Jumat, 21 Februari 2014

PKS PIYUNGAN

PKS PIYUNGAN


Tiga Gunung: Prolog ‘Lapis-lapis Keberkahan’| Oleh Salim A. Fillah

Posted: 21 Feb 2014 03:00 PM PST


"Tiga Gunung"

Dua gunung yang pertama; Akhsyabain julukannya.

Seperti sebutan itu pula wujudnya; dua yang kokoh, pejal, dan keras. Bagai mempelai pengantin, keduanya menjulang tinggi dengan gagah dilatari pelaminan langit. Cahaya mentaripun melipir ketika bayang-bayangnya jatuh di hamparan pasir. Dinding gunung-gunung ini cadas berrona merah, menyesak ke arah Thaif dan Makkah. Angin gurun yang sanggup menerbangkan kerikil, seakan tak mampu mengusiknya walau secuil.

Yang satu bernama Abu Qubais, sedang pasangannya Qa'aiqa'an.

Adalah malaikat penjaga kedua gunung ini suatu hari digamit Jibril menyapa seorang lelaki yang berjalan tertatih di Qarn Al Manazil. Bekas darah yang merahnya mulai menua dan lengket masih tampak di kakinya. Ada yang bening berbinar sendu di sudut matanya. Wajah itu tetap cahaya meski awan lelah dan kabut duka memayungi air mukanya. Jelas beban berat menggenangi jiwanya, tapi kita nanti akan tahu, yang tumpah ruah tetaplah cinta.

"Ya Rasulallah", begitu kelak 'Aisyah bertanya sembari bersandar mesra di bahu beliau dan menatap matanya penuh cinta, "Pernahkah kau alami hari yang lebih berat daripada ketika di Uhud?" Maka lelaki itu, Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bercerita, seperti diriwayatkan Imam Al Bukhari berikut ini.

"Aku mendatangi para pemimpin Thaif; 'Abdu Yalail ibn 'Amr, Mas'ud ibn 'Amr, dan Hubaib ibn 'Amr Ats Tsaqafy untuk mengajak mereka kepada Allah. Salah seorang di antara mereka berkata, 'Tirai Ka'bah tersobek jika sampai Allah mengutus seorang Rasul', yang berikutnya berucap, 'Apakah Tuhanmu tak punya orang lain untuk diutus?', dan yang terakhir berujar, 'Aku tak mau bicara denganmu. Jika kau benar-benar Rasul, aku khawatir mendustakanmu. Jika kau bukan Rasul, maka tak layak bagiku bicara dengan seorang pendusta!'

Lalu setelah tiga hari aku menyusur tiap sudut Thaif, mengetuk berbagai pintu, dan menawarkan Islam pada siapapun yang kutemui, merekapun berramai-ramai mendustakan, mengusir, dan menyakitiku.

Akupun pergi dengan kegundahan dalam hati, hingga tiba di Qarn Ats Tsa'alib. Ketika kuangkat kepalaku, maka tampaklah Jibril memanggilku dengan suara yang memenuhi ufuk. 'Sesungguhnya', kata Jibril, 'Rabbmu telah mengetahui apa yang dikatakan dan diperbuat kaummu terhadapmu. Maka Dia mengutus Malaikat penjaga gunung ini untuk kauperintahkan sesukamu."

Lalu malaikat penjaga gunung menimpali, 'Ya Rasulallah, ya Nabiyyallah, ya Habiballah, perintahkanlah, maka aku akan membalikkan gunung Akhsyabain ini agar menimpa dan menghancurkan mereka yang telah ingkar, mendustakan, menista, mengusir, dan menyakitimu.'

"Tidak", jawabku, "Sungguh aku ingin agar diriku diutus sebagai pembawa rahmat, bukan penyebab 'adzab. Bahkan aku ingin agar dari sulbi-sulbi mereka, dari rahim-rahim mereka, kelak Allah akan keluarkan anak-keturunan yang mengesakanNya dan tak menyekutukanNya dengan sesuatupun."

***

Mari sejenak kembali ke pertanyaan ibunda kita, sang Khumairaa. Apa yang berat bagi kekasih Allah ini melebihi hari Uhud ketika 3 cincin rantai besi menancap di pelipisnya, perangkap tajam mencocor lututnya, dikabarkan terbunuh hingga cerai berai pengikutnya, kehilangan Paman tercinta, dan 70 sahabat setianya jadi syuhada'?

Hidupnya yang penuh lika-liku dan luka tapi tanpa leka itu, terlalu panjang untuk memeriksa satu demi satu jawabannya. Tapi kita tahu; yang berat baginya bukan lemparan batu, bukan kala dia ruku' lalu lehernya dijerat, bukan juga saat dia bersujud kemudian kepalanya diinjak dan punggungnya dituangi kotoran. Yang berat baginya bukan caci fitnah dan cela makian; bukan tuduhan gila, penyihir, atau dukun; bukan juga 3 tahun kefakiran dalam pemboikotan.

Yang berat bagi kekasih Allah itu adalah; kala wewenang membinasakan orang-orang yang menganiaya dirinya digenggamkan penuh-penuh. Yang berat bagi kesayangan Ar Rahman itu adalah; ketika dalam gemuruh sakit lahir dan batin, peluang pelampiasan dibentangkan baginya.

Terujilah jiwanya, terbuktilah cintanya, dan tertampaklah kemuliaannya. Dia menolak dengan harapan yang memuncak atas kebaikan yang masih kelak. Dia sebenarnya diizinkan, dihalalkan, dan diridhai untuk berkata "Ya"; lalu gemuruh runtuh gunung Akhsyabain yang menimpa musuh 'menghibur' hatinya.

Tapi keputusannya adalah "Tidak!" Dan harapannya adalah "Jikapun mereka ingkar, semoga keturunannya yang kelak akan beriman". Keduanya telah jadi bukti bagi namanya, Muhammad, yang terpuji di langit dan bumi.

Ialah hujjah, bahwa dia ingin diutus sebagai pembawa kasih dan bukan penyebab 'adzab; Allah bahkan menyatakan dirinyalah rahmat bagi semesta alam. Bahwa dia datang dengan kesediaan menanggung derita ummatnya, amat menginginkan kebaikan bagi mereka, serta lembut dan welas-asih. Bahwa dia berada di atas akhlaq yang agung; baik dalam akhlaq pada Rabbnya, akhlaq pada dirinya, juga pada sahabat maupun musuhnya. Jernih sekali Nabi menyebut hari terberat; ketika Jibril datang menawarkan pembinasaan musuh. Itulah saat kemuliaan dakwah memenangi batin yang gemuruh.

Adakah nilai hidup seindah pribadi ini, yang terpuji di langit dan bumi?

***

Sementara itu, gunung yang ketiga berasal dari Yunani.

Di satu bagian dunia orang mati, begitu ditulis oleh Homerus dalam Illiad & Odissey, menjulang juga sebuah gunung yang tinggi. Di lerengnya yang terjal dan curam, berbatu dan penuh kerikil tajam, berliku dan kelam, mudah longsor dan seram; seorang lelaki berotot kuat, berkulit liat, bermandi keringat, dengan mata membeliak dan kaki terhentak-hentak menghela sebuah batu raksasa, mendorongnya ke puncak yang runcing menusuk langit.

Ini entah sudah kali ke berapa, dan tiap kali dia menyelesaikan kerjanya, batu itu menggelinding kembali ke bawah dengan mudah. Lalu dia harus memulai dari awal; menyungkah batu itu menyusur tebing menuju puncak, terluka dan pedih, lelah dan perih, getir dan sedih; untuk kemudian sang batu bergegas turun, memintanya mengulang kembali kutukannya yang abadi.

Lelaki itu; Sisyphus namanya.

Selama berabad-abad dalam peradaban Barat, nama dan kisah ini menjadi lambang perjalanan hidup manusia yang nir-hasil dan tanpa makna. Lelah menyiksa sekaligus tak berguna. Harapan yang setapak-tapak sampai puncak lalu sekejap sirna. Sia-sia sekaligus mengerikan.

Tapi Albert Camus dalam esainya yang terbit di Perancis pada tahun 1942, Le Mythe de Sisyphe, menuliskan renungan yang membuat kita berkerenyit. "Kita harus membayangkan", ujar Camus, "Bahwa Sisyphus berbahagia." Lahirlah dari tangan Camus kemudian 'absurdisme', aliran filsafat dengan inti fahaman berupa sia-sianya pencarian makna, kesatuan dan kejelasan dalam menghadapi dunia yang tak terfahami, yang tanpa Tuhan dan kekekalan.

Kebahagiaan, bagi Camus, ada di dalam diri, berasal dari ketenangan, ketidakmelekatan, kebebasan dari segalanya, dan penerimaan akan yang absurd. Dunia dan penghidupan kita hari ini, kata Camus, sering lebih absurd dari apa yang dialami dan dikerjakan Sisyphus. Dan seperti juga Sisyphus, kita tak punya pilihan. Maka, pungkas Camus, jalani saja. Dan berbahagialah.

Tidakkah Camus terlalu memaksakan fahaman ini, mengajak kita untuk pura-pura berbahagia?

Camus mungkin terlewat untuk membaca sebuah anggitan lain tentang kisah Sisyphus. Dalam cerita ini, sang gunung merasa menjadi yang paling tersiksa. Maka iapun berkata, "Betapa bahagia menjadi Sisyphus yang berjalan-jalan antara kaki dan puncakku. Betapa bahagia menjadi batu yang punya Sisyphus untuk membantunya naik agar menggelinding dengan ceria. Bagaimana dengan aku yang diinjak-injak nista oleh mereka berdua?"

Tetapi sang batu juga merasa menjadi yang paling merana. "Betapa bahagia menjadi Sisyphus yang tubuhnya terlatih, kian kuat dan perkasa tiap kali mendorongku ke puncak sana. Betapa bahagia menjadi gunung yang berdiam anggun dalam rehatnya saat kami kepayahan mendakinya. Bagaimana dengan diriku yang dibawa ke atas hanya untuk terbanting kesakitan setiap waktu?"

Demikian pula Sisyphus merasa menjadi yang paling nestapa. "Betapa bahagia menjadi batu yang tiap saat harus kuhela, dan tiap jatuh harus kusangga. Betapa bahagia menjadi gunung yang besar dan perkasa, kakinya di bumi dan puncaknya di angkasa. Bagaimana dengan diriku yang tanpa jeda harus mendorong batu dan mendaki lerengnya?"

***

Bahagia. Inilah kata paling menyihir dalam hidup manusia.

Tak satu jiwapun kecuali merinduinya. Tak satu akalpun kecuali mengharapinya. Tak satu ragapun kecuali mengejarnya. Tapi kebahagiaan adalah goda yang tega. Ia seakan bayang-bayang yang  kian difikir makin melipir, kian dicari makin lari, kian diburu makin tak tentu, kian ditangkap makin melesat, kian dihadang makin hilang.

Dalam nanar mata yang tak menemukan bahagia; insan lain tampak lebih cerah. Dalam denging telinga yang tak menangkap bahagia; insan lain terdengar lebih ceria. Dalam gerisik hati yang tak merasa bahagia; insan lain terkilau lebih bercahaya. Maka penderitaan manusia berlipat berkuadrat saat ia membandingkan diri dengan sosok di sekitarnya. Seperti sang gunung, seperti sang batu, seperti Sisyphus.

Buku tak berharga ini disusun dengan kesadaran kecil, bahwa jika bahagia dijadikan tujuan, kita akan luput untuk menikmatinya di sepanjang perjalanan. Bahwa jika bahagia dijadikan cita, kita akan kehilangan ia sebagai rasa. Bahwa jika bahagia dijadikan tugas jiwa, kita akan melalaikan kewajiban sebagai hamba. Bahwa jika bahagia dijadikan tema utama kehidupan, kita bisa kehilangan ia setelah kematian.

Sebagai mukmin, kita lalu tahu, bahagia adalah kata yang tak cukup untuk mewakili segenap kebaikan. Di dunia, terlebih untuk akhirat. Oleh itulah, mari jeda sejenak dari membicarakan kebahagiaan.

Maka buku ini diberi tajuk 'Lapis-lapis Keberkahan'.

Hidup kita seumpama bebuahan beraneka aroma, bentuk, warna, reraba, dan rasa, yang diiris-iris dan ditumpuk berlapis-lapis. Tiap irisan itu adalah karunia Allah, kemudianlah tumbuh dari benih yang kita tanam. Tiap irisan itu, punya wangi maupun anyirnya, teratur maupun acaknya, cerah maupun kelamnya, lembut maupun kasarnya, manis maupun pahitnya, masam maupun asinnya. Tapi kepastian dariNya dalam segala yang terindra itu adalah; semua mengandung gizi yang bermanfaat bagi ruh, akal, dan jasad kita.

Itulah berkah. Itulah lapis-lapis keberkahan.

Ia bukan nikmat atau musibahnya; melainkan syukur dan sabarnya. Ia bukan kaya atau miskinnya; melainkan shadaqah dan doanya. Ia bukan sakit atau sehatnya; melainkan dzikir dan tafakkurnya. Ia bukan sedikit atau banyaknya; melainkan ridha dan qana'ahnya. Ia bukan tinggi atau rendahnya; melainkan tazkiyah dan tawadhu'nya. Ia bukan kuat atau lemahnya; melainkan adab dan akhlaqnya. Ia bukan sempit atau lapangnya; melainkan zuhud dan wara'nya. Ia bukan sukar atau mudahnya; melainkan 'amal dan jihadnya. Ia bukan berat atau ringannya; melainkan ikhlas dan tawakkalnya.

***

Di sudut kebun anggur milik 'Utbah dan Syaibah ibn Rabi'ah, sosok tegap itu terduduk dan tunduk. Rambut indahnya yang sepapak daun telinga diliputi debu yang lengket oleh peluh. Keringat dan air mata yang menyatu di ujung hidung nan mancung seakan membias terik jadi pelangi. Urat biru di antara kedua alis tebalnya yang bertaut kini marun merona. Lengannya yang kokoh terangkat, bersama mata indahnya yang bening dan bagai bercelak menghadap ke langit. Doanya sangat permata.

"Allahumma inni asyku ilaika dha'fa quwwati.. Wa qillata hiilati..", lirihnya, "Ya Allah, hanya kepadaMu kuadukan lemahnya kekuatanku, dan sedikitnya daya upayaku.."

Hanya pembukanya saja telah menakjubkan bagi kita. Dia mengadu hanya kepada Allah; itu tauhidnya, yakinnya, ridhanya, dan tawakkalnya, ikhlasnya. Dan yang dia adukan bukan penderitaannya ataupun kejahatan kaumnya, melainkan kelemahan diri dan kurangnya upaya. Inilah adabnya, akhlaqnya, cintanya.

Maka Adas si orang Ninawa yang mendatanginya untuk menyerahkan anggur semata, kembali dengan terlebih dahulu mencium ubun-ubun, tangan, dan kakinya. Sebab hanya dengan berbincang serta menatap senyumnya yang lebih manis dari madu, lebih lembut dari susu, dan lebih sejuk dari salju, Adas merasa telah bertemu seorang manusia yang cintanya diambil dari Khaliqnya di langit tinggi, lalu tumpah ruah membanjiri makhluq di bumi.

Inilah kisah yang terjadi sebelum Jibril membawa Malaikat Akhsyabain menemuinya di Qarn Ats Tsa'alib atau Qarn Al Manazil.

Maka di lapis-lapis keberkahan, kita akan belajar dari Muhammad, Shallallahu 'Alaihi wa Sallam; sosok yang paling berkah. Belajar tentang hidup yang paling benar, paling berisi, paling bermakna, paling baik, paling indah, dan paling bermanfaat. Mungkin bukan hidup yang paling bahagia, melainkan hidup yang paling berkah. Berkah dengan segala aroma, bentuk, warna, reraba, dan rasa.

Di lapis-lapis keberkahan, kita tinggalkan Sisyphus yang dongeng dan nestapa, menuju Muhammad yang mulia dan nyata. Di lapis-lapis keberkahan, kita tinggalkan Sisyphus yang sia-sia dan menderita, menuju Muhammad yang mengilhami dan penuh guna. Di lapis-lapis keberkahan, kita biarkan Camus yang enggan memberi makna dan memaksakan rasa, menuju Muhammad yang penuh kerja bercahaya.

Selamat datang di lapis-lapis keberkahan. Selamat datang di hidup yang mengambil teladan dari seorang lelaki, yang namanya terpuji di langit dan bumi. Selamat datang di lapis-lapis keberkahan. Biarlah bahagia menjadi makmum bagi islam, iman, dan ihsan kita; membuntutinya hingga ke surga.


*TIGA GUNUNG: Prolog calon buku 'Lapis-lapis Keberkahan' by Salim A. Fillah


"Mengapa 2014" | Oleh Anis Matta

Posted: 21 Feb 2014 01:06 AM PST



1. Pemilu 2014 penting & punya arti historis.. Semacam "ujian akhir semester" demokrasi prosedural pasca-Reformasi.

2. Kita sudah belajar demokrasi prosedural: pemilu langsung, pembatasan jabatan presiden, trias politika, otonomi daerah.

3. Saatnya beralih ke substansi demokrasi, yaitu bgmna rakyat berpartisipasi dlm mewujudkn negara-bangsa yg adil & sejahtera.

4. 2014 juga merupakan kesempatan mendapatkan pemimpin yg baik.. Jangan sia-siakan.. Semua harus berpartisipasi.

5. Kita sudah melewati satu masa kepresidenan (dua periode pemilu) hasil pemilihan langsung.. Tanpa ancaman2 non-demokratis.

6. Yg sy maksud ancaman non-demokratis adlh kudeta/penggulingan di tengah jalan.. Kalau kritik, itu masih koridor demokrasi.

7. Itu prestasi, sekaligus komitmen & kedewasaan berdemokrasi.. Kritik & ketdkpuasan ttp disalurkan ke jalur demokratis.

8. Krn itu, jangan sia2kan momentum emas 2014.. Mari kita berpartisipasi mencari pemimpin yg baik..Ikut pemilu.

9. PKS juga menganggap penting pemilu 2014.. Bukan semata rutinitas demokrasi, tapi momentum sejarah. Kami bekerja keras.

10. Betul PKS menghadapi tantangan akibat masalah hukum.. Harus dihadapi tapi tdk berkecil hati..Introspeksi & perbaiki diri..

11. Krn itu kami yakin bisa mewarnai pemilu 2014 dgn ide2 kami.. Tdk mudah, kami tahu, makanya kami bersiap-siap.

12. Pengurus, kader, caleg, simpatisan PKS siap berpartisipasi dlm pemilu 2014.. Ini momentum sejarah.. Penting bagi kita semua..


*dari kultwit @anismatta tadi malam (Kamis, 20/2/2014)



"BUSWAY MARK UP MANGKRAK"

Posted: 21 Feb 2014 12:55 AM PST



*by Bang DW

Wagub DKI ahok mengendus adanya mark up anggaran harga busway dari china; harga aslinya adalah satu milyar tetapi di mark up menjadi tiga milyar per satu unit busway

Ahok merasa dikadalin oleh anakbuahnya; ditambah penunjukkan perusahaan yang melalui tender yang sudah ditentukan

Aroma korupsi sangat terasa di kasus penyediaan busway baru tapi bekas

Tapi apakah tindakan ahok adalah upaya mengalihkan tanggungjawab?

Karena kadishub DKI jakarta mengatakan; semua proses proyek dan tender itu diketahui gubernur dan wagub

Sebagai bawahan; instruksi keputusan ada di atasan

Jadi sebuah ketidaklaziman apabila wagub ahok seolah olah kebakaran jenggot merasa dikadalin anak buahnya

Ini proyek milyaran rupiah

Dan pasti gubernur jokowi dan wagub ahok sudah mengetahui tata prosedur dan prosesnya

Apa rasa kaget ahok semata karena kuatir pemeriksaan ini akan mengarah pada investigasi pemeriksaan KPK

KPK pun mulai mengumpulkan bukti bukti dilapangan terkait penyimpangan penyediaan busway baru tapi bekas dari china

Rumah sendiri bocor masa' yang punya rumah berdalih tidak tahu merasa ada kebocoran; orang luar saja bisa melihatnya..

-bang dw-



Fahri Hamzah Desak PDIP Terbuka Soal Penyadapan

Posted: 20 Feb 2014 07:03 PM PST


Jakarta - Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai sinyalemen pimpinan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) bahwa para petinggi mereka termasuk Megawati Soekarnoputri dan Joko Widodo disadap pihak tertentu bukanlah persoalan sederhana.

Menurut anggota DPR asal Fraksi PKS, Fahri Hamzah, di satu sisi memang ada problem pelik karena regulasi penyadapan di Indonesia belum ada sejak Mahkamah konstitusi (MK) membatalkan mandat PP penyadapan dari UU No. 11 tahun 2008 pasal 31 ayat 4.

Tapi, di sisi lain penyadapan ini makin sering didengar, yang dilakukan baik oleh pihak Indonesia maupun oleh pihak asing, baik yang dianggap legal maupun yang dicurigai ilegal.

Menurut Fahri, sangat disayangkan bahwa skandal penyadapan, diungkap oleh Edward Snowden dan Wikileaks, yang dilakukan NSA dan Australia terhadap para pemimpin Indonesia didiamkan saja dan berakhir tanpa cerita.

Padahal penyadapan itu sangat mungkin lebih luas dan sudah mengganggu kedaulatan dan keselamatan bangsa.

"Oleh sebab itu, sinyalemen pimpinan PDIP harus terbuka sebab jika memang ada bukti maka operasi saling sadap ini akan merusak suasana di tahun politik yang krusial ini," tegas Fahri di Jakarta, Jumat (21/2).

Fahri menyatakan hal itu perlu ditekankan sebab jangan sampai PDIP melakukan itu hanya untuk mencari simpati seolah PDIP teraniaya sendiri.

PDIP harus mengungkap siapakah yang menyadap, dari mana sumber berita itu, dan PDIP juga harus mengambil sikap yang nyata.

"Sebab menyadap tanpa ijin pengadilan hanya boleh dilakukan Presiden untuk kepentingan keselamatan nasional sesuai UU yang berlaku," kata dia.

Jika PDIP mau, lanjutnya, PKS siap bekerjasama untuk membentuk hak angket DPR dalam menginvestigasi kegiatan penyadapan illegal di Indonesia yang mulai marak.

"Ini demi kepentingan umum dan keselamatan bangsa kita," ujar Fahri Hamzah.

Sebelumnya, Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo mengaku penyadapan terjadi atas Gubernur DKI Jakarta yang digadang banyak orang jadi bakal capres Joko Widodo.

Wakil Ketua DPR dari PDIP, Pramono Anung, menambahkan penyadapan demikian juga disasar kepada Megawati Soekarnoputri.

Jokowi, secara terpisah, juga mengaku dirinya memang disadap oleh pihak tertentu yang dia tak mau buka identitasnya.

*sumber: beritasatu

Indonesia Surplus Beras, 25% Berasal Dari 4 Provinsi Yang Dipimpin Kader PKS

Posted: 20 Feb 2014 04:01 PM PST


Indonesia pada tahun 2013 lalu mengalami surplus beras sebanyak 5,4juta ton. Hal ini disampaikan oleh Suswono, Menteri Pertanian bahwa Indonesia mengalami surplus beras nasional sampai dengan 5,4juta ton sebagaimana dikutip dari kompas.com.

"Sekarang Bulog tidak impor tahun ini. Berarti surplus kita kira-kira 5,4 juta ton," kata Suswono ditemui usai Rakor Pangan, di Jakarta.

Surplus beras ini tidak lepas dari keseriusan Menteri Pertanian dalam rangka mensejahterakan petani yang ada di Indonesia. Uniknya dari surplus beras ini, 25,69 persen  berasal dari Provinsi yang dipimpin oleh kader-kader PKS.

Berdasarkan data pada web resmi Badan Pusat Statisik Indonesia, bps.go.id bahwa 25,69 persen dari jumlah surplus beras tahun 2013 berasal dari 4 Provinsi yaitu Jawa Barat (16,95%), Sumatera Utara (5,23%), Sumatera Barat (3,41%) dan Maluku Utara (0,10%). Berdasarkan data ini maka seperempat (1/4) produksi beras nasional disupplay dari 4 provinsi tersebut.

Sebagaimana diketahui bahwa 4 Provinsi tersebut dipimpin oleh kader-kader PKS, Jawa Barat oleh Ahmad Heryawan, Sumatera Utara oleh Gatot Pujo Nugroho, Sumatera Barat oleh Irwan Prayitno dan Maluku Utara dipimpin oleh Abdul Ghani Kasuba (wakil gubernur yang sekarang terpilih sebagai gubernur).  [kasurau]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar