Minggu, 01 Juni 2014

PKS PIYUNGAN

PKS PIYUNGAN


Inilah Video 3 Menit Pidato Prabowo-Jokowi di KPU | Nyata Bedanya!

Posted: 01 Jun 2014 06:11 AM PDT


Hari ini, Minggu (1/6/2014) pukul 14.00 WIB, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menggelar pengundian nomor urut pasangan calon presiden dan calon wakil presiden peserta Pemilu Presiden (Pilpres) 2014. Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mendapat nomor urut satu, sedangkan Joko Widodo-Jusuf Kalla mendapat nomor urut dua.

Usai pengundian nomor urut, KPU memberi waktu 3 menit untuk masing-masing pasangan capres-cawapres untuk memberikan sambutan/pidato singkat.

Inilah video pidato masing-masing capres:
(link: http://www.youtube.com/watch?v=TuKtjMzudFw)




Bagaimana kesan dan penilaian anda setelah menyaksikan Pidato kedua capres?

Salah seorang yang menyaksikan secara live di tv memberi penilaian via akun twiternya, @suryadelalu, berikut kesan dan tanggapannya  :

Pidato pertama bagi capres itu penting. Memberi kesan yg lekat, seperti apa gambaran sang calon pemimpin..

Prabowo menyapa org2 di ruang KPU, salam bagi muslim, kristiani, hindu, budha, & salam sejahtera bagi semua. Simbol itikad bagi keragaman..

Seorang pendeta dari Bali mengaku pas menyetel TV saat Prabowo menyapa Om Swastiyastu. Nah saat Jokowi pidato, sudah siap2 menjawab, malah tak ada..

Pidato 3 menit itu digunakan Jokowi utk ucapkan syukur & bersalawat atas nabi, keluarga, para sahabat dan mukminin-mukminat..

Tentu, salawat & doa itu bagus. Tapi ada warga bangsa yg tak merasa disapa. Apalagi bila salawat diucapkan dlm aksen yg terkesan dipaksakan.

Pidato pertama Prabowo dimulai dg menyapa rakyat dari beragam keyakinan. Pidato Jokowi, berusaha menunjukkan bhw dia muslim. Beda!

Lebih lanjut Prabowo ungkapkan perihal keikutsertaannya berkompetisi menuju RI 1. Namun menegaskan bhw akan hormati apapun keputusan rakyat.

Pidato pertama Prabowo sbg capres, akan berkompetisi & hormati keputusan rakyat. Pidato pertama Jokowi, tentang nomor urut 2.. Beda!

Penting bg Capres utk jaga proses demokrasi berlangsung dlm harmoni. Tanpa hrs jelaskan hubungannya dg nomor urut. Siap menang siap kalah.

Adapun halnya Jokowi, mungkin ada yg membisiki agar memanfaatkan momentum utk kampanye. Hingga di akhir pidato terucapkan "Pilih no 2!".

Kata2 berbau kampanye dlm momen seperti tadi malah terkesan kurang simpatik..

Gesture jg penting saat kata demi kata terucapkan. Capres hanya perlu ekspresikan apa yg dirasa. Hanya dg itu dia bisa tampil ok..


BACA JUGA: Pidato 3 Menit Capres di KPU Ungkap Segalanya


Momen Sangat Menyentuh, Sikap Hormat Prabowo pada Kubu Jokowi di KPU

Posted: 01 Jun 2014 08:53 AM PDT

Foto ini jujur menunjukkan siapa yang ksatria dan memiliki kebijaksanaan. Walaupun fitnah selalu menerpa.
(Twit @GreySword )

Jakarta - Pasangan capres-cawapres Prabowo-Hatta kompak mengenakan kemeja putih dan peci hitam. Keduanya datang di KPU, pukul 14.00 WIB, Minggu (1/6/2014), untuk mengambil nomor urut.

Prabowo-Hatta didampingi Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Sekjen PPP Romahurmuziy, dan petinggi partai koalisi lainnya.

Saat memasuki ruang lantai 2 Kantor KPU, ketika sidang pleno pengambilan nomor urut digelar, Prabowo-Hatta menyambangi kubu Jokowi-JK, dan langsung mengambil sikap hormat.

Namun saat hormat dan bersalaman, Mega tak membalasnya. Mega hanya bersalaman sambil duduk.

Prabowo-Hatta melanjutkan bersalaman dengan Jokowi, JK, Surya Paloh, Cak Imin, Sutiyoso, Khofifah. Prabowo juga memberi hormat kepada bekas atasannya yang mendukung Jokowi, Luhut Pandjaitan.

Dalam kesempatan itu, sambil tersenyum Jokowi terlihat terpana dan kagum melihat kedatangan Prabowo. Tak hanya Jokowi, Ketum NasDem juga terlihat melakukan hal yang sama.

Kemudian Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta langsung menuju tempat yang sudah disediakan KPU dan duduk secara berdampingan.

Seperti diketahui, hari ini KPU menjadwalkan pengambilan nomor urut calon presiden dan wakil presiden. Acara ini dimulai tepat pada pukul 14.00 WIB. [yeh/inilah]


Pidato 3 Menit Capres di KPU Ungkap Segalanya | Beda Prabowo-Jokowi

Posted: 01 Jun 2014 08:53 AM PDT


Oleh Rini Elrealvira*

No urut 1 : PRABOWO

Di awali dengan mengucapkan Assalamu'allaikum Wr Wb, lalu Prabowo mengucapkan terima kasih nya atas kerja keras KPU, TNI, Polri. Menyampaikan rasa hormatnya dan kebanggaannya kepada mitra koalisi Merah Putih nya, Megawati, Jokowi dan JK, Jimly Asshidiqi, rekan-rekan media yang dia sebut "rajin", dan tak terlupakan adalah calon wakil nya Hatta Rajasa. Berbicara tanpa mimik ragu di wajahnya, tegas, tidak berbasa-basi, tidak membahas keberhasilannya telah memilih surat yang di dalamnya tertera nomer urut wahid alias SATU. Usai pidato mengarahkan mikrofon kepada Hatta Rajasa untuk menawarkan apakah sang cawapres mau pidato atau tidak. Terakhir menyiratkan bahwa pada akhirnya beliau akan menghormati apapun pilihan rakyat Indonesia. Tidak memakai kesempatan dalam kesempitan durasi 3 menit untuk berkampanye.

No urut 2 : JOKO WIDODO

Mengawali pidato dengan sangat islami, yang cukup sempurna. Namun hanya menyebut penghormatan dengan kata "senior" tanpa menyebutkan siapa saja senior tersebut. Lalu hanya disambung dengan kata "ibu bapak sekalian". Kemudian Jokowi membicarakan tentang arti nomer 2 menurut dia. Bahwa 2 adalah keseimbangan, ada capres ada cawapres, ada telinga kanan telingan kiri, ada tangan kanan tangan kiri, intinya ada harmonisasi katanya. Lalu diakhiri dengan kesempatan berkampanye, "pilih no mer 2" katanya, di depan para petinggi KPU, di kantor KPU. Setelah mukadimah pidato, ada sedikit jeda waktu bicara yang mungkin dipakai oleh Jokowi berpikir. Ditandai dengan mulut Jokowi yang sedikit terbuka, mata yang menunjukkan pemiliknya sedang memikirkan sesuatu.

Ada yang bilang, cara dan isi bicara seseorang, menunjukkan siapa dia. Bagaimana karakternya pribadinya, bagaimana pola berpikirnya, dan apa ide ide nya. Durasi 3 menit, waktu yang cukup singkat tapi cukup signifikan untuk menjelaskan segalanya.

Menyebut terima kasih kepada kerja keras KPU, TNI, POLRI, menghormati rival poltik, dan membanggakan mitra koalisi dan calon wakil sendiri, adalah petunjuk penting Prabowo sangat memiliki penghargaan yang tinggi kepada orang lain. Penyebutan nama satu persatu, menunjukkan Prabowo bersungguh sungguh atas ucapannya alias tidak basa basi, sekalipun kepada rival politiknya, Mega, Jokowi, dan JK.

Hal ini tidak dilakukan oleh Jokowi. Padahal sebagai pembicara kedua setelah Prabowo, Jokowi mestinya punya petunjuk tentang apa yang akan di pidato kan nya, supaya lebih berbobot dari Prabowo. Prabowo sebut membanggakan calon wakilnya, sementara Jokowi sama sekali tidak menyebutkan apapun tentang JK dalam pidatonya. Juga selama ketua dan komisioner KPU berbicara, terlihat beberapa kali Jokowi berbicara kepada JK, sementara Prabowo dan Hatta menyimak secara seksama. Jokowi masih bisa bilang pilih nomer 2, sementara Prabowo tahu dengan tepat, di waktu dan di tempat yang mana dia boleh berkampanye atau tidak.

Adapun momen lainnya yang penting diperhatikan adalah sesaat setelah no urut jelas, Prabowo bersalaman erat dengan Hatta, tanda kedekatan dan bersyukur, sementara Jokowi dan JK tidak melakukan interaksi apa-apa.

Sesaat setelah Prabowo-Hatta memasuki ruangan KPU, mereka langsung menghampiri kubu Jokowi-JK untuk bersalaman. Andai yang tiba belakangan adalah kubu Jokowi-Jk, penulis tidak yakin mereka menghampiri kubu rival politik untuk bersalaman, mengingat ke-kaku-an sikap Jokowi-JK, juga mengingat sikap ibu suri PDIP yang selalu tidak bersahabt dengan rival politik, contohnya SBY.

Pidato 3 menit, mampu ungkapkan segalanya. Seperti pandangan pertama, pidato singkat mampu menjelaskan siapa orang itu sebenarnya. Pidato 3 menit tidak mampu mengakomodir niat pencitraan. Sebab pidato 3 menit hanya akan mengungkapkan siapa yang sedang berbicara sesungguhnya. Dalam sempitnya waktu, dalam keadaan serba terbatas, dalam itulah kita bisa mendapatkan potret yang jelas, tentang profil seseorang.

Dear rakyat Indonesia, Semoga kita semua tidak salah memilih siapa yang akan mampu membawa bangsa kita ke arah perubahan dan perbaikan.

*sumber: http://m.kompasiana.com/post/read/659070/2/pidato-3-menit-capres-di-kpu-ungkap-segalanya.html


Jokowi serukan pilih nomor 2, Bawaslu nilai pelanggaran

Posted: 01 Jun 2014 02:24 AM PDT


Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nelson Simanjuntak angkat bicara terkait pidato capres Jokowi usai pengambilan nomor urut di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Apa yang disampaikan Jokowi saat pidato dan mengajak untuk memilih nomor dua masuk dalam kategori pelanggaran kampanye. Sebab, jadwal kampanye baru dimulai dari tanggal 4 Juni hingga 5 Juli nanti.

"Bisa juga kampanye, karena ajakan," kata Nelson kepada wartawan di Kantor KPU, Jakarta, Minggu (1/6).

Nelson menegaskan, pihaknya akan merapatkan masalah ajakan Jokowi yang masuk kategori ajakan itu di internal Bawaslu.

"Kita akan lihat ini, apakah melampaui rambu-rambu. Ini akan saya bicarakan, ini memenuhi satu unsur kampanye, ajakan," jelas Nelson.

Diketahui sebelumnya, pasangan capres Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) mendapat nomor urut dua dalam Pilpres 9 Juli mendatang. Jokowi memaknai angka dua sebagai keseimbangan.

Di akhir pidato singkatnya, tiba-tiba Jokowi menyampaikan ajakan pada rakyat untuk memilih mereka. Padahal, ajakan memilih atau yang sejenisnya hanya boleh diserukan saat masa kampanye.

"Untuk menuju Indonesia yang harmoni dan seimbang, pilihlah nomor dua," kata Jokowi.

*http://www.merdeka.com/politik/jokowi-serukan-pilih-nomor-2-bawaslu-nilai-pelanggaran.html

Jokowi Curi Start Kampanye Saat Pidato di KPU, Kubu Prabowo Lapor Bawaslu

Posted: 01 Jun 2014 02:19 AM PDT


Kubu calon presiden Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, menilai Joko Widodo alias Jokowi telah melakukan curi start kampanye. Tudingan itu menanggapi seruan Jokowi yang mengajak rakyat memilih nomor urut 2 di Pilpres nanti.

Direktur Hukum dan Advokasi Tim Sukses Prabowo-Hatta, Ahmad Yani, akan melaporkan kejadian ini ke Bawaslu. Jokowi mendahului jadwal kampanye yang ditetapkan KPU.

"Terjadi pelanggaran serius, hari ini capres nomor dua sudah berkampanye dalam pidatonya. Kita ingin segera melapor dan di depan Bawaslu baru beberapa menit, Ketua KPU mengatakan tidak boleh menggunakan tenggang waktu sampai kampanye itu," kata Yani kepada wartawan di KPU, Jakarta, Minggu (1/6).

Yani menjelaskan, sesuai jadwal KPU, capres dan cawapres baru boleh berkampanye pada tanggal 4 Juni hingga 5 Juli 2014.

"Tadi jelas, Pak Jokowi sudah mulai mencuri start. Sudah melakukan pelanggaran terhadap aturan yang disepakati yaitu mendahului jadwal kampanye dengan mengajak untuk memilih nomor dua," jelas Yani.

Apa yang disampaikan Jokowi dalam pidatonya termasuk kategori kampanye karena bersifat mengajak untuk memilih nomor dua. Yani mendesak Bawaslu untuk segera mengambil sikap atas pelanggaran kampanye yang dilakukan Jokowi.

"Kita tinggal menunggu langkah-langkah yang akan diambil Bawaslu. Bawaslu harus menindaklanjuti, harus diberikan punishment. Kalau tidak, buat apa kita buat aturan," tegasnya.

*http://www.merdeka.com/politik/kubu-prabowo-hatta-jokowi-curi-start-kampanye-pelanggaran.html


Prabowo-Hatta Nomor Urut 1, Pendukung Nyanyikan 'Garuda di Dadaku'

Posted: 01 Jun 2014 01:30 AM PDT


JAKARTA - Pasangan calon presiden dan wakil presiden dari poros Gerindra, Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa mendapatkan nomor urut 1 dalam undian nomor urut di Kantor KPU. Sementara Joko Widodo dan Jusuf Kalla dapat nomor urut 2.

"Garuda di dadaku, Prabowo presidenku," begitu teriak pendukung Prabowo dan Hatta di dalam gedung KPU Jakarta.

Prabowo mendapatkan kesempatan kedua untuk mengambil nomor. Sementara Jokowi yang pertama. Nomor urut itu berada di dalam sebuah tabung bermotif batik.

Di dalamnya ada secarik kertas besar A4 yang berisi nomor urut pasangan. Tabung itu dibuka bersama oleh Prabowo dan Jokowi.

*http://jaringnews.com/politik-peristiwa/umum/62570/prabowo-hatta-nomor-di-pilpres-


Ulama & Tokoh Masyarakat Jawa Barat Dukung Prabowo-Hatta

Posted: 31 May 2014 11:41 PM PDT


BOGOR - Ulama dan tokoh masyarakat se-Jawa Barat mendekalarasikan dukungan untuk calon Presiden dan calon Wakil Presiden Prabowo-Hatta Rajasa.

Ratusan ulama dan tokoh masyarakat yang datang dari berbagai daerah di Jawa Barat melakukan menyatakan dukungan untuk Prabowo-Hatta di Aula Mesjid Atthohirin, Kecamatan Bogor Selatan Kota Bogor, Minggu (1/6/2014).

Deklarasi tersebut juga dihadiri oleh ribuan jamaah yang didominasi kaum ibu. Takbir dan salawat dikumandangkan ulama dan tokoh masyarakat usai isi deklarasi dibacakan.

Dalam kesempatan tersebut, Hatta mengucapkan banyak terimakasih kepada para ulama dan tokoh masyarakat serta seluruh jamaah yang telah memberikan dukungan kepada Prabowo dan dirinya.

"Kita menyatukan tekad, visi dan semangat untuk membangun Indonesia jadi lebih sejahtera, maju dan mandiri," katanya di depan para ulama dan tokoh masyarakat.

Hatta juga menyampaikan rasa terimakasih kepada para pemimpin terdahulu, seperti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sudah melakukan banyak perubahan untuk bangsa ini selama menjabat.

"Kita ingin lebih cepat menuju kesejahteraan, kita ingin umat Islam tak hanya jumlahnya saja yang banyak, tapi kualitasnya yang lebih maju agar bisa memberikan sumbangsih lebih banyak  kepada negara," tegasnya.
(trk/okezone)


PKS: Inteli Masjid, Kayak Orba dan Orla

Posted: 31 May 2014 10:19 PM PDT


Jakarta - Anggota DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Refrizal menanggapi persoalan PDI Perjuangan yang menginginkan masjid diinteli jelang Pemilu presiden 2014. Menurutnya, PDI Perjuangan tidak memperkeruh suasana.

Refrizal mengatakan, sikap partai asuhan Megawati Soekarnoputri itu seperti zaman Orde Baru dan Orde Lama. Bahkan, belum berkuasa saja sudah arogan kepada ummat Islam.

"Kayak Orba (Orde Baru) dan Orla (Orde Lama), dulu kan masjid-masjid diinteli," kata Refrizal kepada INILAHCOM, Sabtu, (31/5/2014) malam.

Ia mengaku sepakat dengan pernyataan pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahwa, menginteli masjid itu sangat melukai hati ummat Islam.

"Seharusnya janganlah bersikap begitu, sekarang ini harus menenangkan suasana yang memanas. Hati-hatilah memberi pernyataan," ujarnya.

Di samping itu, ia juga menganggap hal wajar seorang ustaz menyampaikan pesan kepada para jama'ah agar memilih pemimpin yang tegas, jujur dan mandiri. Karena, sekarang ini sudah zamannya demokrasi.

"Dai/ustad/mubaligh mempunyai kewajiban mengarahkan ummatnya untuk cerdas memilih pemimpin," jelas dia.

Sebagaimana diberitakan, PDI Perjuangan menjalankan aksi intelijen terhadap masjid-masjid. Mengawasi setiap khotbah yang ada.

Anggota Tim Sukses Jokowi-JK Eva Kusuma Sundari tidak menampik itu. Dia mengatakan, memang kader partai yang muslim diminta untuk melakukan aksi intelijen terhadap masjid-masjid.

Pihaknya melakukan pengawasan terhadap masjid-masjid, karena dikhawatirkan menjadi tempat terjadinya kampanye hitam.

Eva mengatakan, salah satu yang sudah menginstruksikan itu adalah PDC PDIP Jakarta Timur. "Karena memang serangan kepada Jokowi-JK di masjid-masjid sangat intensif," kata Eva.[ris/inilah]


Kocak dan Nekad! Dukung Prabowo Karyawan Bikin "Lipsing Rhoma"

Posted: 31 May 2014 10:11 PM PDT


Dukungan kepada calon presiden Prabowo dan Calon Wakil Presiden Hatta Rajasa juga diberikan oleh sekelompok karyawaan sebuah perusahaan pertambangan batubara di Kalimantan Timur.

Setelah melaksanakan sebuah kegiatan, karyawan tersebut membuat sebuah lagu dengan judul UNTUKMU PRABOWO menggunakan lirik Lagu Perjuangan dan Doa dari Rhoma Irama.

Dengan gerakan taktis dan kocak (kaku dan acak hahaha), karyawan nekad ini membuat sebuah persembahan untuk Capres Prabowo Hatta :D

Berikut adalah link video nya... selamat menikmati :))

http://www.youtube.com/watch?v=fdgLAvTDFI0



*Kiriman: Nur Saudi

Pedoman Memilih Presiden

Posted: 31 May 2014 08:23 PM PDT


Pedoman Memilih Presiden

Pilihlah Capres yang rekam jejaknya jujur bukan pendusta, karena berdusta adalah penyakit jiwa yang sulit sembuhnya.

Pilihlah Capres yang mampu menjaga amanah bukan mengkhianatinya.

Pilihlah Capres yang mampu bekerja secara genuine bukan dibesar-besarkan dan puja puji oleh media semata, sebab kita memilih Presiden bukan aktor sandiwara.

Pilihlah Capres yang kuat dan pemberani, itu modal untuk keselamatan negaramu dari serangan asing, dan modal perlindungan untuk rakyatnya.


#SelamatkanIndonesia


Menilik Prestasi Kerja Jokowi vs Prabowo

Posted: 31 May 2014 06:37 PM PDT


Oleh Sidrotun Naim*

Coba mengkomeng salah satu argumen Anies Baswedan (di Mata Najwa Metro Tv -red). Dari 6 presiden Indonesia, tunjukkan siapa yang pernah jadi gubernur atau walikota sebelumnya. Atau camat dan lurah juga boleh dech. Mungkin saya yang salah baca sejarah, siapa tahu Bung Karno pernah jadi camat, Pak Harto pernah jadi carik.

Di antara semua presiden Indonesia, siapa yang tidak pernah punya cita-cita/ambisi terus tiba-tiba ujung-ujug njedhul menjadi presiden? Soekarno, Soeharto, Habibie, Mega, dan SBY jelas-jelas semua punya keinginan itu. Gus Dur juga iya, walaupun lebih santai dan tidak perlu repot.

Kalau boleh, saya juga ingin bertanya, waktu Pak Anies Baswedan menggagas "Indonesia Mengajar", tentu itu niat sangat baik. Apakah terbersit dalam hati Bapak program itu sebagai bagian pencitraan, kendaraan untuk meningkatkan kepopuleran, supaya bisa nyapres atau minimal kena radar untuk jadi menteri? Kalau iya, tujuan yang ini sudah tercapai. Bukankah bapak sudah mencobanya lewat Demokrat. Tidak berhasil, Anda 'menyeberang' dari capres menjadi jubir. Yang bisa menjadi kendaraan menjadi menteri. Good job, Pak. Sangat rapi dan elegan.

Yang benar, apapun latar belakang capres-cawapres, harus yang terbaik di bidangnya itu. Kedua, mengukur prestasi prajurit pakailah standar prajurit. Mengukur kepala daerah beda lagi. Cara paling mudah, bandingkan dengan yang sepantaran dengan profesi yang sama.

Untuk kepala daerah, yang baik banyak, bukan hanya Jokowi. Bedanya tidak dikinthili wartawan dan juru potret.

Sedangkan Prabowo (sebelum 1998 tentunya) tak terbantahkan adalah perwira terbaik di sepantarannya. Apa indikatornya? Menjelang reformasi itu, dari sembilan Perwira Tinggi TNI-AD, enam orang dari 1970, dua orang dari 73 (SBY dan Sjafrie) serta Prabowo (74).

Artinya, dia melewati tiga-empat angkatan. Jenderal bintang 3 termuda. Apakah kenyataan bahwa dia menantu presiden ikut mengatrol pangkatnya? Mungkin. Tapi, kalau saja Anda baca riwayat karier militernya, semua kenaikan pangkatnya sesuai prosedur. Dia sudah di Kopassus (waktu itu masih Kopassandha) jauh sebelum jadi menantu Soeharto. Kenyataan bahwa dia masuk Kopassus pun sudah prestasi tersendiri. Ibaratnya di kampus, hanya sebagian kecil saja yang bisa masuk top 5%. Semua tugas kemiliteran diselesaikan dengan baik. Ketika menjabat Danjen, Kopassus menjadi berita besar internasional lewat Operasi Mapenduma (silahkan google sendiri). Sejak itulah julukan the rising stars muncul, merujuk ke Prabowo, SBY, Sjafrie dkk. Wiranto sama sekali tidak masuk kategori ini. Kalau Anda baca riwayat militer Wiranto, dia melejit sejak menjadi ajudan Presiden. Sebelumnya prajurit 'biasa saja'. Dan bisa Anda tebak, siapa yang 'menempatkannya' sebagai ajudan presiden, untuk memastikan anak didiknya yang memegang posisi kunci di militer ke depannya. Dialah L.B. Moerdani sebagai Pangab saat itu.

Soekarno adalah pemimpin revolusi, memang yang terbaik dari stok yang ada saat itu. Soeharto adalah pangkostrad (sama dengan Prabowo) saat menerima mandat Supersemar. Habibie adalah teknokrat terbaik. Gus Dur sudah menjadi Bapak Bangsa, Pemikir Besar jauh sebelum menjadi presiden.

Saya tidak perlu menuliskan apa yang sudah dibuat Prabowo setelah menjadi sipil. Saya juga tak perlu menuliskan prestasi Jokowi, sudah banyak bahan bertebaran yang fokusnya di sulapan, membandingkan gambar before vs after, sebelum dan sesudah disulap.

Tentu punya pasar dan terminal yang rapi itu bagus, memfasilitasi proses-proses lebih baik. Begitu juga membersihkan sungai. Tapi, itu skalanya mikro. Contoh perubahan makro misal pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masuk 10 besar dunia. Ini tentu prestasi kerja SBY-Boediono (dengan menko ekuin Hatta Rajasa) yang harus kita syukuri. Kalau saya dan Anda merasa sekarang hidup lebih layak dari sebelumnya, ada jejak pemikiran mereka di dalamnya. Pelaksananya sih orang lain. Jadi, tidak benar SBY-Boed tidak bekerja. Kalau 'terkesan' lambat memang iya. Namanya pemikir, memang begitu ritmenya. Kalau bisa memilih, pasangan ideal itu menurut saya pemikir-eksekutor (SBY-JK). Kalau tidak ada, pemikir-pemikir (SBY-Boed). Pilihan terakhir, baru eksekutor-eksekutor.

Ngomong-ngomong, berbahagialah warga Jakarta, mulai bulan Juli tol ERP akan diujicobakan. Salah satu yg mendapat kontrak projek ini (besar lho) adalah Jenderal Luhut, tanpa perlu tender. Alasan pemda, kalau tender bikin lama, padahal kita mau cepat (berhubung pilpres awal Juli, hehehe). Siapa bilang nepotisme itu tidak ada? Siapa bilang jenderal kancil itu bantu2x gratisan?

Oh ya, sebenarnya MetroTV tidak fair. Kalau Ketua pemenangan timses, ditandhemnya ya dengan padanannya, itu bukan interview mereka-mereka yang gagal nyapres, tapi ttg kapasitas skrg. Pak Machfud mestinya head to head dengan Tjahyo Kumolo. Kalau Pak Anies, cukup dikasih Tantowi Yahya saja, atau Ibu Marwah Daud. Level-nya khan jubir doang. Saya akui, PDIP cerdik dalam menunjuk Anies sebagai Jubir, garda terdepan di media. Meskipun, sebenarnya ini 'tidak wajar' dan bukan pendidikan politik yang baik. Anda lihat, di negara manapun, posisi Jubir ini biasanya diisi oleh kader partai. Karena itulah, kubu Prabowo-Hatta menempatkan Tantowi, Marwah Daud, Nurul Arifin dkk.

Apa artinya? Saya tetap meragukan kapasitas intelektual 'tim inti' JKW-JK. Visi-misi dibuatkan oleh 'tim pakar' dari UGM, UI, Unpad, dan Airlangga (bukan pemikiran dan ide orisinal JKW-JK). Bahkan, ketika dikumpulkan pertama kalil belum sempat dibaca. Ada beberapa yang ternyata salah sampai harus direvisi. Tidak salah tentunya membentuk tim ahli, tetapi ide besarnya harus orisinal capres-cawapresnya. Sedangkan visi-misi dan program Gerindra, Prabowo terjun langsung menuangkan pikirannya yang kemudian dirumuskan bersama dengan dewan pakar.

Kedua, untuk Jubir yang membutuhkan artikulasi bagus, lagi-lagi mencomot orang luar. Baik PDIP, Nasdem, PKB, Hanura tidak punya stok. Saya yakin, kalau kemarin itu head to head-nya Anies dengan Tantowi, akan lebih berimbang karena porsi kerja mereka sama dan keduanya memiliki artikulasi yang baik. Sama-sama Jubir. Sekarang saya bertanya-tanya, fungsi Pak Anies itu sebenarnya ketua tim pemenangan atau jubir? Boleh jadi, MetroTV (yang memang sudah berpihak ke JKW tentunya), memang sengaja membuat dagelan dalam framing (seolah-olah) diskusi cerdas dengan cara mengundang tim tapi tidak sepantaran.

'Jam terbang' membaca Prabowo vs Jokowi (anggap di umur yang sama) sudah pasti Prabowo jauh lebih unggul. Punya presiden yang tipikal eksekutor itu sebenarnya salah zaman, ga musim lagi. Lihatlah semua negara besar dan negara yang mulai besar. Presiden-presidennya adalah tipikal pemikir. Wapres-nya yang eksekutor. Mirip dulu SBY-JK. Konsep bagus, pelaksanaan di lapangan cepat. Punya presiden pemikir itu bukan hanya penting untuk urusan dalam negeri, juga untuk 'kontes' luar negeri. Para pemimpin dunia kalau ketemu bukan untuk blusukan, tapi adu gagasan. Gus Dur dalam masa kepresidenan yang singkat, mampu meninggalkan jejak yang banyak karena beliau pemikir sejati.[]


Boston, 29 Mei 2014

Di rumah kelahiran John F. Kennedy (JFK), di hari ulang tahunnya (29/5). Saat nyapres 1960, slogannya JFK ada dua "A Time for Greatness" dan "Leadership for the 60's". Dalam popular vote saat itu, dia hanya menang tipis seratus ribuan. Saat JFK lahir di Brookline 1917, tepat di hari yang sama, lahirlah 'kembarannya' di Kebumen, Soemitro Djojohadikusumo. Sekarang anaknya nyapres dengan slogan "Selamatkan Indonesia".

*sumber: https://www.facebook.com/sidrotun.naim/posts/10153037796194657?fref=nf


Masjid Diinteli Mengingatkan pada Masa Jenderal LB Moerdani

Posted: 31 May 2014 05:44 PM PDT


Rencana kubu Jokowi-JK mengerahkan kader-kadernya menjalankan "aksi intelijen" terhadap masjid-masjid dan mengawasi setiap khotbah, mendapat kritikan.

Kebijakan itu sebetulnya bertujuan menghadang kampanye pembusukan terhadap Jokowi-JK itu. Bukan cuma dikritik oleh lawan politiknya di kubu Prabowo-Hatta, namun juga mendapat sindiran dari Sekretaris Kabinet, Dipo Alam.

"Ada Ketua Dewan Masjid Indonesia, ada professor intelijen, apa yang masih kurang intelin khotbah di masjid-masjid?" ujar Dipo Alam lewat akun twitter miliknya, @dipoalam49, menanggapi pemberitaan di media online.

Mengenai isu itu, Dipo yang juga eks aktivis mahasiswa Orde Baru, jadi ingat kembali kisah kawan lama dan seniornya, AM Fatwa.

Dipo mengenal Fatwa saat politisi senior itu menjadi staf Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin. Dipo akui, mereka sama-sama pernah ditahan oleh Orde Baru pada tahun 1978, era tokoh militer Jenderal Benny Moerdani berkuasa.

AM Fatwa, katanya, menjadi korban kekejaman aparat Orde Baru ketika era khotbah-khotbah di masjid "diinteli" atau dicurigai. AM Fatwa yang waktu itu aktif berkhotbah di masjid menjadi korban.

"Digebuk babak belur masuk RSIJ terbaring. Saya besuk Pak Fatwa di RSIJ, kedua matanya masih berdarah-darah.Saya prihatin dan pamitan karena lusa saya akan berangkat tugas studi ke AS," ungkap Dipo Alam mengenang masa itu.

Belajar dari pengalaman itu, Dipo Alam berharap era di mana Jenderal Benny Moerdani berkuasa dengan "menginteli" khotbah-khotbah di masjid-masjid, tidak terulang lagi.

"Mudah-mudahan era seperti dulu ketika Jenderal Benny Moerdani berkuasa dengan inteli khotbah masjid-masjid, main hantam dan tangkap, berakhir," lagi kicau @dipoalam49.

Soal aksi menginteli khotbah di masjid itu diungkapkan oleh anggota Tim Sukses Jokowi-JK Eva Kusuma Sundari. Pihaknya melakukan pengawasan terhadap masjid-masjid karena dikhawatirkan menjadi tempat terjadinya kampanye hitam.

"Karena itu tampaknya, teman-teman mulai mikir kok masjid jadi tempat menyebarkan fitnah, serangan. Jadi diperlukan pemantauan. Kalau bisa direkam agar supaya masjid tidak dikotori fitnah. Kita kumpulin, seperti tabloid penerbit Obor Rakyat, lalu dilaporkan nanti," ungkap Eva. [ald]

*sumber: http://www.rmolsumsel.com/read/2014/05/31/7135/Masjid-Diinteli-Mengingatkan-pada-Masa-Jenderal-LB-Moerdani-


KPU: Capres Jangan Kumpulkan Uang di Pinggir Jalan!

Posted: 31 May 2014 05:12 PM PDT


JAKARTA- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay menyatakan seluruh penyumbang dana kampanye untuk pasangan calon presiden dan calon wakil presiden harus jelas identitasnya.

"Tidak seperti mengumpulkan sumbangan sukarela. Ini adalah kegiatan politik, pemilu. Jadi, itu harus ditata," ujar Hadar di Gedung KPU, Sabtu (31/5/2014).

Oleh karena itu, Hadar meminta kedua pasangan, baik tim Prabowo-Hatta maupun Jokowi-JK, tidak melakukan pengumpulan sumbangan sukarela. "Jadi capres tidak bisa. Jangan kumpulkan uang di pinggir jalan, seribu-seribu itu. Kalau dalam peraturan sumbangan kampanye itu harus dicatat," terangnya.

Sebab, semua dana kampanye harus dikelola dalam satu rekening khusus yang jelas sumber uang masuk dari mana saja.

Sebelumnya, tim relawan Jokowi-JK Bangkit untuk Perubahan mendeklarasikan 'Gerakan Rp1.000 Jokowi-JK'. Gerakan ini bertujuan agar masyarakat bisa berpartisipasi mendukung dan memenangkan Jokowi-JK dengan menyumbangkan Rp1.000.

Dana tersebut nantinya akan diberikan kepada tim pemenangan Jokowi dan JK sebagai dana kampanye. Selain itu, pertanggungjawaban dana tersebut akan diumumkan.

*sumber: http://pemilu.okezone.com/read/2014/05/31/567/992298/kpu-capres-jangan-kumpulkan-uang-di-pinggir-jalan


Persaingan Prabowo-Jokowi Makin Ketat

Posted: 31 May 2014 04:31 PM PDT


JAKARTA - Persaingan dua pasangan capres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) semakin ketat. Hal itu terungkap dari hasil survei Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) terkait dengan persepsi dan perilaku publik terhadap elektabilitas capres-cawapres pada Pilpres 9 Juli mendatang.

Direktur Puskaptis Husin Yazid mengatakan, survei dilakukan mulai 20 Mei di hari terakhir pendaftaran para kandidat ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Survei yang menggunakan teknik multistage random sampling dilakukan di 33 provinsi, 53 kabupaten/kota dan 159 kecamatan. Sedangkan jumlah sampel desa atau kelurahan yang diambil sebanyak 477 desa dengan responden 1.250 orang berusia di atas 17 tahun.

"Metode survei dilakukan dengan wawancara tatap muka dengan margin error 2,8%," ujarnya di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, kemarin.

Hasilnya, elektabilitas pasangan Jokowi-JK sebesar 43,72% sedangkan pasangan Prabowo-Hatta sebesar 40,28% dengan jumlah swing voters atau mereka yang belum menentukan pilihannya tapi akan berpartisipasi pada pilpres nanti sebesar 16%. Hasil ini membuat pasangan capres yang diusung PDIP, Hanura, PKB, NasDem dan PKPI unggul 3,44% dari pasangan Prabowo-Hatta yang diusung Partai Gerindra, PPP, PKS, PBB, PAN, dan Golkar.

"Karena margin error 2,8% maka kedua pasangan capres cawapres ini memiliki peluang yang sama kuat untuk memenangkan pertarungan, dimana penentunya adalah pemilih mengambang yang jumlahnya mencapai 16%. Mereka umumnya adalah kalangan menengah," jelasnya.

Husin menjelaskan, tingkat pengetahuan masyarakat Indonesia terhadap pilpres sangat tinggi yakni 98,57%. Ironisnya, hal ini tidak diikuti oleh partisipasi pemilih yang masih sangat rendah yakni 73,45%. Untuk itu, peran Komisi Pemilihan Umum (KPU), Panwaslu, pemerintah, dan partai politik harus menggiatkan sosialisasi untuk meningkatkan partisipasi publik.

Dalam survei tersebut, sebanyak 77,33% responden menyatakan alasan mereka ikut pilpres karena merupakan kewajiban sebagai warga negara. Sedangkan, alasan publik memilih pasangan Prabowo-Hatta karena pasangan ini dinilai sebagai figur pemimpin yang berkarakter tegas sebanyak 33,80%, berwibawa 14%. Kemudian percaya dengan niat baiknya membangun bangsa 11,97%, berani 4,93% dan adanya anggapan bahwa pemimpin dari militer masih diperlukan 9,86%.

Sedangkan, alasan publik memilih pasangan Jokowi-JK  lebih banyak karena kepribadian yang rendah hati dan ramah kepada rakyat 16,27%, gemar blusukan 10,71%, sosok yang jujur, perhatian pada rakyat dan memiliki kinerja yang baik masing-masing 7,14%. Selain itu, sosok yang sederhana 6,75%.

Saat ini, tren pasangan capres Jokowi-JK saat ini cenderung negatif dan terus mengalami penurunan. Berbeda dengan pasangan Prabowo-Hatta yang trennya positif dan terus mengalami kenaikan. Kondisi ini mengingatkan pertarungan Pilkada DKI Jakarta beberapa tahun lalu, dimana tren calon incumbent Fauzi Bowo atau Foke yang cenderung negatif berhasil dikalahkan dengan Jokowi yang trennya positif. Begitu juga pada Pilgub Jabar dimana tren Ahmad Heryawan (Aher) yang positif berhasil mengalahkan Dede Yusuf yang kecenderungannya negatif.

Elektabilitas Jokowi yang cenderung stagnan bahkan turun ini, sambung Husin, sangat terlihat ketika Gubernur DKI Jakarta itu dipasangkan dengan JK. Padahal, sebelum dipasangkan elektabilitas Jokowi jauh di atas Prabowo hingga mencapai 15%. "Ini karena JK titik tumpunya ada di daerah timur, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara Timur dan Maluku," ujarnya.

Penurunan elektabilitas Jokowi-JK sangat terlihat di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera yang penduduknya terbesar di Indonesia. Berdasarkan hasil survei Penurunan di Pulau Jawa terjadi di daerah Jawa Timur yang pemilihnya 30 juta. Dimana capres Prabowo memperoleh 50,25% sedangkan Jokowi-JK sebesar 36,04% dengan swing voters 13,71%.

Hal ini disebabkan adanya perpecahan di tokoh-tokoh Nahdliyin seperti, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj dan Gubernur Jawa Timur Soekarwo atau Pakde Karwo yang mendukung pasangan Prabowo-Hatta. "Pengaruh tokoh terhadap nahdliyin sangat besar, begitu juga di daerah Sumatera. Selain itu, mantan Wali Kota Solo saat ini sudah mengalami titik stagnan," jelasnya.

Karena itu, kunci penentu kemenangan mereka ada pada swing voters yang berada di perkotaan. Mereka merupakan kalangan menengah atas dengan pendidikan merata. Jadi bagi timses yang berhasil meraih suara mengambang di wilayah-wilayah tersebut akan menjadi pemenang. "Swing voters 16% masih sangat memungkinkan bagi kedua pasangan untuk meningkatkan elektabilitasnya," paparnya.

Namun demikian, elektabilitas kandidat dapat dipengaruhi oleh black campaign atau kampanye hitam. Menurut dia, tindakan itu dapat menguntungkan lawan jika kampanye hitam tidak didasarkan oleh data-data yang kuat. "Sangat berpengaruh, karena masyarakat akan melihat siapa yang menyebarkan black campaign tersebut," katanya.

Untuk menarik simpati suara mengambang tersebut, hal yang harus dilakukan timses adalah jangan menyebarkan black campaign, kerja keras melakukan pendekatan kepada masyarakat sesuai dengan sosial, budaya, agama, kampanye yang soft, program yang realistis, kemudian pemanfaatan media televisi dan media sosial untuk menarik simpati mereka yang umumnya secara ekonomi dan pendidikannya cukup tinggi.

Peneliti Senior Puskaptis Ma'mun Ibnu Ridwan mengatakan, tingkat elektabilitas pasangan capres Jokowi-JK berdasarkan pulau unggul di Pulau Sulawei, Bali, NTT, Maluku dan Papua. Sedangkan untuk pasangan Prabowo-Hatta unggul di daerah Sumatera dan Kalimantan. "Hal ini harus menjadi perhatian timses yakni wilayah Pulau Jawa harus ditingkatkan perolehan simpati publik karena 59% penduduk Indonesia tinggal di Indonesia," katanya.

Menurut dia, pasangan Prabowo-Hatta harus bekerja keras untuk menyakinkan masyarakat yang belum menentukan pilihan. Hal yang menarik lainnya, kata dia, dari sisi perspektif sosial politik dua kandidat ini mempunyai kans yang sama. Sebab, menggambarkan kesukuan, agama dan kompetensi serta kapabilitas yang seimbang. "Banyaknya swing voters ini sangat luar biasa, sebab biasanya masyarakat akan mudah memilih hanya ada dua calon. Tapi ketika mereka belum menentukan, berarti ada masalah yang besar dari kedua calon ini untuk meyakinkan 16% dari total pemilih se-Indonesia," jelasnya.

Pengamat Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai, turunnya elektabilitas Jokowi-JK karena pasangan tersebut sangat bergantung pada tren politik yang berkembang. Naman Jokowi terkenal dari peluncuran mobil Esemka, dan kemampuannya mengalahkan Fauzi Bowo atau Foke pada Pilkada DKI Jakarta lalu. Sayangnya tren politik itu tidak dijaga oleh timsesnya. "Jokowi lebih kepada selebriti politik, ketika orang sudah mengenalnya, publik merasa ya sudah selesai," jelasnya.

Berbeda dengan Prabowo yang memang sudah dikenal dan disiapkan sejak menjadi cawapres Megawati Soekarnoputri pada pemilu 2009 lalu. Menurut dia, untuk menaikkan elektabilitasnya, Prabowo harus bisa mengubah pola pendekatannya kepada masyarakat. Selama ini ada kesan pasangan Prabowo-Hatta adalah koalisi elite. "Pencitraan Jokowi yang tidak dimiliki Prabowo adalah sisi manusianya. Prabowo harus lebih merakyat, banyak berdialog, banyak salaman dan senyum," ucapnya. (hyk)

*sumber: http://pemilu.sindonews.com/read/2014/05/31/113/868697/persaingan-prabowo-jokowi-makin-ketat


Inteli Masjid, PDIP Kembali ke Era Otoriter

Posted: 31 May 2014 04:29 PM PDT


Jakarta - Sikap PDI Perjuangan yang mau menjalankan aksi intelijen terhadap masjid-masjid karena diduga menyebarkan kampanye hitam terhadap Jokowi, dianggap mengembalikan Indonesia di era otoriter.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Saleh Daulay mengatakan, tindakan pengawasan masjid ini, akan menimbulkan kesan adanya fregmentasi sosial di tengah-tengah masyarakat.

"Selain itu, bisa juga menimbulkan kesan seolah-olah para khatib selama ini dijadikan sebagai agen politik dari suatu kepentingan politik tertentu. Padahal, fungsi masjid adalah tempat suci dimana orang berupaya mendekatkan diri pada sang pencipta," kata Saleh, Jakarta, Jumat (30/5/2014).

Saleh menilai, pengawasan ini sama saja dengan melakukan aksi sweeping terhadap khotbah-khotbah di masjid.

Bagi dia, ini sama saja Indonesia kembali ke era otoriter, dimana saat itu khotib di masjid selalu diawasi dan bahkan harus mendapat persetujuan pihak keamanan.

"Saya khawatir, ini bisa dilihat masyarakat sebagai upaya pengembalian rezim otoriter dengan masuknya intervensi ke rumah-rumah ibadah," kata Saleh.

Dia juga melihat, kalau masjid diawasi dengan cara seperti itu, maka akan muncul lagi keinginan untuk mengawasi tempat ibadah yang lain. Justru, katanya, malah menimbulkan persoalan yang baru.

Sebelumnya, PDI Perjuangan menjalankan aksi intelijen terhadap masjid-masjid. Mengawasi setiap khotbah yang ada.

Anggota Tim Sukses Jokowi-JK Eva Kusuma Sundari tidak menampik itu. Dia mengatakan, memang kader partai yang muslim diminta untuk melakukan aksi intelijen terhadap masjid-masjid.

Pihaknya melakukan pengawasan terhadap masjid-masjid, karena dikhawatirkan menjadi tempat terjadinya kampanye hitam.

Eva mengatakan, salah satu yang sudah menginstruksikan itu adalah DPC PDIP Jakarta Timur.

"Karena memang serangan kepada Jokowi-JK di masjid-masjid sangat intensif," kata Eva kepada situs RMOL, Jumat (30/5/2014). [gus]

sumber: http://nasional.inilah.com/read/detail/2105127/inteli-masjid-pdip-kembali-ke-era-otoriter



MUI: Sejak Kapan Mereka (PDIP) Jadi Polisi Agama?

Posted: 31 May 2014 04:22 PM PDT

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan
Jakarta - Pengawasan yang dilakukan oleh kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terhadap khatib di masjid menuai kecaman.

Salah satunya adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan yang menegaskan pengawasan itu sangat melukai perasaan umat Islam.

"Sejak kapan mereka menjadi polisi agama?" ujar Amidhan di Jakarta.

Amidhan kembali mempertanyakan kenapa hanya masjid yang diawasi. Tempat ibadah lainnya tidak. Tidak adil jika umat Islam mendapat perlakuan seperti itu.

Ia menegaskan hal biasa kalau bicara politik di masjid. Yang tidak boleh adalah kampanye mengajak salah satu pasangan capres dan cawapres.

"Mengapa pengawasan hanya dilakukan di masjid, sedangkan gereja, pura, vihara dan lainnya tidak," imbuhnya.

Apabila memang menjadi polisi agama, lanjutnya, wajar jika ada pengawasan. Sama seperti zaman penjajahan, bicara politik langsung dilaporkan ke polisi.

Sebagaimana diberitakan, PDI Perjuangan menjalankan aksi intelijen terhadap masjid-masjid. Mengawasi setiap khotbah yang ada.

Anggota Tim Sukses Jokowi-JK Eva Kusuma Sundari tidak menampik itu. Dia mengatakan, memang kader partai yang muslim diminta untuk melakukan aksi intelijen terhadap masjid-masjid.

Pihaknya melakukan pengawasan terhadap masjid-masjid, karena dikhawatirkan menjadi tempat terjadinya kampanye hitam.

Eva mengatakan, salah satu yang sudah menginstruksikan itu adalah PDC PDIP Jakarta Timur. "Karena memang serangan kepada Jokowi-JK di masjid-masjid sangat intensif," kata Eva, beberapa waktu lalu. [rok]

*sumber:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar