PKS PIYUNGAN |
- LIPI: Korupsi Tidak Bisa Diatasi Pemimpin yang Andalkan Pencitraan
- "Audit BPK, HUT DKI, dan Kegagalan Jokowi"
- BPK: Sistem Online dan Kartu Jakarta Pintar Bermasalah, Negara Rugi Miliaran
- Temuan BPK: Indikasi Kerugian Pemprov DKI Era Jokowi Tembus Triliunan Rupiah
- Mahfud MD: Prabowo-Titiek Soeharto akan rujuk #1TitikDiHatiPrabowo
- Tentang Wimar dan Kita yang Menipu Diri Sendiri
- PUTIHKAN GBK! HADIRI KAMPANYE AKBAR PRABOWO-HATTA AHAD BESOK
- Melawan Arogansi Kemunkaran
- "Harapan atau Hiburan?" | Kolom Anis Matta
LIPI: Korupsi Tidak Bisa Diatasi Pemimpin yang Andalkan Pencitraan Posted: 20 Jun 2014 06:16 AM PDT JAKARTA - Pengamat Politik LIPI Siti Zuhro mengatakan, Indonesia sedang menghadapi masalah korupsi, dan dibutuhkan pemimpin yang dominan dalam mengatasi masalah korupsi yang menggerogoti negeri ini. "Untuk mengatasi persoalan di negeri ini, politik pencitraan harus kita tinggalkan, karena politik pencitraan selama ini sangat dominan, dan membuat kita tersesat. Dan, juga karena kita dipaksa memilih yang tidak tepat," ujar Siti, di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (1/2), seperti yang diberitakan jaringnews.com. Menurutnya, Pemilu 2014 ini harus mengedepankan sistem, sehingga bekerja seorang pemimpin digerakan pada sistem, bukan sebaliknya pada pencitraan semata. "Pemimpin tersebut tegas, tepat waktu mengatasi krisis, moral, dan membawa kehidupan yang sejahtera bagi masyarakatnya," pungkas Siti. BACA JUGA: Temuan BPK: Indikasi Kerugian Pemprov DKI Era Jokowi Tembus Triliunan Rupiah |
"Audit BPK, HUT DKI, dan Kegagalan Jokowi" Posted: 20 Jun 2014 06:24 AM PDT Oleh Tri Wisaksana (Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta) Besok HUT DKI 22 Juni. Horreeee. Waduh tapi kurang keren nih kado utk rakyat DKI di HUT DKI tahun ini. Adipura lepas semua. Eeh barusan BPK nurunin status keuangan pemda. Kalo tahun lalu DKI dapet opini wajar tanpa pengecualian (WTP) thd laporan keuangan pemda eh tahun ini turun jadi wajar dengan pengecualian (WDP). Waduh. Kata BPK walau tahun lalu DKI dpt WTP belum tentu seterusnya WTP. Bisa aja turun status opini. Nggak ada jaminan katanya. Sebab2 turunnya status bisa krn lemahnya sistem pengendalian, pelanggaran kepatuhan, kurangnya komitmen pada akuntabilitas keuangan. Sayang banget ya laporan keuangan pemda DKI turun menjelang HUT DKI besok. Akibat nggak ada Sekda definitif kali ya? Atau ada akibat lain? Abis shalat ashar lanjut deh ngetwit lebih rinci hasil audit BPK thd laporan keuangan pemda DKI. Shalat yuk. Alhamdulillah selesai shalat ashar. Lanjut lapor ke warga twips aah. Masih ttg hasil audit BPK thd laporan keuangan pemda DKI. #auditBPK Kata BPK ada 86 temuan pemeriksaan senilai Rp1,54T pada laporan keuangan pemda DKI th 2013. #auditBPK Dr 86 temuan ada 85,3M berindikasi kerugian negara, 1,3T potensi kerugian negara, 95M kurang setor, 23M nggak efisien. #auditBPK Dr temuan tsb ada bbrp yg signifikan. BPK mengingatkan pemprov DKI utk tindak lanjut. #auditBPK Kata BPK: 1. Program e-budgeting, e-aset, dll tidak sesuai ketentuan pengadaan barang dan jasa. Berindikasi merugikan negara 1,4M. #auditBPK 2. Program Kartu Jakarta Pintar (KJP) terindikasi ganda 9006 nama. Nilainya 13,3M. #auditBPK 3. BOP sekolah negeri, laporan tanggung jawab tdk sesuai kondisi sebenarnya. Indikasi kerugian 8,2M. #auditBPK 4. BOP swasta belum sesuai ketentuan. Sekolah dapet BOP padahal nggak ajukan proposal. Nilai 6M. #auditBPK 5. Penataan kampung kumuh tdk optimal. 1152 rumah berdiri di atas tanah negara atau di badan sungai. #auditBPK 6. Pengadaan busway dan bus sedang tdk sesuai ketentuan. Tdk dpt diyakini kewajarannya. Potensi kerugian negara 118M. #auditBPK 7. Bendahara Transjakarta nggak mungut dan setor pajak penghasilan 2009-2013. Senilai 57,3M. #auditBPK 8. Dana operasional UPK Pulogadung 2010-2012 belum dipertanghungjawabkan. Nilai 16,8M. #auditBPK 9. Laporan biaya pengendalian teknis pd 29 SKPD tdk sesuai ketentuan. Indikasi kerugian 27,9M. #auditBPK 10. Pencairan uang persediaan di Dinas PU ditransfer ke rek pejabat kecamatan, sudin. Nilai 104,6M. #auditBPK 11. Sistem pencatatan aset, dana hibah, CSR, bansos tidak memadai. Tdk sesuai serah terima. Tdk tercatat di neraca. #auditBPK 12. Aset tanah dan bangunan di 63 lokasi dikuasai pihak lain. Berpotensi kehilangan aset. #auditBPK 13. Tanah HPL seluas 6,8 juta m2 tidak tercatat dlm Daftar Inventaris. #auditBPK 14. Penerimaan sewa rumah susun tidak disetor ke kas negara. Nilai 2,3M. #auditBPK 15. Adendum kontrak TPST sampah Bantar Gebang tdk dg prinsip saling menguntungkan. Berpotensi merugikan keuangan daerah. #auditBPK Waduh lumayan banyak juga temuan BPK th ini ya. Mudah2an pemda DKI bisa ambil pelajaran. Salam partisipasi! *dari kultwit @Triwisaksana BACA JUGA: Temuan BPK: Indikasi Kerugian Pemprov DKI Era Jokowi Tembus Triliunan Rupiah |
BPK: Sistem Online dan Kartu Jakarta Pintar Bermasalah, Negara Rugi Miliaran Posted: 20 Jun 2014 03:00 AM PDT JAKARTA - Calon presiden nomor urut 2, Joko Widodo kerap mengeluk-elukkan sistem online yang digunakan oleh Pemprov DKI Jakarta. Dalam debat capres dan cawapres yang dilakukan beberapa waktu lalu, Jokowi mengaku akan menyelesaikan banyak persoalan negeri ini dengan sistem online. Namun, fakta lain mengejutkan justru muncul dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI. Hasil pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan (LK) Pemprov DKI Jakarta Tahun Anggaran 2013 lalu diketahui ternyata terdapat 86 temuan kerugian negara dengan proyek senilai Rp 1,54 triliun. Dari temuan itu, yang berindikasi kerugian daerah senilai Rp 85,36 miliar, temuan potensi kerugian daerah senilai Rp 1,33 triliun, kekurangan penerimaan daerah Rp 95,01 miliar dan temuan 3E atau pemborosan sebesar Rp 23,13 miliar. Persoalan signifikan yang justru perlu mendapat perhatian khusus ialah sistem online yang diterapkan oleh Pemprov DKI Jakarta. "Diantaranya pembuatan sistem informasi e-surat, e-dokumen, e-harga, e-budgetting, sistem belanja hibah dan bansos, e-aset, e-fasos-fasum dan e-pegawai tidak sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa. Bahkan berindikasi merugikan keuangan daerah senilai Rp 1,42 miliar," ujar Anggota V BPK RI, Agung Firman Sampurna di Gedung DPRD DKI, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (20/6). Selain itu, BPK RI juga mengindikasikan penyaluran program dana bantuan sosial Kartu Jakarta Pintar (KJP) ganda sebanyak 9.006 buah. BPK RI menemukan nama anak dan nama ibu kandung penerima KJP identik. Akibatnya indikasi kerugian negara mencapai Rp 13,34 miliar. Selain itu, lanjutnya, realisasi belanja Biaya Operasional Pendidikan (BOP) untuk sekolah negeri senilai Rp 1,57 triliun diindikasi mengalami kerugian sebanyak Rp 8,29 miliar. Temuan ini diperoleh BPK berdasarkan hasil uji 11 sekolah yang menerima BPO. Ternyata Pemprov DKI tidak mencatat bukti pertanggungjawaban dari sekolah. Laporan yang diserahkan hanya berupa pengembalian dana BOP dari sekolah usai dikurangi jumlah dana yang ditransfer kepada sekolah yang yang bersangkutan. "Sementara itu penyaluran dana hibah BOP masih belum sesuai ketentuan dan tidak efektif. Di lapangan ternyata sekolah yang tidak mengajukan prosopsal justru menerima BOP. Dana itu tidak digunakan oleh sekolah yang bersangkutan. Bahkan juga terjadi manipulasi dokumen Surat Keterangan Tidak Mampu. Akibatnya dari anggaran sebanyak Rp 6,05 miliar dalam APBD 2013 diindikasikan mengalami kerugian sebesar Rp 2,19 miliar," demikian Agung Firman Sampurna. [rus/rmol] |
Temuan BPK: Indikasi Kerugian Pemprov DKI Era Jokowi Tembus Triliunan Rupiah Posted: 20 Jun 2014 02:26 AM PDT JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan (LK) Pemprov DKI Jakarta kepada Ketua DPRD DKI, Ferrial Sofyan dalam Rapat Paripurna Istimewa di Gedung DPRD DKI, Jakarta, Jumat siang (20/6). Dalam laporan tersebut, ternyata LK DKI tahun 2013 lalu menurun satu tingkat dari Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Padahal dua tahun terakhir DKI menduduki posisi WTP-Dengan Paragraf Penjelas. Artinya, di era kepemimpinan Gubernur DKI Joko Widodo prestasi di bidang pengelolaan keuangan menurun. "Hasil pemeriksaan laporan keuangan Pemprov DKI tahun 2013, ada 86 temuan dengan total kerugian mencapai Rp 1,54 triliun," ujar Anggota V BPK RI, Agung Firman Sampurna. Dari temuan itu, yang berindikasi kerugian daerah senilai Rp 85,36 miliar, temuan potensi kerugian daerah senilai Rp 1,33 triliun, kekurangan penerimaan daerah Rp 95,01 miliar dan temuan 3E atau pemborosan sebesar Rp 23,13 miliar. Kata Agung, BPK RI menggunakan metode Risk Based Audit (RBA) yang komprehensif dilandasi asas integritas, indepensi dan profesionalisme yang tinggi. "Realisasi belanja mekanisme uang persediaan melewati batas yang ditentukan, yaitu 15 Desember 2013," imbuhnya. Selain itu, entry jurnal realisasi belanja era Jokowi-Ahok ini tidak berdasarkan bukti pertanggungjawaban yang telah diverifikasi, melainkan rekapitulasi uang muka yang disampaikan pertanggungjawaban yang lengkap dengan indikasi kerugian senilai Rp 59,23 miliar, antara lain pada Belanja Operasional Pendidikan, Kegiatan Penataan Jalan Kampung, dan Biaya Pengendalian Teknis Kegiatan. "Pelaksanaan sensus atas aset tetap dan aset lainnya belum memadai yaitu tidak dilakukan inventaris atas seluruh aset, kertas kerja koreksi sensus tidak memadai serta aset belum selesai disensus tidak didukung rincian sehingga nilai aset tetap dan aset lainnya hasil sensus tidak dapat diyakini kewajarannya," tutp Agung. [rus] *sumber: http://jakartabagus.rmol.co/read/2014/06/20/160292/1/Temuan-BPK:-Indikasi-Kerugian-Pemprov-DKI-Era-Jokowi-Tembus-Triliunan-Rupiah |
Mahfud MD: Prabowo-Titiek Soeharto akan rujuk #1TitikDiHatiPrabowo Posted: 19 Jun 2014 11:12 PM PDT Ketua tim pemenangan pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Mahfud MD, menyatakan bahwa dalam waktu dekat Prabowo dan Titiek Soeharto akan rujuk. "Informasi ini sudah 56 persen, dalam waktu dekat akan rujuk," kata Mahfud, saat menjawab pertanyaan wartawan di sela peresmian Kantor MMD Initiative Bengkulu, Jumat. Namun Mahfud belum memberikan waktu yaang pasti tentang rujuknya mantan Komandan Kopasus dan putri mantan Presiden Soeharto itu. "Sebelum pelaksanaan Pilpres," kata ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008--2013 tersebut. Mantan istri Prabowo, Titiek Soeharto, belakangan ini rajin muncul dalam acara-acara yang dihadiri Prabowo. Titiek datang bersama anaknya, Didiet Prabowo, dalam acara debat kandidat pada Minggu (15/6/2014). Titiek juga sempat menemani Prabowo saat melakukan ziarah ke makam Soeharto di Astana Giribangun, Karanganyar, Jawa Tengah. *http://www.antaranews.com/berita/440048/mahfud-bilang-prabowo-titiek-soeharto-akan-rujuk |
Tentang Wimar dan Kita yang Menipu Diri Sendiri Posted: 19 Jun 2014 06:11 PM PDT Oleh Jonru Dunia social media dikagetkan oleh ulah Wimar Witoelar. Dia yang selama ini dikenal bijaksana, inspiratif, menjadi idola dan dikagumi oleh banyak orang, tiba-tiba membuat tweet provokatif yang isinya menghina Islam. (salah satu beritanya bisa dibaca di http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/06/19/n7em476-wimar-witoelar-serang-islam) Ada apa dengan Wimar? Apa yang terjadi dengan dirimu, Bro? Teman-teman Sekalian... Bagi saya, kasus Wimar Witoelar menjadi bukti bahwa banyak orang yang terlihat bijak, intelek dst, padahal di dalam hati mereka memendam amarah, benci, caci maki dan sebagainya. Mereka ingin menumpahkan itu semua di ruang publik, tapi tidak berani demi nama baik, demi menjaga personal branding, demi menjaga citra diri. Sejujurnya, dulu saya pun seperti itu. Banyak orang yang kemudian mengenal saya sebagai pribadi yang bijak, inspiratif, bahkan menjuluki saya motivator. Namun sejak sekitar setahun lalu, saya TERSADAR bahwa "menipu diri sendiri" itu tidak baik. Saya pun berubah haluan, kembali menjadi THE REAL JONRU yang ceplas ceplos, bicara apa adanya, memposisikan diri sebagai orang kebanyakan, bukan sebagai tokoh. Karena saya memang merasa bukan tokoh. Banyak orang yang heran pada perubahan saya itu. "Jonru sekarang kok berubah, ya? Saya merasa kehilangan Jonru yang bla... bla.. bla... Sekarang Jonru tampil aneh dan menyebalkan." Namun, alhamdulillah, orang yang suka dan mendukung perubahan saya pun tak kalah banyak. Bahkan boleh dibilang, jumlahnya jauh lebih banyak. Tahu dari mana? Ada surveynya? Saya belum pernah melakukan survey. Tapi indikasinya terlihat dari perkembangan jumlah follower Twitter dan likers fan page saya. Sejak saya berubah, mencoba jadi diri sendiri, menjadi Jonru yang apa adanya, tidak lagi berlindung di balik topeng sok bijak sok motivator, sok jadi tokoh dst, ternyata jumlah follower Twitter dan likers fan page saya meningkat drastis. Boleh dibilang, meningkat PULUHAN KALI dibanding sebelumnya. Alhamdulillah... Mungkin ada di antara Anda yang tidak menyukai gaya saya saat ini. Tapi bagi saya, menjadi diri sendiri itu jauh lebih baik. (sumber: fb Jonru) ___ *Baca juga: Gaya Wimar Mirip Komunis |
PUTIHKAN GBK! HADIRI KAMPANYE AKBAR PRABOWO-HATTA AHAD BESOK Posted: 19 Jun 2014 05:00 PM PDT |
Posted: 19 Jun 2014 04:41 PM PDT Wacana dan program pasangan Capres 2 yang anti norma-norma Ketimuran dan Keislaman, semakin mengindikasikan, Indonesia akan digiring ke arah konflik horizontal. Jangankan berbicara "mensejahterakan", hal paling mendasar saja berupa kebersamaan dalam kebhinekaan, nampak tidak akan tercapai. Terlebih pasangan Jokowi-JK, mutlak didukung koalisi Syi'ah-Liberal-Sekuler-dan pelaku kemungkaran. Plus, sebagai partai juara korupsi dan mafia BLBI, PDIP nampaknya sarat dengan kepentingan melindungi kroni-kroni dan para jenderal seram yang sangat anti terhadap Islam dan umatnya. Tentunya, memilih Prabowo-Hatta, bukanlah pilihan manis laksana madu. Bagi kita, memilih Prabowo-Hatta tak ubahnya memilih obat pahit, namun diharapkan bisa menyehatkan di kemudian hari. Prabowo yang "sendiri", tak ubahnya gelas kosong. Agak kusam memang. Namun tokoh-tokoh dari parpol koalisi yang notabene berasal dari Parpol Islam, sangat terbuka untuk memaksimalkan kondisi kesendirian Prabowo yang cenderung termarjinalkan dari lingkaran para mantan jenderal. Lain halnya dengan Jokowi. Ia sudah menahbiskan diri sebagai boneka terbaik, yang akan menjalankan setiap perintah sang dalang. Sosok yang telah membuat Indonesia terkotak-kotak. Kasus Dolly misalnya. Dukungan mutlak parpol pendukung Jokowi (terhadap keberadaan Dolly -ed), sepatutnya membuat kita sedikit merenung, mau dibawa kemana Indonesia? Saya meyakini, seandainya Prabowo-Hatta yang didukung parpol Islam menang dalam Pemilu nanti. Dipastikan, tak akan ada 1 orang Kristen pun yang dibunuh, gereja yang dibakar, atau seorang Hindu-Budha yang dicincang. Namun jika Jokowi yang menang, bisa dipastikan kekejaman Densus 88 akan semakin merajalela. Terlebih ambisi PDIP untuk menjadikan kepolisian sebagai underbow penguasa. Jadi pada hakikatnya. Memilih Prabowo-Hatta adalah perlawanan paling minimal kita terhadap segala kemungkaran, yang jika Jokowi berkuasa, ada indikasi segala bentuk kemungkaran-kemaksiatan akan dilegalformalkan. Didukung dengan dalil-dalih agama yang telah dipelesetkan oleh jajaran kaum Syi'ah-LIberal-Ahmadiyah-Sekuler-Islamphobia. Di sisi lain, isu-isu Komando Jihad-NII-atau aksi-aksi anarkisme negara akan semakin tumbuh subur. Jangan salahkan nanti, bila era LB Moerdani di tahun 80-an kembali terulang. Berjamaah di masjid diawasi. Berkumpul lebih dari 3 orang harus siap-siap diinterogasi. Malah lebih parahnya, rakyat Indonesia akan diarahkan untuk menjadi ahli mabuk, ahli maksiat, ahli zina, ahli narkoba, ahli premanisme. Mau? (by SELIDIK) |
"Harapan atau Hiburan?" | Kolom Anis Matta Posted: 19 Jun 2014 04:00 PM PDT Harapan atau Hiburan? (Oleh Anis Matta) Pengujung transisi menuju demokrasi adalah situasi yang khas: ekspektasi akan hidup yang lebih baik kian membuncah tapi pada saat yang sama energi dan euforia– bahkan kesabaran–sudah menyurut. Fase pungkas transisi, yaitu konsolidasi demokrasi, adalah jalan sepi yang ditempuh dengan ketekunan, bukan panggung ingar-bingar penuh deklamasi. Dalam tahap ini diperlukan pemimpin yang mampu menggerakkan sekaligus mendorong rakyat, agar mau melangkah lagi agar tujuan transisi, yaitu demokrasi yang sejati dapat tercapai. Itulah yang kini terjadi di Indonesia. Pemilu demokratis sudah tiga kali kita lewati dan kini kita tengah melaksanakan pemilu demokratis keempat dengan ekosistem politik yang jauh lebih stabil. Kita telah berusaha merumuskan arah yang ingin dituju agar transisi ini tidak menjadi jalan berputar atau–malah lebih parah–berputar-putar tanpa arah. Tantangan itulah yang coba dijawab dalam Sidang Umum MPR dan proses amendemen UUD 1945 pasca-Reformasi. Kita berusaha untuk menulis kembali cetak biru dan mempertegas alasan kehadiran (raison d(raison detre) Negara Kesatuan Republik Indonesia bagi semua warga bangsa yang berlindung dalam naungannya. Dalam perjalanannya, cetak biru itu harus berdialektika dengan realitas dan ekspektasi yang terus berubah. Kini kita harus menjaga stamina agar negara dan warganya tidak kehabisan tenaga untuk menuntaskan transisi demokrasi karena janji perbaikan hidup sebagian belum terwujud. Karena itu, kita harus bekerja bersama menuntaskan transisi demokrasi dan menghindarkan Indonesia dari jebakan transisi berkepanjangan (prolonged transition), di mana nilai dan sistem lama telah dihancurkan namun nilai dan sistem baru belum terbangun, atau belum mampu menghasilkan kehidupan lebih baik sebagaimana yang dijanjikan. Jebakan transisi berkepanjangan ini membutuhkan pemimpin yang mampu memecah kebuntuan situasi sekaligus menjaga api harapan tetap menyala untuk mencapai garis tujuan. Demokrasi "Media-Sentris" Kita tengah berada di era "demokrasi melalui media" di mana media memegang peran penting dalam mentransmisikan pesan ke dan dari masyarakat. Media telah menghablurkan batas antara realitas yang kita alami sendiri dan realitas yang kita serap dari media. Hari ini orang yang tidak tinggal di Jakarta bisa bercerita tentang macetnya Jakarta akibat pengetahuan yang diserapnya dari media. Ini juga yang mempengaruhi ruang politik kita. Media berperan sangat penting karena media tidak semata mempresentasi realitas, tetapi merepresentasi (mewakilkan hadirnya) realitas ke depan khalayak. Menurut ahli kajian media David Buckingham (2010), media tidaklah menawarkan jendela bening tembus pandang untuk melihat "dunia", namun menghadirkan sebuah "dunia" dalam versi yang telah dimediasi. Media bukan menyediakan kacamata atau teropong, tapi menghadirkan akuarium sehingga kita beranggapan bahwa akuarium itulah keseluruhan dunia ini. Yang terserak di luar akuarium dianggap tidak penting dan bermakna. Logika media (terutama televisi/ tv) adalah "menonton dan ditonton" dengan dikotomi peran pasif-aktif yang semakin kabur, terutama dalam konteks pemilihan umum. Penonton yang selama ini dinilai pasif dan tidak berdaya, dalam politik menjadi berdaya karena dialah pemilik suara yang diperebutkan. Sementara, para tokoh politik yang diimajikan berkuasa, sebenarnya sedang memainkan pertunjukan yang naskahnya didiktekan oleh massa rakyat melalui survei opini publik. Dalam situasi "media-sentris" seperti ini, sangat mudah orang terjebak untuk menjadi penghibur bagi penonton. Tokoh-tokoh politik menyajikan tontonan yang menyenangkan hati penontonnya, melalui suatu pertunjukan buatan. Apa yang dipertontonkan belakangan ini tentu berbeda makna dan motivasinya dengan, misalnya, kebiasaan Sri Sultan Hamengkubuwono IX keliling Yogyakarta pada malam hingga subuh. Pada suatu kesempatan beliau memberi tumpangan kepada seorang mbok pasar. Ketika sampai di pasar, orang-orang memberi tahu mbok bahwa yang memberinya tumpangan adalah Ngarsa Dalem. Langsung mbok itu pingsan! Tidak ada media yang meliput, tapi cerita itu hidup sampai sekarang. Cerita yang otentik, nyata, bukan pertunjukan. Masyarakat umum mengetahuinya belasan tahun kemudian melalui buku Takhta Untuk Rakyat. Karena dikendalikan dengan logika hiburan, bukan otentisitas, tokoh politik terjebak untuk menyederhanakan masalah dan cara penyelesaian masalah. Ini tak terelakkan karena dalam demokrasi media- sentris, durasi, jam tayang, prime time, sound byte menjadi indikator utama. Pesan pemimpin dikemas mirip iklan yang renyah dan berdimensi tunggal agar mudah diingat tanpa elaborasi yang mendalam. Gagasan Pemimpin Di tengah arus media-sentris itu, kita kekurangan kesempatan menelaah gagasan pemimpin secara mendalam. Ruang-ruang publik yang didominasi logika media dan budaya instan berpotensi melahirkan figur pemimpin penghibur yang membuat kita tertawa sejenak meskipun masalah tetap menggunung. Pemimpin penghibur tidak mengajak penontonnya berkerut kening karena yang ditawarkan adalah keceriaan sesaat—tanpa memikirkan bagaimana besok atau lusa. Pemimpin penghibur tidak menawarkan masa depan karena yang penting baginya adalah hari ini. Pemimpin penghibur juga kerap khawatir penontonnya berpaling mencari tontonan lain yang lebih menghibur. Mirip logika rating dalam industri sinetron. Indonesia tidak membutuhkan pemimpin penghibur atau pemimpin sinetron. Kita sudah melewati sejumlah krisis dan kini tengah bersiap untuk naik kelas dari negara skala menengah menjadi negara kuat dalam ukuran ekonomi dan pengaruh geopolitik. Kondisi itu akan tercapai jika kita berhasil menuntaskan transisi demokrasi dan menghasilkan negarabangsa yang kuat dan demokratis. Yang dibutuhkan adalah pemimpin penyala harapan, bukan penyaji hiburan, bahwa hari esok yang lebih baik akan datang jika kita mau bekerja keras, bukan dengan tertawatawa sejenak. Peran penting pemimpin adalah menciptakan "state of mind" atau situasi psikologis di dalam masyarakatnya dengan cara melahirkan dan mengartikulasikan tujuan yang menggerakkan orang dari kepentingan mereka sendiri menuju kepentingan bersama yang lebih tinggi. (JW Gardner, 1988).Kita membutuhkan lebih banyak ruang lagi untuk mendengarkan gagasan pemimpin untuk mendapat harapan, bukan hiburan.[] *Koran SINDO (Opini, edisi 19/6/2014) |
You are subscribed to email updates from PKS PIYUNGAN To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar