Minggu, 08 Juni 2014

PKS PIYUNGAN

PKS PIYUNGAN


Presiden Idealnya Adalah Tokoh Yang Kuat

Posted: 08 Jun 2014 08:24 AM PDT


Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Irman Putrasidin mengatakan, presiden idealnya adalah tokoh yang bermental kuat, penuh percaya diri, dan memiliki kemampuan lebih dari rata-rata warga negara Indonesia.

"Karena presiden memiliki kewenangan sangat besar dan tanggung jawab negara ada di pundaknya. Presiden juga mengendalikan negara non-stop selama 24 jam sehari," kata Irman Putrasidin pada diskusi bertajuk "Mencegah Presiden Disandera Wakil Presiden" di Jakarta, Minggu.

Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah Peniliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indpnesia (LIPI) R Siti Zuhro, pakar demokrasi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonsia Sony Harry B Rachmadi, dan juru bicara mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid, Adhie Massardi.

Menurut Irman, karena kewenangan presiden sangat besar dan tanggung jawabnya sangat berat, maka presiden adalah lembaga tunggal bukan lembaga majemuk.

"Siapapun termasuk wakil presiden, tidak boleh mengambil-alih kekuasaan presiden," katanya.

Ia menegaskan, presiden tidak boleh berbagi kewenangan dengan wakil presiden, misalnya urusan politik merupakan kewenangan presiden dan urusan ekonomi merupakan kewenangan wakil presiden.

Jika presiden sampai berbagi kewenangan dengan wakil presiden, menurut Irman, maka akan berpotensi munculnya matahari kembar dalam pemerintahan.

Irman menegaskan, agar pemerintahan kuat dan fokus maka calon presiden yang dipilih adalah figur yang benar-benar kuat, memiliki kemampuan memimpin, dan memahami tata kelola pemerintahan.

"Jika presidennya tidak kuat, maka potensi disandera oleh wakil presiden akan besar," katanya.

Irman juga mengingatkan, jika wakil presiden berupaya merebut kewenangan presiden, maka presiden bisa menginisiasi untuk mengusulkan pemberhentiannya kepada MPR RI.

Pada kesempatan tersebut, Irman juga menjelaskan, presiden dan wakil presiden adalah simbol negara. Meskipun pasangan calon presiden dan calon wakil presiden semula diusung oleh koalisi partai politik, tapi setelah terpilih sebagai presiden dan wakil presiden, harus bersikap netral dan berdiri di atas semua kepentingan politik.

Menurut dia, presiden juga tidak bisa diintervensi oleh pihak-pihak tertentu yang menjadi donatur pada masa kampanye capres-cawapres.

"Jika hal-hal tersebut dilanggar, maka pemerintahan tidak bisa berjalan efektif dan tersandera oleh kepentingan tertentu," katanya.

*sumber:


Debat Capres, Mahfud MD: Prabowo Tak Usah Dilatih

Posted: 08 Jun 2014 04:49 AM PDT


Ketua Tim Sukses Prabowo-Hatta, Mahfud MD, mengatakan tidak ada persiapan khusus yang dilakukan oleh Prabowo Subianto jelang debat capres yang akan digelar besok.

Menurutnya, jika sebuah debat terlebih dulu dilakukan persiapan hal itu menandakan bahwa pemimpin tersebut tak menguasai masalah.

"Prabowo tidak melakukan persiapan khusus, sudah kebiasaan sudah menguasai masalah, tidak ada persiapan karena langsung terjun ke lapangan," ucapnya di Rumah Polonia, Cipinang-Cempedak, Jakarta Utara, Minggu (8/6/2014).

Kata Mahfud, debat dengan sebuah persiapan tak ubahnya orang yang sedang bersandiwara dan rekayasa.

"Kalau ada persiapan berarti sandiwara dan itu akan bikin grogi dan hilang saat menyampaikan materi. Prabowo tidak usah dilatih," tegasnya. (okezone)

***

Beda Prabowo, Beda Jokowi

Jelang Debat, Jokowi-JK Dilatih Tim Debat dan Tim Ahli
(http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/06/08/269583316/Jelang-Debat-Jokowi-JK-Dilatih-Tim-Debat-dan-Ahli)

Jokowi Simulasi Debat Capres Selama 2,5 Jam
(http://www.republika.co.id/berita/pemilu/menuju-ri-1/14/06/08/n6u6mk-jokowi-simulasi-debat-capres-selama-25-jam)


***

JADWAL DEBAT PILPRES

Berikut ini tema dan jadwal debat capres dan cawapres:

1. Debat capres-cawapres: Pembangunan Demokrasi, Pemerintahan yang Bersih, dan Kepastian Hukum (Disiarkan SCTV, Indosiar, dan BeritaSatu pada 9 Juni 2014 jam 20.00 WIB)

2. Debat capres: Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial (Disiarkan Metro TV dan Bloomberg pada 15 Juni 2014 jam 20.00 WIB)

3. Debat capres: Politik Internal dan Ketahanan Nasional (Disiarkan TV One dan ANTV pada 22 Juni 2014 jam 20.00 WIB)

4. Debat cawapres: Pembangunan Sumber Daya Manusia dan IPTEK (Disiarkan RCTI dan MNCTV pada 29 Juni 2014 jam 20.00 WIB)

5. Debat capres-cawapres: Pangan, Energi, dan Lingkungan (Disiarkan TVRI dan Kompas TV pada 5 Juli 2014 jam 20.00 WIB)


"Isu Babinsa, Lempar Batu Sembunyi Cakar" by @Fahrihamzah

Posted: 08 Jun 2014 04:19 AM PDT


Twit @Fahrihamzah
(8/6/2014)

Saya ingin komentar sedikit soal #Babinsa yang dituduh kampanye untuk Prabowo.

Baru setelah 16 tahun reformasi dan TNI keluar dari politik dan bisnis. Ada tuduhan kepada TNI lagi.

Tuduhan Babinsa berpolitik ini tuduhan serius sekali. Bukan saja TNI yang harus waspada tapi masyarakat sipil.

Saya hanya mencemaskan satu hal, bahwa upaya hancurkan citra TNI bisa jadi serius.

Di Indonesia sekarang ini, hampir semua lembaga negara telah mengalami penghancuran citra.

Secara sistematis, ada kelompok yang bekerja lemahkan reputasi semua lembaga negara yg inti.

Kini tinggal sedikit yang dapat dilihat masih diharapkan oleh publik. TNI adalah sedikit dari yang tersisa.

Meski DPR sebentar lagi dilantik dengan mandat baru, citranya belum pulih penuh. Masih cemar.

Maka tuduhan kepada TNI menurut saya adalah destruksi lanjutan yang niatnya tidak kecil.

Saya membaca hasil survey sebuah lembaga peneliti dan monitor media yang sangat kredibel.

Sangat detil kita membaca bahwa KOMPAS yang memulai berita #Babinsa dan hanya 1 sumber.

Tiba-tiba satu kasus itu ditiup kencang oleh beberapa grup media yang memang sedang berpolitik.

Temuan riset monitor media itu mengatakan bahwa sampai hari ke-4 (setelah awal munculnya isu Babinsa -ed) belum ada kasus baru bahkan sampai hari ini.

Media juga tidak melakukan investigasi. Tapi hanya mengembangkan laporan dari seorang bernama Mr. X.

Mr. X mengaku didatangi seseorang yang berperawakan gendut. Menanyakan kartu untuk DPT.

Lalu, Mr. X curiga karena ybs mengaku berasal dari Babinsa tetapi menanyakan urusan DPT.

Dan Mr.X yang tinggal di jakarta pusat itu melapor ke KOMPAS dan sempat dilakukan investigasi ke Koramil terdekat.

Pihak Koramil mengakui ada petugas baru berperawakan seperti dimaksudkan.

Gara-gara heboh ini, mabes TNI sedang melakukan investigasi serius. Tentu ini harus didukung.

Kalau benar ada oknum Babinsa yang sengaja melakukan intimidasi. Demi kebebasan sipil ybs harus dipecat.

Kita masyarakat sipil dan khususnya saya, tidak akan membiarkan keadaan ini terjadi.

Kata Prabowo, demokrasi ini mahal. Tidak ada bandingan harganya. Jangan sampai dibajak siapapun.

Tetapi, mengangkat pertemuan 2 anak manusia (Mr. X dengan seorang yang diduga aparat Babinsa) sebagai sensasi?

Apa bisa kisah ini jadi indikator TNI berpolitik setelah 16 tahun keluar dari politik baik-baik?

Apa tidak bisa kita curigai adanya motif lain dari isu ini selain bahwa ada pihak yang kalap karena ada tanda-tanda kalah?

Perhatikan: Mr. X ketemu oknum #babinsa di jakarta! lalu "diarahkan" untuk memilih Gerindra (Prabowo -ed). Seperti tutur KOMPAS.

Pertama, ngapain Babinsa operasi di kota jakarta dan masuk rumah orang pinter untuk "mengarahkan"?

Karena saya mendengar di MetroTV wawancara MR.X pinter sekali. Ngerti banget hak2 sipil.

Kalau TNI mau galang Babinsa kenapa tidak galang di tempat2 yang orang mudah "diarahkan"?

Kedua, kalau benar itu oknum Babinsa kenapa Mr.X anggap itu "pengarahan" dan kenapa Gerindra (Prabowo -ed)?

Ketiga, media corong capres (menurut media monitoring) belum melakukan investigasi hanya blowing UP.

Jadi belum jelas percakapan antara Mr.X dan lelaki gendut itu adalah peristiwa politik, media corong sudah meledak.

Maka, sekali lagi saya hanya menyimpan kecemasan. Karena TNI adalah kekuatan awal rakyat Indonesia.

Seperti kata Prabowo, TNI adalah tentara rakyat. Dan menariknya dalam konflik politik adalah bahaya.

Jangan sampai, setelah TNI begitu profesional melalui pemilu demi pemilu. Sekarang ada yg menyeretnya.

Kalau mau berpolitik, TNI sudah mendukung SBY 2 kali atau ada perang bintang ketika para jendral maju.

Tapi justru, ketika hanya ada Prabowo. Ada kelompok yang kalap. Dan mungkin juga para pensiunan di sebelah sana.

Saya kaget membaca HL sebuah koran corong pagi ini (Minggu, 8/6/2013). Para Jenderal bermunculan memaki TNI.

Padahal SBY sebagaimana kita dengar sudah mengingatkan mereka. Jangan seret TNI dalam politik!

Semoga TNI dan POLRI tegar. Karena kalian adalah harapan demokrasi kita agar damai prosesnya.

Saya lupa bilang headline media corong hari ini minta Babinsa dibekukan selama dua bulan...ini tanda apa.?

Katakanlah kasus Mr. X itu benar. Apa tindakan satu oknum jadi alasan pembubaran lembaga?

Mari terus amati. Ini bukan permainan biasa. Ada udang di balik batu, lempar batu sembunyi cakar....hehe...


***

Panglima TNI sebut kasus Babinsa seperti mau perang dunia ketiga

Panglima TNI Jenderal Moeldoko berjanji akan menindak Bintara Pembina Desa (Babinsa) yang terbukti melakukan campur tangan pada kegiatan politik. Hal tersebut dipertegas Moeldoko setelah adanya pemberitaan Babinsa yang kemarin sempat melakukan intervensi pada masyarakat soal pilihan capres tertentu.

"Nanti setelah kita dalami, Babinsa itu melakukan pelanggaran, kita akan tindak Babinsa itu. Di TNI itu ada peraturannya," kata Moeldoko di Base Ops Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Minggu (8/6).

Menurut Moeldoko, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sudah menyerahkan masalah ini kepada dirinya untuk segera diselesaikan. "Bawaslu sudah menelpon saya, bahwa nanti kalau ada penyimpangan saya serahkan kepada panglima TNI," imbuhnya.

Jenderal TNI ini menegaskan bahwa masalah Babinsa yang terjadi di Cideng itu hanya kesalahpahaman dan Bawaslu sudah mengecek tidak ada pelanggaran secara politik yang dilakukan oleh Babinsa tersebut. Dan pihak TNI masih memikirkan akan memproses secara hukum warga yang melaporkan hal itu.

"Sesuai dengan pengecekan di lapangan oleh bawaslu itu tidak terbukti. Soal warga yang melapor, ya nanti kita pikirkan, karena panglima TNI punya tim hukum sendiri," pungkasnya.

Moeldoko berharap bahwa masalah ini janganlah dibesar-besarkan, karena masalah ini tidak terstruktur dan bisa diselesaikan. "Ternyata sekali lagi, itu persepsi, itu kecurigaan. Itu sudah punya niat yang tidak baik untuk buat situasi jadi runyam, tidak terstruktur, tidak sistemik, bukan sesuatu yang bersifat masif," ujarnya.

"Seolah-olah ini seperti mau perang dunia ke tiga, orang panglima masih bisa ketawa-ketawa," tandasnya dengan santai.

(sumber: http://www.merdeka.com/peristiwa/panglima-tni-sebut-kasus-babinsa-seperti-mau-perang-dunia-ketiga.html)


BACA JUGA:

"Fakta Kunci Isu Babinsa Pasca Pengumuman TNI AD. Siapa Bermain?" 




"Fakta Kunci Isu Babinsa Pasca Pengumuman TNI AD. Siapa Bermain?"

Posted: 08 Jun 2014 04:19 AM PDT


Oleh Ratu Adil*

Dinas Penerangan TNI AD telah mengumumkan hasil investigasi terhadap isu pengarahan Babinsa agar warga pilih Prabowo. Saya lebih senang menyingkatnya, isu Babinsa for Prabowo. Pengumuman Dinas Penerangan TNI AD terkait isu Babinsa for Prabowo telah disebar ke media dan dipublikasi di website resmi TNI AD.

Berikut link Press Release TNI AD tersebut : http://www.tniad.mil.id/index.php/2014/06/08/tindak-lanjut-pemberitaan-kompas-5-juni-2014/

Baca seksama hasil investigasi tersebut, terang benderang bahwa tak ada yang namanya pengarahan Babinsa agar warga pilih Prabowo.

Lantas, siapa yang berbohong dalam isu Babinsa for Prabowo ini? Narasumber Kompas si "Sebut Saja Rifki" atau Sabrina Asril sang penulis berita?

Ini berita Kompas.Com pada Kamis 5 Juni 2014 yang fenomenal itu :

Datang Rumah ke Rumah, Anggota Babinsa Arahkan Warga Pilih Prabowo

http://nasional.kompas.com/read/2014/06/05/0957038/Datang.Rumah.ke.Rumah.Anggota.Babinsa.Arahkan.Warga.Pilih.Prabowo

Ini hasil analisa saya terhadap model pemberitaan Babinsa for Prabowo yang digelontorkan Kompas (Analisa Media):

Siapakah Rifki Sang Pembuat Isu Babinsa for Prabowo? bit.ly/UkICb2

Dalam tulisan ini akan saya paparkan fakta, alur serta logika yang berkembang sebelum dan sesudah pengumuman TNI AD.

Babinsa for Prabowo versi "Sebut Saja Rifki" :

    1. Babinsa datangi warga.

    2. Area yang didatangi Babinsa di Jakarta Pusat.

    3. Demografi sosial area yang didatangi Babinsa dominan Tionghoa dan Kristiani.

    4. Tujuan Babinsa datangi warga adalah untuk pendataan referensi capres pilihan warga.

    5. Cara interview warga : Akan pilih Capres Nomor 1? Jika Tidak, pilih Capres Nomor 2?

    6. Pernyataan Rifki 1 : Babinsa arahkan warga pilih Nomor 1.

    7. Pernyataan Rifki 2 : Warga masih trauma dengan Kerusuhan 1998.

    8. Pernyataan Rifki 3 : Kalau pakai pengerahan Babinsa, tandanya sudah takut kalah.

Hasil Investigasi TNI AD :

    1. Babinsa yang datangi warga alias si "Sebut Saja Rifki" alias AT bernama Koptu Rusfandi.

    2. Area yang didatangi Babinsa adalah Kelurahan Cideng, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat.

    3. Demografi sosial area yang didatangi tidak dijelaskan.

    4. Tujuan Babinsa datangi warga adalah pendataan referensi capres pilihan warga.

    5. Cara interview warga : Tunjukkan Gambar Capres No.1, lalu Gambar Capres No.2.

    6. Temuan TNI AD : Tidak ada pengarahan pilih salah satu Capres

    7. Temuan TNI AD : Pertanyaan pertama berdasarkan Nomor Urut Capres ditafsirkan AT alias Rifki sebagai pengarahan agar pilih Prabowo

    8. Temuan TNI AD : Koptu Rusfandi bergerak atas perintah, namun Pangdam Jaya hingga Danramil tak pernah beri perintah pendataan capres pilihan warga.

Sumber : Press Release TNI AD (bisa dilihat juga di website resmi TNI AD)

Validitas Kesaksian "Sebut Saja Rifki" :

    1. Babinsa datangi warga (Valid).

    2. Area yang didatangi Babinsa di Jakarta Pusat (Valid).

    3. Demografi sosial area yang didatangi Babinsa dominan Tionghoa dan Kristiani (Opini Tambahan).

    4. Tujuan Babinsa datangi warga adalah untuk pendataan referensi capres pilihan warga (Valid).

    5. Cara interview warga : Akan pilih Capres Nomor 1? Jika Tidak, pilih Capres Nomor 2? (Valid).

    6. Pernyataan Rifki 1 : Babinsa arahkan warga pilih Nomor 1 (Penafsiran Pribadi).

    7. Pernyataan Rifki 2 : Warga masih trauma dengan Kerusuhan 1998 (Opini Tambahan).

    8. Pernyataan Rifki 3 : Kalau pakai pengerahan Babinsa, tandanya sudah takut kalah (Opini Tambahan).

Dari komparasi fakta-fakta versi Rifki alias AT, terlihat bahwa adanya pengarahan Babinsa agar warga pilih Prabowo hanyalah penafsiran pribadi. Seperti dikatakan Kepala Dinas Penerangan TNI, Andika Perkasa, penafsiran seolah ada pengarahan dikarenakan Prabowo mendapat nomor urut 1. Menurut Andika Perkasa, dikarenakan nomor urut 1 itulah pertanyaan ditanyakan lebih dulu.

Melihat fakta tersebut, jelas bahwa tidak ada kaitan antara Prabowo dengan pengarahan Babinsa agar warga pilih Prabowo.

Fakta hasil komparasi dengan investigasi TNI:

    1. Babinsa datangi warga.

    2. Area yang didatangi Babinsa di Jakarta Pusat.

    3. Tujuan Babinsa datangi warga adalah untuk pendataan referensi capres pilihan warga.

    4. Cara interview warga : Tunjukkan Gambar Capres No.1, lalu Gambar Capres No.2

    5. Temuan TNI AD : Tidak ada pengarahan pilih salah satu Capres

    6. Temuan TNI AD : Pertanyaan pertama berdasarkan Nomor Urut Capres ditafsirkan AT alias Rifki sebagai pengarahan agar pilih Prabowo

    7. Temuan TNI AD : Koptu Rusfandi bergerak atas perintah, namun Pangdam Jaya hingga Danramil tak pernah beri perintah pendataan capres pilihan warga

Namun demikian, masih tersisa beberapa pertanyaan, sebagai berikut :

Pertanyaan 1 : 3 Opini Tambahan Rifki

    1. Rifki sebut tempat tinggalnya dominan etnis Tionghoa dan pemeluk agama Kristiani.

    2. Rifki sebut warga masih trauma dengan kerusuhan 1998.

    3. Rifki sebut kalau pakai pengerahan Babinsa, tandanya sudah takut kalah.

Seperti saya ulas dalam artikel sebelumnya, Opini Tambahan nomor 1 dan 2 berkaitan dengan stigma negatif masyarakat terhadap Prabowo.

Sumber : Kompas.Com Kamis 5 Juni 2014

Rifki ingin mengesankan ada represi pada warga Tionghoa dan Kristen di Jakarta Pusat. Ini jelas bermain pada stigma Prabowo yang berhasil menggalang koalisi Parpol Islam. Risiko yang dihadapi Prabowo dengan menggalang koalisi Parpol Islam adalah dituduh menjadi pelaku atas serangan kepada Kristen. Justru kondisi ini akan dimanfaatkan lawan Prabowo untuk seolah menjadikan Prabowo pelakunya. Jika kubu Jokowi melakukan pembakaran Gereja, tentu orang mudah menuduh Prabowo pelakunya. Jika kubu Jokowi merancang represi kepada area Tionghoa, tentu orang dengan mudah menuduh Prabowo pelakunya.

Sumber : Kompas.Com Kamis 5 Juni 2014

Pernyataan Rifki juga ingin mengingatkan kembali pada kerusuhan 1998 yang mana menjadi stigma negatif Prabowo. Sudah umum di masyarakat berpandangan bahwa kerusuhan 1998 menjadikan etnis Tionghoa korban. Kerusuhan 1998 juga menjadi stigma negatif kepada Prabowo. Terlihat jelas pernyataan si "Sebut Saja Rifki" dalam tulisan karya Sabrina Asril ini mengangkat kembali soal Kerusuhan 1998.

Padahal kalau dilihat secara fakta, bukan Prabowo dalang Kerusuhan 1998. Lihat tulisan saya Fakta Kunci Tuduhan Penculikan Prabowo bit.ly/1tgvC0d

Sumber : Kompas.Com Kamis 5 Juni 2014

Pernyataan Rifki juga tampak ingin mengesankan bahwa mengerahkan Babinsa menandai keputusasaan Prabowo. Perhatikan baik-baik kalimatnya "Kalau sudah xxx (kerahkan Babinsa), tandanya sudah takut kalah".

Coba cek apa jawaban yang selalu diberikan Jokowi, JK, Tjahjo Kumolo, Tim Jasmev terhadap isu negatif Jokowi. SOP tim Jokowi – JK dalam menghadapi serangan selalu menjawab:

    - "Kalau sudah xxx (sebar fitnah), tandanya sudah takut kalah,".

    - "Kalau sudah xxx (pakai black campaign), tandanya sudah takut kalah,"

    - "Kalau sudah xxx (kerahkan Babinsa), tandanya sudah takut kalah,"

Pertanyaan 2 : Samakah Rifki dengan AT?

Apabila melihat hasil investigasi TNI AD, terkuak nama narasumber warga Cideng Jakarta Pusat sebenarnya berinisial AT. Tentu timbul pertanyaan, samakah AT dengan si "Sebut Saja Rifki" yang jadi narasumber Kompas.Com?

Ataukah karena 3 Opini Tambahan di atas merupakan pernyataan tambahan dari Sabrina Asril sang penulis berita, sehingga digunakan nama Rifki?

Apabila Sabrina Asril sang penulis menambahkan 3 Opini Tambahan Rifki tersebut, artinya penulis berita bermain dalam isu Babinsa for Prabowo ini.

Tentu saja, kunci untuk memastikan apakah benar AT menyatakan 3 Opini Tambahan itu adalah mewawancara ulang AT sang narasumber. Bisa ditanyakan, apakah benar AT menyatakan soal Tionghoa, Kristiani, Kerusuhan 1998 itu?

Ini sangat penting, karena Tionghoa, Kristiani dan Kerusuhan 1998 adalah stigma yang berkaitan dengan Prabowo. Apa betul AT ketika diwawancara Sabrina Asril menyatakan 3 stigma negatif Prabowo?

Karena apabila AT ternyata tidak pernah menyebutkan itu, artinya Sabrina Asril sebagai penulis berita ikut bermain dalam isu Babinsa for Prabowo. Sudahkah ini diusut oleh Kompas atau Dewan Pers?

Karena jika media sekelas Kompas mengedit pernyataan narasumber (AT) untuk kepentingan politik Pilpres, artinya Kompas kebobolan. Entah Kompas kebobolan oleh Sabrina Asril, atau Sabrina Asril diperintahkan oleh Redaksi Kompas untuk mengarahkan pemberitaan Babinsa agar menyerang Prabowo?

Seperti saya katakan tadi, kuncinya adalah mewawancara ulang AT untuk memastikan soal 3 Opini Tambahan Rifki. Dengan metode ini, bisa diketahui apakah AT sama dengan Rifki. Ataukah Rifki adalah tokoh karangan Sabrina Asril dalam rangka menambahkan dan mempertajam isu Babinsa penuturan AT agar menyerang Prabowo?

Pertanyaan 3 : Siapa Perintahkan Koptu Rusfandi?

Hasil investigasi TNI AD menunjukkan bahwa :

    1. Koptu Rusfandi : Diperintahkan untuk mendata referensi Capres pilihan warga.

    2. Temuan TNI AD : Pangdam Jaya hingga Danramil tak perintahkan Koptu Rusfandi data referensi Capres pilihan warga.

Apabila Pangdam Jaya hingga Danramil tak pernah beri perintah pendataan, lalu siapa perintahkan Koptu Rusfandi bergerak? Kalau TNI AD tak temukan bukti perintah, artinya perintah diberikan secara lisan, bukan tertulis.

Menacu pada tak adanya surat perintah tertulis, tentu saja ada 3 kemungkinan datangnya perintah pada Koptu Rusfandi :

    1. Perintah datang secara lisan dari salah seorang atasan Koptu Rusfandi.

    2. Perintah datang secara lisan dari pihak lain dalam militer tapi bukan dalam garis komando Koptu Rusfandi.

    3. Perintah datang dari transaksi Koptu Rusfandi dengan pihak lain di luar militer

Disinilah ruang spekulasi yang tak akan terjamah dan sulit dibuktikan dengan metode apapun. Kecuali perintah datang atas perintah bersifat transaksional (poin 3) dan ada bukti transfer bank. Kalau tidak, tak akan dapat ditemukan siapa yang beri perintah.

Dalam kasus seperti ini, otomatis pihak manapun bisa melakukan ini, baik Prabowo maupun Jokowi. Faktanya, purnawirawan TNI pecah belah, ada yang dukung Jokowi, ada yang dukung Prabowo.

Dalam kasus seperti ini, kita hanya bisa memberikan indikasi "Siapa yang bermain" dengan melihat "Siapa yang diuntungkan".

Kalau pakai model indikasi seperti itu, jelas kubu TNI di belakang Jokowi yang terindikasi merancang isu Babinsa for Prabowo. Karena jelas yang dirugikan dengan adanya isu Babinsa for Prabowo adalah Prabowo.

Seperti saya paparkan tadi, kunci melihat siapa yang bermain adalah :

Apakah AT memberikan pernyataan terkait Tionghoa, Kristiani dan Kerusuhan 1998?

    - Jika Ya, maka AT identik dengan Rifki dan AT adalah pihak yang memainkan isu bohong ini

    - Jika Tidak, maka AT berbeda dengan Rifki dan Rifki adalah tokoh rekaan Sabrina Asril sang penulis berita

Pertanyaan di atas harus terjawab dulu, karena jika belum terjawab, maka indikasi siapa perintahkan Koptu Rusfandi tak akan terjawab.

Karena, apabila Sabrina Asril terlibat dalam permainan isu Babinsa for Prabowo, tentunya ada peran Timses Jokowi – JK disini. Dan itu menjelaskan, kenapa tokoh-tokoh timses Jokowi – JK begitu menggenjot isu Babinsa for Prabowo yang ternyata tidak terbukti.

Ketua Tim Pemenangan Jokowi – JK, Tjahjo Kumolo sangat aktif berbicara soal Babinsa for Prabowo. Jusuf Kalla juga sangat aktif berbicara soal Babinsa for Prabowo. Kanal-kanal seperti Kompas, Berita Satu, Jawa Pos dan Metro TV yang berada di kubu Jokowi juga aktif sekali membahas isu Babinsa for Prabowo.

Berita Satu adalah milik James Riady (Grup Lippo), backing kuat Jokowi. Jawa Pos adalah milik Dahlan Iskan yang mendukung Jokowi karena dijanjikan akan lanjut jabat Menteri BUMN. Metro TV adalah milik Surya Paloh pendiri Nasdem.

Apabila benar Sabrina Asril bermain dalam menambahkan pernyataan AT, mengubah namanya jadi Rifki, menajamkan pemberitaan ke arah Prabowo, maka menjelaskan kenapa Tjahjo Kumolo, Jusuf Kalla dan Media-Media kubu Jokowi aktif mendorong isu Babinsa for Prabowo.

Karena memang mereka (Jokowi – JK) yang mendapat keuntungan dari isu Babinsa for Prabowo.

Runutan alur dan logikanya begini :

    1. Apabila pernyataan AT diedit dan AT berbeda dengan Rifki, maka Sabrina Asril bermain dalam isu Babinsa for Prabowo.

    2. Apabila Sabrina Asril bermain, maka menjelaskan kenapa Tjahjo Kumolo, JK dan media-medianya Jokowi aktif dorong Babinsa for Prabowo.

    3. pabila tokoh dan medianya Jokowi – JK aktif berbicara, maka isu Babinsa for Prabowo dirancang oleh Timses Jokowi – JK.

    4. Apabila Timses Jokowi – JK merancang isu Babinsa for Prabowo, maka Koptu Rusfandi diperintahkan oleh Timses Jokowi – JK.

    5. Apabila Koptu Rusfandi diperintahkan Timses Jokowi – JK, maka bisa secara transaksional atau via TNI di belakang Jokowi – JK.

Namun tentunya, kunci kebenaran isu Babinsa for Prabowo ada di tangan AT. Apakah AT benar menyatakan Tionghoa, Kristiani dan Kerusuhan 1998. Karena jika tidak, maka AT berbeda dengan Rifki dan artinya Sabrina Asril sang penulis berita bermain dalam skenario Babinsa for Prabowo.

Mari kita simak kelanjutannya.

*sumber: http://politik.kompasiana.com/2014/06/08/fakta-kunci-isu-babinsa-for-prabowo-660576.html


Mahfud MD: Kita Butuh Pemimpin yang Mengendalikan, Bukan Dikendalikan

Posted: 07 Jun 2014 05:26 PM PDT


Calon Presiden Prabowo Subianto bersama ketua tim pemenangan nasional pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Mahfud MD, menghadiri istigasah dan silaturahmi alim ulama di Pondok Pesantren Al-Yasini, Pasuruan, Jawa Timur, Jumat 6 Juni 2014.

Sejumlah kiai tampak hadir, seperti KH Idris Marzuki dari Pesantren Lirboyo, KH Nawawi Abdul Jalil dari Pesantren Sidogiri, KH Anwar Mansyur dari Lirboyo, dan KH Fuad Nur Hasan dari Sidogiri. Selain itu tampak juga ulama dari Jawa Tengah, KH Maimoen Zubeir, dari Pesantren Al Anwar Sarang, Rembang.

Dalam sambutannya, Mahfud MD menyampaikan perlunya perjuangan melalui jalan berpolitik. Katanya, politik adalah bagian dari kehidupan manusia.

"Tidak ada seorang pun yang bisa lepas dari kehidupan politik, begitu lahir, kita telah menjadi anggota organisasi negara. Tidak seorang pun yang hidupnya tidak terikat dengan negara," katanya.

Karena itu, Mahfud mengingatkan bahwa tidak ada warga yang tidak terikat pada keputusan-keputusan politik dan oleh pemenang kontestasi politik. Karena itu, Mahfud meminta masyarakat untuk memilih saluran politiknya dengan benar.

"Karena itu harus memilih yang bertanggung jawab, karena itu jangan salah memilih, karena yang menang akan mengikat orang. karena itu harus memilih dengan kesadaran dan tanggung jawab," katanya.

Kembali Mahfud mengingatkan, bahwa perjuangan yang tidak bersadarkan pondasi agama akan runtuh, tapi pondasi agama yang tidak dikawal dengan kekuasan juga akan runtuh.

"Karena itu umat Islam harus ikut menentukan pemerintah dan juga presiden. Islamnya NU, saya jamin itu iya," katanya.

Setelah muncul dua pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan proses yang sah, Mahfud meminta agar masyarakt memilih sebagai tanggung jawab terhadap negara.

"Siapa yang harus dipilih, memilih harus tahu tantangan apa di depan kita. Kalau dalam keadaan damai, kita bisa memilih pemimpin yang lemah dan lembek, tapi dalam keadaan tertentu kita perlu memiliki pemimpin yang tegas," katanya lagi.

Mahfud menambahkan, negara Indonesia sangat kaya, tapi miskin rakyatnya. Bahkan bank dunia mencatat ada 109 juta orang miskin di Indonesia.

"Kenapa miskin, karena tidak ada ketidakadilan, tidak ada pemerataan. Satu persen menguasai 70 persen lahan dan 99 persen memperebutkan 30 persen lahan. Apa yang terjadi, korupsi besar-besaran di seluruh jajaran. Keadilan tidak pernah ditegakan," katanya lagi

Menurut Mahfud, bangsa ini perlu pemimpin yang tidak tersandera, pemimpin yang tidak dipimpin, yang mengarahkan dan tidak diarahkan, yang mengendalikan dan tidak dikendalikan. (vivanews)

Indra Sjafri Menaruh Harapan Pada Prabowo

Posted: 07 Jun 2014 05:10 PM PDT


Jakarta - Peta politik di tanah air yang tengah menjadi trending topic di kalangan masyarakat saat ini, ternyata juga mengusik Pelatih Nasional Timnas U-19, Indra Sjafri, untuk ikut angkat bicara.

Pelatih asal Sumatera Barat itu berharap agar pemimpin Indonesia ke depan merupakan figur yang mencurahkan perhatiannya kepada dunia olahraga terutama sepak bola.

Menurutnya, saat ini political will pemerintah terhadap dunia olahraga sama sekali belum dirasakan oleh stake holder dan para pelaku olahraga di Indonesia.

Memang ada dana untuk pembinaan olahraga, tapi masih sangat minim, itu pun melalui KONI untuk even tertentu. Padahal, dibandingkan dengan negara-negara lainnya di kawasan Asia bahkan Asia Tenggara, anggaran untuk pembinaan olahraga di Indonesia tergolong masih sangat rendah.

"Saya berharap figur pemimpin kita nanti adalah sosok yang memang berlatar belakang dari pembina olahraga. Ini jika kita bicara dari sisi olahraga," tutur Indra Sjafri.

Ia mengatakan, dari dua figur calon presiden RI yang memang berlatar belakang dari dunia olahraga adalah Prabowo Subianto. Capres nomor urut 1 itu memang sebelumnya dikenal sebagai pembina olahraga beladiri tradisonal pencak silat.

"Kita semua tahu beliau saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSI), Presiden Persilat (Persekutuan Pencak Silat Antar Bangsa) dan pendiri Perguruan Pencak Silat Satria Muda Indonesia (SMI). Jelas latar belakang Pak Prabowo di dunia olahraga sangat kental sekali," tandas Indra Sjafri.

Ia juga menuturkan, saat ini dunia persepakbolaan nasional berjalan on the track. Namun tentunya, butuh biaya besar untuk mendongkrak prestasi sepak bola di tanah air.

"Saya pribadi berharap jika Pak Prabowo terpilih nanti, akan memprioritaskan perhatian kepada sepak bola, seperti visi-misi yang disampaikan ke KPU, dimana tertulis bahwa pasangan Prabowo-Hatta akan memberi perhatian lebih besar kepada timnas sepakbola dan olahraga," tandasnya. [rok/inilah]


Antara Tirani Mayoritas dan Demokrasi Konsensus

Posted: 07 Jun 2014 04:30 PM PDT


Oleh Arya Sandhiyudha AS*

15 tahun lalu, 7 Juni 1999, Pemilu demokratis pertama sejak 1955 digelar. Jauhnya perjalanan dari momen itu hingga hari ini akan membantu kita memahami bahwa Indonesia sudah bukan lagi dalam "transisi demokrasi". Usia 15 tahun dan Pemilu keempat yang telah kita jalani bukti demokrasi di Indonesia telah stabil dan mapan. Syukuri ini. Kita harus berani yakin, meski 15 tahun lalu kita diragukan dunia akan tergoda dan merindu kembali ke otoriter masa lalu, namun langkah kita terus maju. Ini nikmat mahal bila dibanding beberapa negara yang masih Pemilu pura-pura demi melanggengkan kekuasaan diktatornya: Assad di Suriah, Assisi di Mesir, Haftar di Libya, Maliki di Iraq.

Bandingkan pula dng beratnya ujian demokrasi dinegara jiran, termasuk kudeta berulang di Thailand, kebekuan Junta di Myanmar, dll. Kita juga perlu memahami bahwa Indonesia memilih Sistem Multi-Partai karena itu cara kita mengelola kemajemukan. Beda tidak saling meniada. Adanya partai lokal Aceh atau Perda-perda yang khusus di tingkat lokal (seperti Perda Syariah) juga bukti aspirasi lokal disikapi dewasa dalam demokrasi kita. Indonesia memilih sistem Perwakilan Proporsional, bukan sistem Distrik yang "Winner Takes All", sehingga yang lebih kecil tidak dianggap tiada. Ini artinya Idonesia juga percaya bahwa kewenangan musti terkonsentrasi di banyak aktor. Konsensus dan saling menyeimbang. Itulah makna kematangan demokrasi kita yang telah berusia 15 tahun dari kali pertama Pemilu demokratis digelar.

Halusinasi Diktatorisme

Siapapun terpilih, yakin 100% kita tidak mungkin balik ke rezim diktator. Menakut-nakuti pilihan tertentu dengan bayangan Pak Harto/ OrBa, tidak relevan, karena yg diperbandingkan beda tipe rezim dan tipe Pemilu. Apalagi menakut-nakuti pilihan terhadap capres tertentu dengan halusinasi Assad di Suriah, Assisi di Mesir, Haftar di Libya, atau Maliki di Iraq itu berlebihan. Mereka adalah rezim yang tidak menerapkan Pemilu yang demokratis, apalagi Sistem Multi Partai apalagi Proporsional.

Negara yang belum demokrasi memang tidak musti berubah menjadi demokrasi karena alasan ekonomi yang membaik. Akan tetapi, bagi sebuah negara yang telah berdemokrasi maka situasi ekonomi yang terus membaik akan jadi alasan kuat untuk terus survive dan kian matang dlm demokrasinya. Bagi Indonesia, tidak akan ada jalan kembali dari demokrasi. Keyakinan itupula yang ada di semua kalangan, termasuk miiter. Itu sebabnya militer di Indonesia, bila ingin masuk ke politik, mereka pensiun, menjadi sipil dan mendirikan parpol. Mereka menempuh cara-cara demokratis. Bahkan bila ada dari mereka yang pernah kontes, lalu kalah dengan dewasa, dan atas kepercayaannya pada demokrasi ia tidak rusuh dan kembali maju, sangat layak diapresiasi. Sebab dalam demokrasi, kalah-menang bukan utama, tapi yang terpenting adalah kesiapan kalah dengan dewasa atau menang dengan santun.

Peluang Tirani Mayoritas

Dalam Pilpres juga tidak salah bila ada yang memberi penilaian pada parpol pengusung. Sebab, musykil pemerintahan & NKRI yg besar akan dikelola sendirian, maka menimbang pilihannya perlu lebih dr sekedar antar capres. Sementara kampanye Capres memang dibuat seakan kalau Pilpres itu yang akan mimpin hanya si Capres, akhirnya rakyat lupa menyimak siapa parpol yang bersama sebagai tim. Bahkan parpol sangat mungkin dapat mengendalikan arah pemerintahan kelak. Hal yang lebih perlu diwaspadai bagi negara demokrasi yang mapan apalagi dengan sistem Multi-Partai dan Proporsional sebenarnya bukan apakah ia akan balik lagi ke diktarorisme, sebab hampir tidak mungkin. Apa yang mungkin dari demokrasi kita adalah menjadi "Tirani Mayoritas". Tirani yang dibuat oleh orang-orang yang percaya dengan ide bahwa kekuasaan musti didominasi oleh parpol dengan suara terbanyak.

Koalisi banyak parpol memang ada negatifnya, tapi ada pula positifnya dalam konteks demokrasi. Sebab pemerintahan koalisi akan kehilangan peluang jadi tirani. Apapun partainya dan latar belakang ideologinya, kalau ngelola pemerintahan dengan cara dominan akan cenderung pada tirani. Belum lagi kalau menjadi mayoritas di pemerintahan, juga di parlemen, atau yudikatif. Pemerintahan yang dikelola dominan satu parpol (baik eksekutif, legislatif, atau yudikatif) cenderung akan tidak bisa dikoreksi. Ini ironis, kalau parpol yang mau dominasi sebenarnya suara dukungan rakyatnya juga nggak terlalu besar, tapi nanti akan mengatasnamakan mayoritas. Turki contohnya, Pemerintahan oleh 1 partai, perbedaanya memang suara dukungan rakyatnya nyaris 50%.

Konsensus atau Mayoritarian

Pemerintahan Indonesia pasca Reformasi lebih pas dng Visi Demokrasi Konsensus, bukan Mayoritarian. Apalagi tidak ada pemenang dominan di Pemilu, paling besar pun tidak tembus 20%. Visi Demokrasi Konsensus percaya dengan ide bahwa kewenangan musti dipencar ke beberapa aktor politik. Pembagian itu akan menjaga juga maksud utama demokrasi, bahwa kekuasaan bersifat konsentrik, berlapis, saling cek dan memantau. Sebab apa yang akan dibawa adalah nasib rakyat Indonesia selama 5 tahun lamanya.

Tentu saja ini ulasan teoritik terhadap sistem. Apakah rakyat akan mendorong terlahirnya tirani mayoritas tentu saja itu konsekuensi dari demokrasi yang menjadikan pemilih sebagai "pembeli" yang merdeka. Pada akhirnya, dalam kontestasi politik Pilpres ini rakyat perlu menjaga substansi demokrasi, bahwa demokrasi sejatinya tidak dipengaruhi oleh Pilpres, tingkat kesejahteraan masyarakat, atau rancangan konstitusional, melainkan pada nilai-nilai luhur dan ekspresi budaya kita sebagai warga-negara. Maka, jangan koyak nilai luhur dan ekpresi budaya positif demokrasi dan keadilan gara-gara Pemilu.

Musykil pemerintahan & NKRI yg besar akan dikelola sendirian, maka menimbang pilihannya perlu lebih dr sekedar antar capres.[]


*Arya Sandhiyudha AS
Ph.D Candidate at FATIH University, Turkey
Ketua PPI Turki
Penulis Buku "Renovasi Negeri Madani"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar