatera Barat?

Seseorang menjadi pejabat daerah, mengintegrasikan posisi dia sebagai pejabat daerah dan kontribusi dia sebagai kader kepada partai biasanya banyak orang gagal di situ. Misalnya ada banyak kasus di daerah, kepala daerahnya populer, tapi elektabilitas partainya tidak naik-naik. Akhirnya partai berpikir praktis, kalau begini terus hasilnya lebih baik majukan kader sendiri. Toh mesin partai yang bekerja bukan dia sendiri.

Kalau PKS, kadang kita mendorong kader meski tahu dia bakal kalah lebih untuk uji coba mesin, bisa jalan tidak. Kasus Banten, 2004 kita nomor dua di sana. Kita tahu Atut itu kuat, tapi coba mesin. Sebenarnya, kasusnya sama dengan Aher di Jabar tahun 2008, kita nomor tiga di sana. Tak mudah untuk mendapatkan, tapi kita coba. Semua partai mengalami hal yang sama, mengirim seratus kader yang gugur mungkin setengahnya. Penyebabnya, kelompok sipil ini tidak disiapkan waktu reformasi itu, tiba-tiba peluangnya terbuka tapi kesiapannya tidak merata. Sehingga hampir semua partai pendekatannya trial and error, gagal dievaluasi, gagal dievaluasi kembali.

Saya kira, ke depan akan berkurang tren menggunakan orang eksternal partai untuk maju pilkada karena pengalamannya tidak mulus. Ke depannya background militer semakin berkurang. Untuk kasus pilkada yang dulu banyak karena banyak jenderal-jenderal yang pensiun di awal reformasi, kan? Yang kedua, pensiunan birokrat juga source-nya akan berkurang. Yang akan bertahan itu dari kelompok pengusaha.

Juga kalangan muda yang menginspirasi?

Ya, pengusaha lokal, aktivis, atau akademisi. Tapi yang background militer dan birokrat akan semakin berkurang.

Untuk menghadapi pemilihan presiden, apa diferensiasi PKS dalam Pemilu 2014?

Jadi kalau kita merujuk ke survei, alasan orang mencintai seseorang itu hampir tidak ada kriterianya, yang benar-benar rigid ya. Saya kasih contoh, survei menunjukkan bahwa alasan orang memilih presiden itu 66 persen itu ideologi, dulu. Tapi survei kita temukan di tracking sosial media itu, Jokowi tidak terasosiasi afiliasi ideologi apapun, tidak di politik, tidak di ekonomi, tidak di agama, sama sekali tidak ada. Jadi, dia tidak terasosiasi ide apapun.

Yang kedua kita memakai pendekatan psikologi, apa pesan emosional publik terhadap tokoh-tokoh itu. Terhadap tokoh yang elektabilitasnya tinggi respons psikologis orang itu ada yang fearless dan sadness. Menariknya, persepsi publik terhadap pemilihan pemimpin itu ternyata masyarakat menganggap pemilihan pemimpin itu selebrasi, perayaan, sehingga yang mereka cari itu seseorang yang bisa membuat mereka gembira.

Jokowi?

Unsur itu ada di Jokowi, tetapi respons emosional orang kepada Jokowi itu karena dia tidak terasosiasi ke satu ideologi, itu merata. Peta ini bisa tiba-tiba berubah setelah penetapan. Saya percaya faktor utama yang akan menentukan nanti adalah personal attraction. Orang itu atraktif atau tidak, kalau atraktif mudah diidentifikasi. Dia bisa di-compare. Prabowo populer di awal karena di-compare dengan SBY. Tapi, Jokowi tidak di-compare dengan siapapun sekarang.

Yang kedua, masalah apa yang terjadi di bulan April nanti tidak tahu, kan.

Branding PKS sekarang pakai konsultan siapa?

Ada, nggak usah disebutlah.

Sekarang kita yakin elektabilitas tradisional PKS naik. Sekarang ini, kalau kita evaluasi dapil, kalaupun jumlah suara turun, kursi turun, maka penurunan itu maksimalnya di angka 50 persen. Sekitar 9 persen dari kursi DPR RI, kecuali kalau pemilunya bulan Juli tahun lalu. Jadi, differensiasi sekarang ini tidak bisa terlalu didefinitifkan. Dua bulan terakhir atau dua minggu terakhir, itu bisa menciptakan perbedaan terakhir.***


SBY Minta Maaf ke Fahri Hamzah

Posted: 17 Feb 2014 04:30 PM PST


Jakarta - Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah tidak menampik kalau Susilo Bambang Yudhoyono meminta maaf kepadanya. Ini dilakukan setelah SBY sempat melayangkan somasi ke Fahri.

Somasi SBY melalui pengacaranya Palmer Situmorang terkait dengan pernyataan Fahri yang mendesak KPK memerika Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas. Belakangan, somasi terhadap Fahri dicabut.

Menanggapi hal itu, Fahri hanya memberi isyarat bahwa kabar tersebut memang benar. Namun dia masih enggan untuk menyebutkan bahwa SBY sudah meminta maaf.

"Nanti tunggu tanggal mainnya saya akan sampaikan," kata Fahri di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Senin (17/2/2014).

Dia mengatakan, urusan hukumnya dengan SBY masih dibahas oleh tim kuasa hukumnya. Tim tersebut terdiri dari beberapa advokat senior dan junior.

"Urusan pribadi saya sudah diurus dengan para penasihat hukum saya yang diantaranya adalah bang Buyung, pak Assegaf, Hotma Sitompul, dan beberapa lawyer muda," tandasnya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, SBY sudah menyampaikan permintaan maaf tersebut.

"Ya dia (SBY) sudah (minta maaf)," ujar sumber yang enggan disebutkan namanya. [gus/inilah]


Layanan Posko PKS Kelud Mulai Dapur Umum, Kesehatan Hingga Trauma Healing

Posted: 17 Feb 2014 03:52 PM PST


Trauma Healing PKS Dengar Curhat Pengungsi Kelud

Letusan Gunung Kelud yang terjadi di malam hari dan mendadak, membuat para pengungsi kelabakan. Ditambah kondisi tempat pengungsian yang tentu saja kurang nyaman, sangat berpotensi menjadi pemicu trauma para pengungsi. Inilah yang melatarbelakangi Santika (Barisan Putri Keadilan) PKS Jatim untuk turun membantu meringankan beban melalui program trauma healing.

Sampai hari ini (17/2/2014) program ini telah digelar di 4 titik pengungsian, yaitu di Desa Tulungrejo, Kecamatan Pare, Desa Tawang, Kecamatan Wates dan Desa Kepung, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri. Tidak kurang 16 relawan dari berbagai latar belakang pendidikan dan profesi  turut serta dalam program mulia ini. Ada dokter, perawat, guru, ibu rumah tangga, dan tentu saja psikolog.

Bentuk kegiatannya beragam. Mulai dari aneka permainan untuk anak-anak, dongeng, hingga mendengar curhat dan keluh kesah pengungsi, terutama ibu-ibu. Di setiap sesi, jumlah pesertanya sekitar 75-100 orang.

"Alhamdulillah, umumnya mereka sangat antusias dengan kehadiran kami. Apalagi sejak awal tim healing kami bekali tips-tips agar tidak ada jarak dengan mereka. Jadi suasana terbangun enjoy, seperti ketemu sahabat lama. Para pengungsi bisa curhat apa saja tentang kondisinya," ujar Ketua Santika PKS Jatim, Immah Inayati.

Demikian pula dengan anak-anak. Aneka permainan dan dongeng  yang dibawakan tim nampaknya cukup bisa mengusir kesedihan mereka. "Untuk anak-anak sengaja kita pilihkan permainan dan cerita-cerita positif yang menguatkan jiwa mereka. Kami berharap kejadian yang berpotensi traumatik ini tidak berefek negatif untuk masa depan anak-anak," lanjut alumni ITS ini.

Dapur Umum PKS untuk Pengungsi Kelud

Bagi PKS Jatim, program trauma healing ini merupakan salah satu dari aksi gerak cepat kader PKS untuk membantu para pengungsi erupsi Kelud. Sejak hari pertama pasca erupsi, PKS Jatim telah menurunkan tak kurang dari 300 kadernya di Kediri, Malang dan Blitar. "Fokus bantuan PKS pada pendirian dapur umum, layanan kesehatan dan trauma healing", ungkap Hamy Wahjunianto, Ketua DPW PKS Jatim, ketika ditemui di lokasi pengungsian.

PKS, lanjut Hamy, sengaja menurunkan tim kader perempuan di lokasi bencana sebagai bentuk perhatian lebih pada permasalahan perempuan, anak-anak dan keluarga. "Apapun yang terjadi, kami ingin memastikan keluarga para pengungsi tetap terjaga kebahagiaannya. Dengan demikian, anak-anak lebih terjamin masa depannya," pungkas Hamy Wahjunianto penuh harap. (@baihaqibaikhati).

Layanan Kesehatan Posko PKS untuk Korban Kelud

REKENING DONASI

Bagi yang mau donasi untuk bantuan korban gunung Kelud bisa transfer ke:

Bank Syariah Mandiri Norek 7009745399 a.n. PARTAI KEADILAN SEJAHTERA KDR
(Konfirmasi ke Febri 085735383222)


Rumah Tanpa Pembantu ala Ibu Wakil Walikota Bandung

Posted: 17 Feb 2014 03:30 PM PST


by Indari Mastuti

Bertemu dengan ibu wakil walikota Bandung membuat saya terinspirasi untuk meneruskan kegiatan domestik di rumah tanpa asisten rumah tangga. Ya, sudah lebih dari 6 bulan ini memang semua dilakukan tanpa asisten rumah tangga, saya dan suami berbagi peran dalam urusan rumah. Awalnya kehilangan asisten bikin galau, ada kekhawatiran kalau dari satu kegiatan kegiatan lainnya akan saling menguras energi ----- ternyata tidak!

Perihal tidak ada asisten rumah tangga bukan hanya urusan pilihan tapi juga krisis asisten yang sesuai dengan kriteria masing-masing orang semakin meleset dari harapan. Asisten rumah tangga saat ini lebih banyak bikin pusing daripadada bikin happy. Misalnya saja karena kurang perhatian pada anak, sms atau telponan sepanjang hari, kurang jujur, hingga berbagai keluhan lainnya. Saya jadi menyakini bahwa krisis saat ini mencakup salahsatunya krisis attitude.

Menilik kembali percakapan dengan ibu wakil walikota Bandung, saya yang kebetulan datang bersama team Sekolah Perempuan terkagum-kagum dengan prinsipnya tidak menggunakan asisten rumah tangga, "Justru saya menikmati rasa lelah sebagi puncak terbaik kreativitas. Kadang saya bisa terpikirkan ide terbaik menulis pidato saat sedang memasak," ujarnya.

Dengan aktivitas yang padat seperti mengurus 7 anak, rumah dengan 9 kamar, memasak untuk begitu banyak orang, mencuci, mengepel, dan aktivitas domestik lainnya ternyata tidak membuat beliau luput mengerjakan kegiatan lain untuk dirinya sendiri. "Saya masih punya waktu untuk belajar, berkunjung, melakukan aktivitas sosial, dan menyelesaikan membaca Al-Qur'an 3 juz setiap hari," ujar beliau dengan senyum mengembang.

Kami semua yang hadir dalam pertemuan singkat berdecak kagum pada beliau. Dan inilah yang semakin menguatkan saya untuk menjalankan apapun dari rumah; baik bisnis, keluarga, dan aktivitas lainnya tanpa asisten rumah tangga.

"Tidak ada yang namanya krisis asisten rumah tangga, yang ada sepertinya krisis gaya hidup ke serba asisten, serba mbak dan bibi padahal kunci dari semuanya bukan seberapa sibuk kita tapi manajemen waktu yang baik membuat kesibukan apapun bisa teratasi dengan baik," ujar salah satu kawan.

Lantas, Anda siap hidup tanpa asisten rumah tangga?


*sumber: kompasiana


Anis Matta: Melayani manusia itu jauh lebih penting daripada memenangkan pertarungan politik

Posted: 17 Feb 2014 03:29 PM PST


JAKARTA – Jelang Pemilu, Presiden PKS Anis Matta lebih memilih menginstruksikan kader-kader di daerah terdampak bencana untuk terus memberikan pelayanan kepada para korban. Anis menekankan meskipun para kader sibuk mengurusi langkah-langkah pemenangan pemilu, namun pelayanan sosial kepada korban tak boleh terhenti.

"Melayani manusia itu jauh lebih penting daripada memenangkan pertarungan politik. Cita-cita kemanusiaan kita jauh lebih tinggi daripada cita-cita dan kepentingan politik kita," tutur Anis Matta saat memberikan arahan di depan para ketua dan sekretaris DPW se-Indonesia di Hotel Kartika Candra, Senin (17/2/2014).

Anis mengapresiasi kinerja kader-kader di daerah bencana yang telah bekerja keras membantu para korban.

"Alhamdulillah di tengah kesibukan kita mengurusi langkah-langkah pemenangan pemilu, kita tetap membuktikan diri sebagai partai yang punya komitmen pelayanan yang tidak akan dihentikan oleh apapun," ujar Anis.

Lebih lanjut Anis menekankan agar para kader di daerah bencana terus memberikan pelayanan sesuai kebutuhan masyarakat. Bagi DPW Jakarta, Sulawesi Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten yang daerahnya terimbas banjir, Anis menekankan untuk membantu upaya recovery dan penanganan pasca banjir.

Sedangkan untuk DPW Sumatera Utara dan Jawa Timur yang terimbas erupsi Gunung Sinabung dan Kelud, Anis menekankan untuk terus berjaga dan melayani masyarakat yang masih mengungsi hingga erupsi berakhir.

Anis juga memberi catatan khusus kepada para kader di daerah terdampak erupsi Sinabung agar mempertahankan etos kerja selama ini yang melayani tanpa terkecuali.

"Untuk para korban di Sinabung meskipun mayoritas adalah non-muslim, jangan pernah mengatakan itu bukan basis PKS. Ini bukan masalah politik, ini adalah masalah kemanusiaan," tegas Anis.

Pertemuan bertajuk Election Update yang digelar DPP PKS di Hotel Kartika Candra tersebut tak hanya membahas soal penanganan bencana namun juga membahas tentang elektabilitas PKS jelang pemilu. Partai bernomor urut tiga ini menyatakan telah menggelar survei internal dengan margin eror 3-7% yang hasilnya membuat partai ini cukup optimis untuk menembus target  masuk tiga besar. (kabarpks)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar